Karut-Marut Kursus TOEFL BEM UPNVJ dengan The Maps ID

Berita UPN

Program kursus TOEFL yang diselenggarakan oleh BEM UPNVJ periode 2019 dan The Maps ID meninggalkan polemik yang merugikan peserta

Aspirasionline.com – Pada 2019 lalu, BEM UPNVJ mengadakan program pelatihan Test of English as a Foreign Language (TOEFL). Program ini merupakan kerja sama antara BEM UPNVJ periode 2019 dengan lembaga The Maps Language Center atau yang lebih dikenal dengan The Maps ID. Dalam pelaksanaan program tersebut, muncul berbagai permasalahan yang belum terselesaikan hingga tahun ini.

Seno Ginting, salah satu peserta dalam program tersebut, mengatakan bahwa permasalahan program tersebut karena adanya beberapa hak peserta yang tidak terpenuhi. Hak-hak yang dimaksud ialah jumlah pertemuan dalam kelas dan penyelenggaraan TOEFL yang tidak diberikan kepada para peserta.

Padahal, menurut Seno, pihak The Maps ID telah menjanjikan dua opsi atas permasalahan ini. Opsi tersebut yaitu pengembalian dana ke peserta atau melanjutkan penyelenggaraan TOEFL secepatnya.

“Namun, hingga hari ini kita belum mendapat apa-apa,” akui Seno kepada ASPIRASI pada Minggu, (31/5) lalu.

Kronologi dan Penyelesaian yang Mangkrak

Berdasarkan penelusuran ASPIRASI melalui akun Instagram BEM UPNVJ (@bem_upnvj), pendaftaran program tersebut telah dimulai sejak 9 sampai 15 Januari 2019. Pada postingan yang dipublikasikan pada 13 Januari 2019, tertera nominal sebesar Rp550.000 sebagai biaya atas paket pelatihan yang terdiri atas 20 kali pertemuan kelas.

Selain pertemuan kelas, Seno mengatakan bahwa pihak penyelenggara juga menjanjikan adanya TOEFL bersertifikat yang dapat digunakan untuk memenuhi syarat lulus skripsi di UPNVJ.

Dirinya juga menjelaskan bahwa ada paket-paket pelatihan lain yang ditawarkan kepada peserta. Paket-paket itu ditawarkan dengan biaya yang lebih kecil dan jumlah kelas yang lebih sedikit. Seno sendiri mengambil paket pelatihan dengan biaya sebesar Rp350.000.

“Harusnya itu berapa ya, 15 kali atau 13 kali gitu. Lupa, tapi yang baru jalan itu cuma tiga perempatnya,” ujar mahasiswa Hubungan Internasional tersebut.

Selain Seno, Ubaity Rosyada yang terdaftar sebagai salah satu peserta program tersebut juga angkat bicara. Ia mengatakan bahwa setelah peserta membayar biaya pendaftaran, peserta dimasukkan ke grup WhatsApp dan dibagi ke dalam beberapa kelas yang berbeda.

Dalam grup tersebut para peserta juga dibagikan tutor atau pengajar yang berbeda. Ubaity mengikuti paket 24 pertemuan kelas dengan membayar seharga Rp550.000.

Pertemuan tersebut dibagi ke dalam 3 kelas, yaitu kelas basic, masif, dan persiapan TOEFL. Ia juga mengaku bahwa selama ini baru mendapatkan dua modul.

“Sampai saat ini cuma ada dua modul. Dan itu tuh kurang lebih isinya sama. Cuman beda model saja. Seharusnya juga mendapatkan 3 atau 4 sertifikat TOEFL, cuma karena belum jadi belum dapat,” jelas Ubaity.

Menurut keterangan Ubaity, ketidakjelasan informasi dalam program itu terus berlanjut hingga paruh kedua di tahun 2019. Setelah liburan semester usai, janji pertemuan yang akan diselenggarakan tak kunjung diadakan.

“Nah dari situlah mulai ditanya kabarnya bagaimana, karena informasi dengan The Maps cuma dari grup WhatsApp,” ujar Ubaity.

Memasuki tahun 2020, para peserta kembali menuntut pihak BEM UPNVJ periode 2019 sebagai penyelenggara program tersebut untuk memberikan kejelasan mengenai kelanjutan kerja samanya dengan The Maps ID. Para peserta kembali menuntut hal itu lantaran para mahasiswa angkatan 2016 membutuhkan sertifikat TOEFL untuk persyaratan pendaftaran skripsinya.

Menanggapi tuntutan para peserta, Ketua BEM UPNVJ 2019 Belly Stanio kembali menghubungi pihak The Maps ID. Menurut keterangan Ubaity, Belly sempat mendatangi kediaman pimpinan The Maps ID di daerah Bojonggede, Bogor.

“Nah dari situlah, kita dipecah. Siapa yang mau tetap tes lanjut atau yang mau refund. Cuma waktu di awal itu sudah dijelasin kalau refund itu tidak bisa semuanya,” lanjut Ubaity memaparkan kronologi kasus.

