Kebijakan Rektor Dinilai Minim Sosialisasi, BEM UI: Mahasiswa Harus Dilibatkan
Belakangan kebijakan rektor UI menuai kritik dari mahasiswa, lantas Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan mahasiswa lainnya menggerakkan aksi pada Senin, (8/7) depan gedung rektorat UI.
Aspirasionline.com — Matahari mulai berada pada posisi tertingginya dan memancarkan teriknya. Bersamaan dengan itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia dengan jaket kuningnya mulai berkumpul di Stasiun Universitas Indonesia bersiap melancarkan aksinya.
“Rektor/Pemain Sirkus Atraksi Terus” tulis mereka pada salah satu kain putih yang mereka singkapkan lebar-lebar. Siang itu, mereka hendak menyuarakan aspirasi mereka terkait beberapa kebijakan kampus yang dinilai minim sosialisasi dan transparansi, serta maladministratif.
Sekitar pukul dua siang, massa aksi mulai bergerak long march dari Stasiun UI menuju gedung rektorat yang merupakan titik aksi yang sudah ditentukan sebelumnya. Selama long march berlangsung, massa aksi menyerukan tuntutan mereka atas kebijakan kampus semasa jabaran Rektor UI Muhammad Anis (2014-2019) yang dinilai mendadak dan minim sosialisasi.
Kebijakan-kebijakannya yaitu, pengadaan dan penerapan secure parking, kenaikan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) semester pendek dan non-reguler, penertiban anjing dan kucing liar oleh petugas Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3I) yang tanpa pemberitahuan, dan perubahan peraturan pelayanan kesehatan di klinik Makara UI.
Direktorat Kajian dan Strategis (Kastrat) BEM UI Zakky Muhammad Syah mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan kampus yang diberlakukan tanpa adanya kajian dan sosialisasi merupakan hal yang fatal. Zakky mengaku, ketika pihaknya meminta dokumentasi terkait kebijakan yang diberlakukan kampus, tidak pernah dipenuhi.
“Misalnya, kenaikan BOP. Sudah naik dulu (biayanya, red.), baru keluar SK-nya (surat keputusan, red.). Secure parking, enggak ada apa-apa tiba-tiba ada. Dokumentasi kelayakan, kajian-kajian, enggak ada. Bahkan hal mutlak yang seharusnya ada di administrasi, enggak ada juga,” jelas Zakky ketika diwawancarai ASPIRASI dihari yang sama saat aksi berlangsung.
Zakky meminta kepada pihak kampus untuk mencabut peraturan-peraturan yang dinilai prematur, salah satunya penerapan Secure Parking. “Saya enggak bisa membayangkan nantinya diterapin pas kuliah akan seperti apa,” kata mahasiswa kelahiran 1998 itu.
Senada dengan Zakky, Ketua BEM UI Manik Marganamahendra menuntut agar pihak rektorat melibatkan mahasiswa UI dalam merumuskan kebijakannya. “Kami mengingatkan kepada rektorat supaya mereka berhenti bermain-main kepada kebijakannya tapi memulai langkah bersama para mahasiswa UI untuk bersama-sama mengawal kebijakan yang ada di UI,” tutur Manik kepada ASPIRASI pada Senin, (8/7) lalu.
Mahasiswa aksi yang mulai berkumpul pada pukul tiga sore, juga dilengkapi atribut demo mereka seperti toga, jaket serta helm ojek daring, serta topeng kucing sebagai bentuk protes mereka terhadap kebijakan kampus yang menertibkan hewan tanpa ada sosialisasi.
Aksi pun kemudian dilaksanakan dengan orasi dari masing-masing BEM fakultas serta dari organisasi ekstra Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) UI dan komunitas Sastra Kucing (pecinta kucing dari mahasiswa-mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya). Mereka menyuarakan tuntutan yang sama: hapus kebijakan maladministrasi.
Antisipasi Agar Tak Terjadi pada Rektor Baru
Zakky sangat menyayangkan kebijakan-kebijakan rektor UI yang tak berpihak kepada mahasiswa justru terjadi disaat-saat masa jabatannya berakhir. “Pada awalnya memang membuat kebijakan yang oke, tapi at the end dia mau ngasih semuanya yang memang sudah rencana dia. Dia berani begitu karena dia sudah enggak mau nyalonin lagi,” ungkapnya.
Manik juga mengungkapkan hal yang serupa. Ia menganggap penerapan kebijakan-kebijakan baru yang tak memihak mahasiswa dan diterapkan secara mendadak pada akhir masa jabatan rektor, menjadi pola yang merugikan mahasiswa. Untuk mengantisipasi agar hal ini tak terjadi lagi, Manik mengharapkan agar mahasiswa dapat terlibat dalam rangkaian proses pemilihan rektor baru yang menjabat per 2019-2024 mendatang.
“Kita berharap seluruh mahasiswa dilibatkan dari proses indikator hingga pemilihan, dilibatkan juga dalam berdiskusi atau berdialog dengan para calon rektor sehingga dapat memasukkan kepentingan mahasiswa ke dalam rencana strategis rektornya,” tutur Manik.
Pendaftaran rektor dibuka pada Rabu (10/7) lalu. Seiring dengan dibukanya pendaftaran itu, massa menuntut kepada panitia yang mempersiapkan pencalonan rektor agar bersikap independen, transparan, dan tak lupa untuk melibatkan mahasiswa dalam seluruh prosesnya. Hal ini diungkapkan oleh Manik saat mendeklarasikan tuntutannya saat kegiatan aksi akan berakhir.
“Supaya rektor yang nanti terpilih tidak mengulangi kebijakan buruk yang sudah dilakukan pada tahun ini,” kata Manik sore itu.
Reporter: Muhammad Raffi Shiddique | Editor: Firda Cynthia