
Merunut Langkah Hukum Perkara Kursus TOEFL BEM-U 2019
Para peserta program TOEFL dan pihak BEM UPNVJ 2019 kini berupaya mengambil langkah hukum untuk menindaklanjuti kasus kursus TOEFL The Maps.id
Aspirasionline.com — Kelanjutan dari program kursus TOEFL yang diadakan oleh BEM UPNVJ periode 2019 dengan mitra The Maps.id masih belum menemui titik terang. Setelah melewati langkah persuasif, peserta program TOEFL dan pihak BEM UPNVJ 2019 hendak membawa kasus ini ke ranah hukum. Sebab, menurut keterangan peserta, Imam Riyadi selaku Chief Executive Officer (CEO) The Maps.id masih belum memenuhi hak mereka.
Dari pantauan ASPIRASI, peserta seharusnya mendapat les 24 kali pertemuan, tetapi hanya berjalan sebanyak 4 kali pertemuan sejak Februari 2019. Tes TOEFL tahap terakhir yang dijanjikan pada Juli 2019 pun tak terlaksana karena hingga Oktober les mereka masih berada di tahap basic.
Salsabila Nadya, salah satu peserta les TOEFL menilai bahwa les tersebut tak ada kejelasan.
“Akhirnya banyaklah mulai nanya-nanya di grup kelanjutannya gimana, tapi belum ada kelanjutan yang jelas. Untuk dapetin respons The Maps.id itu susah,” ucap Nadya saat dihubungi ASPIRASI melalui WhatsApp pada Minggu, (31/5).
Merasa ada yang janggal dan tak sesuai perjanjian, sebagian peserta kemudian menuntut pihak The Maps.id untuk melakukan pengembalian uang. Sementara, sebagian lainnya meminta les tersebut dilanjutkan kembali.
Sebelumnya, pihak The Maps.id telah berjanji untuk melakukan pengembalian uang sebesar 100 persen pada September 2019 kepada peserta yang batal ikut les sejak awal. Namun, pada November 2019 pengembalian uang tersebut belum juga diterima peserta. Seperti yang sudah-sudah, Imam kembali mengumbar janji untuk mengembalikan uang peserta pada 28 Desember.
“Ternyata pas 28 Desember itu uang gak dibalikin dan mundur lagi,” ujar Nadya.
Setelah rentang waktu yang cukup lama, Imam akhirnya membalas pesan peserta di grup. Namun, menurut Nadya, Imam tidak memberikan jawaban yang diinginkan oleh peserta.
“Jawabnya kayak menunda-nunda lagi, malah nambah janji-janji yang lain,” terang Nadya.
Berdasarkan pernyataan Nadya, Ketua BEM UPNVJ periode 2019 Belly Stanio kemudian ikut menyelesaikan permasalahan tersebut dengan masuk ke grup WhatsApp bersama peserta. Belly dan peserta meminta kepada Imam untuk bertemu membicarakan kejelasan masalah tersebut. Imam bersedia menerima ajakan pertemuan.
Syifa Larashati, peserta lainnya, membenarkan hal tersebut.
“Kalau ketemuan buat diskusi kayaknya 2-3 kali mungkin. Ketemunya seinget gue di Margo City atau Plaza Festival,” ucapnya saat dihubungi ASPIRASI melalui WhatsApp pada Minggu, (31/5).
Hasil pertemuan itu, kata Nadya, Imam akan membuat jadwal baru untuk tes TOEFL pada 8 Februari, menyelesaikan pertemuan kelas setelah tes TOEFL, dan menyelesaikan pengembalian uang pada 8 Februari. Alih-alih menepati janji, ternyata pada 8 Februari tes TOEFL batal karena Imam tidak memberikan kabar.
“Mendekati tanggal 8 Februari, ditanyain sama peserta tentang tes TOEFL. Pihak The Maps.id gak ada respons lagi. Akhirnya gak jadi tes TOEFL. Dikejar lagi sama BEM. Namun pihak The Maps.id itu gak ada kabar,” terang Nadya.
Menurut penuturan Syifa, Belly sempat mendatangi kediaman CEO The Maps.id itu di bilangan Bogor. Ia juga ditemani oleh pengurus BEM UNJ periode 2019 yang turut menjadi korban. Sementara itu, menurut keterangan Nadya, Belly hanya mendapati ayahanda dari Imam.
Awalnya ayahnya enggan memberitahu keberadaan Imam. Namun, pada akhirnya Belly diantar ke sebuah kontrakan tempat Imam berada.
“Katanya dia diusir. Akhirnya ditunjukkin alamat tinggal CEO-nya dan langsung disamperin,” cerita Nadya.
Nadya mengatakan bahwa setelah kejadian tersebut, Imam mengeluarkan pernyataan di grup WhatsApp yang isinya kembali menunda jadwal tes TOEFL pada 21 atau 28 Maret. Ia juga kembali berjanji untuk mengembalikan uang sebesar 100 persen bagi peserta yang membatalkan les sejak awal dan mengembalikan uang sebesar Rp200.000 bagi yang sudah mengikuti les.
Pengembalian uang itu dijanjikan akan selesai maksimal pada 28 Maret. Celakanya, lagi-lagi janji itu hanya lagu lama. Ubaity Rosyada, mahasiswa peserta program TOEFL, mengaku bahwa uangnya belum kembali sama sekali hingga kini.
“Iya entah gak jadi (uang dikembalikan, red.) atau ketunda sampe kapan tau,” kata Ubaity pada Kamis, (3/9).
Perspektif Hukum
Berdasarkan rentetan janji kosong tersebut, Syifa mengatakan bahwa Belly sempat melakukan konsultasi ke Polsek Cinere, sebelum melaporkan kasusnya ke Polisi. Dari hasil konsultasi tersebut, pihak Polisi menganggap bahwa kasus ini termasuk ke dalam wanprestasi. Artinya kasus ini bisa digugat tetapi kemungkinan uang tidak kembali.
“Jadi ada pertimbangan gitu. Belly juga bingung mau dilaporin ke polisi tapi beberapa peserta mintanya pengembalian uang. Kalau kita laporin ke polisi belum tentu peserta lain pada setuju. Kalau gue sih setuju,” kata Syifa, mahasiswa jurusan Hukum angkatan 2016.
Menurut Dosen Fakultas Hukum (FH) UPNVJ Beniharmoni Harefa, kasus tersebut bisa masuk ke penggelapan. Berdasarkan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan yang berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Beni menambahkan bahwa kasus tersebut bisa dibawa ke ranah perdata dengan cara ganti rugi.
“Kalau dia mau ganti rugi secara perdata ya silakan, tapi kalau sudah 3 kali disomasi dan tidak mau ganti rugi, berarti mau tidak mau menempuh jalan pidana,” jelas Beni saat dihubungi ASPIRASI melalui telepon pada Selasa, (2/6).
Menanggapi pernyataan polisi tentang wanprestasi, menurut Beni pembuktian perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kasus ini merupakan penggelapan atau wanprestasi. Beni membedakan dua kasus ini terletak pada niat seseorang, apakah pelaku sudah memiliki niat jahat di awal untuk menggelapkan atau tidak.
Menurutnya, pembuktian sebagai upaya yang dapat ditempuh korban berupa mediasi sebanyak 3 kali yang dipertemukan oleh pengacara. Korban dapat mengetahui niat jahat tersangka jika sudah melakukan mediasi disertai dengan kelengkapan bukti yang ada.
“Kalau sudah mediasi lalu bukti yang lain juga menunjukan adanya niat jahat yang sudah berupa tindakan, bisa digolongkan ke penggelapan,” kata Beni.
Menanggapi kasus ini, Ketua BEM UPNVJ periode 2018 Reynaldi Ramadhani mengaku tak tahu-menahu.
“Gue emang denger kabar burung kalau peserta minta pengembalian uang, tapi gak tau karena apa,” kata Rey, sapaan akrabnya, ketika diwawancarai oleh ASPIRASI pada Senin, (1/6).
Program ini sebenarnya merupakan gagasan dari BEM UPNVJ periode 2018. Kemudian, program tersebut dilanjutkan oleh Belly karena masa kepemimpinan Rey yang sudah habis tetapi masih terikat kerjasama dengan The Maps.id.
Menurut Rey, Belly pernah bercerita ada kendala dengan The Maps.id karena Imam sulit dihubungi.
“Akhirnya gue kasih kontak Imam ke Belly dan sebaliknya. Gue pikir mereka ada kesulitan di koordinasi,” katanya.
Rey mengatakan dirinya sempat mengontak CEO The Maps.id untuk bertanya tentang kerjasama dengan BEM UPNVJ.
“Kalau gak salah dia bilang lagi banyak urusan atau apa gitu. Gue juga gak nanya ke Imam ada masalah apa sama Belly. Jadi gue mikirnya Imam susah dikontak karena sibuk sama bisnisnya,” pungkas Rey.
Catatan redaksi:
ASPIRASI sudah menghubungi Belly Stanio dan Imam Riyadi untuk angkat bicara soal perkara ini. Namun, Belly menolak untuk dimintai wawancara. Sedangkan Imam, dua nomor teleponnya tidak aktif saat dihubungi melalui sambungan telepon dan WhatsApp.
Reporter: Syifa Aulia, M. Raffi Shiddique. |Editor: Firda Cynthia.