Pernyataan Ubaity juga diamini oleh Seno. Menurut Seno, Belly sempat menyampaikan isi surat pernyataan dari pimpinan The Maps di dalam grup WhatsApp.

Surat tersebut menyatakan bahwa pihak The Maps akan menyelenggarakan TOEFL pada tanggal 21 Maret 2020 dan memberikan pengembalian dana sebesar Rp200.000 selambat-lambatnya pada tanggal 28 Maret 2020.

Namun, setelah lewat dari tanggal yang dijanjikan, baik penyelenggaraan TOEFL maupun pengembalian dana yang dijanjikan tak kunjung juga peserta dapatkan.

Seno dan Ubaity juga menuturkan, bahwa Belly juga telah menempuh jalur hukum dengan melaporkan pihak The Maps ID ke kepolisian. Mereka juga mendapat kiriman foto dari Belly ketika dirinya di kantor polisi.

“Seinget aku (pelaporan ke Polisi, red) 11 Maret 2020. Bersama perwakilan peserta juga tapi aku gak tau siapa,” imbuh Ubaity.

ASPIRASI telah berusaha menghubungi Belly sebagai pihak penyelenggara untuk mengonfirmasi kronologi dan duduk perkara kasus tersebut. Namun, hingga tulisan ini dipublikasikan, Belly enggan untuk memberikan penjelasan baik mengenai duduk perkara maupun kelanjutan upaya penyelesaian kasus yang ia tempuh.

Tak Hanya di UPNVJ

ASPIRASI menemukan bahwa polemik kerja sama dengan The Maps ID tak hanya terjadi dengan BEM UPNVJ. BEM Keluarga Mahasiswa Intitut Pertanian Bogor (KM IPB) dan BEM Universitas Negeri Jakarta (UNJ) juga sempat menjalin kerja sama dengan The Maps ID dan berakhir dengan ketidakjelasan yang hampir serupa.

Menurut pihak Staf Kementerian Pendidikan dan Prestasi BEM KM IPB Alvin mengatakan bahwa The Maps ID sempat menyelenggarakan TOEFL satu kali di IPB. Namun, tidak semua peserta program mengikuti TOEFL tersebut. Sebab, ada beberapa mahasiswa yang jadwalnya bentrok dengan tanggal TOEFL yang diberikan The Maps ID.

Menurut Alvin, pihak The Maps ID menjanjikan tes susulan kepada peserta yang tidak bisa ikut TOEFL pertama. Namun, Alvin mengaku bahwa setelah itu pihak The Maps ID tak bisa  dihubungi.

“Pokoknya selesai itu cuma selama tiga bulan. Kelas pun juga lewat dari tiga bulan selesainya. Tapi juga masih ada dua pertemuan dan sudah kita cut karena sudah ganti kepengurusan dan juga kita minta untuk dua kali kelas itu tapi The Maps-nya sudah tidak respons. Yaudah mau bagaimana lagi, gitu,” jelas Alvin kepada ASPIRASI pada Rabu, (3/6).

Ia juga mengatakan bahwa terjadi keterlambatan tes TOEFL dari yang dijanjikan The Maps ID. Mereka, lanjut Alvin, menjanjikan pada Agustus sudah tes tetapi baru dilaksanakan pada November 2019 lalu.

Selain itu, pihak The Maps ID juga menjanjikan susulan bagi peserta yang tidak bisa melaksanakan tes TOEFL seperti yang sudah direncanakan oleh The Maps ID. Namun, kelanjutan itu belum kunjung jelas.

“Hingga saat ini janji The Maps ID kepada peserta yang belum susulan test TOEFL belum ada titik terangnya,” jelas Alvin.

Hal senada juga disampaikan pengurus BEM UNJ 2019, Faizah Fauzi. Ia menjelaskan bahwa kerja samanya dengan The Maps bermasalah karena penyelenggaraan TOEFL yang tidak diberikan. Hingga saat ini, pihaknya juga tak bisa menghubungi pihak The Maps ID.

Hal itu juga ditegaskan oleh Staf Bisnis dan Kemitraan BEM UNJ 2019 Agam. Agam mengatakan bahwa pendaftaran kelas TOEFL dengan The Maps ID dilakukan oleh BEM UNJ sejak tahun lalu. Pertemuan kelas tersebut sudah terpenuhi. Namun, hingga hari ini, tes TOEFL belum diberikan oleh The Maps ID kepada peserta.

“Terakhir The Maps ID menghubungi BEM UNJ terkait tes TOEFL pada 6 April 2020 lalu. Namun, sejak itu ketika kami membalas dan menghubungi kembali (via WhatsApp, red.) sudah mulai ceklis satu,” kata dia.

Reporter: Fakhri Muhamad, Syena Meuthia | Editor: M. Faisal Reza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *