Menolak Lupa Melalui Sosok Wiji Thukul

CategoriesResensiTagged , ,

Judul : Istirahatlah Kata-kata
Penulis : Yosep Anggi Noen
Sutradara : Yosep Anggi Noen
Produser : Yosep Anggi Noen, Yulia Evina Bhara, Tunggal Pawestri, Okky Madasari
Genre : Drama, Biografi
Tahun : 2016
Durasi : 97 Menit

Bagaimana kehidupan aktivis dimasa orde baru tecermin melalui sosok Wiji Thukul. Ketika mesti diburon aparat, diintimidasi, hingga harus rela meninggalkan istri dan anak, semua tergambar dalam film ini. Serta mengingatkan kita pada kasus HAM yang belum tuntas, bahkan sampai saat ini.

Orde baru, masa kelam dimana satu hal yang membekas dibenak kita adalah ketika beberapa aktivis hilang dan tidak diketahui lagi keberadaannya. Sosok Wiji Thukul salah satunya, mungkin tidak banyak dikenal dikalangan masyarakat luas. Wiji merupakan seorang aktivis dan penyair yang membela kalangan masyarakat bawah melalui puisi-puisi yang dibuatnya.

Film ini sama dengan film-film yang menceritakan tentang biografi tokoh perjuangan, disini digambarkan bagaimana Wiji yang sudah menjadi buronan semenjak tahun 1996 akibat keikut sertaan dirinya pada demonstrasi bersama kaum buruh. Hingga akhirnya ia harus melarikan diri ke Pontianak dan mengubah identitas dirinya agar tidak diketahui oleh aparat hukum. Tak hanya itu ia harus berpindah-pindah tempat tinggal, serta harus meninggalkan istrinya Sipon serta kedua anaknya yaitu, Fitri dan Fajar.

Sampai suatu waktu ditahun 1997, Wiji bertemu dengan Sipon di sebuah penginapan di Yogyakarta. Sipon terlihat sangat bahagia ketika Wiji memberikan rok pendek merah yang dibelinya kala di Pontianak. Tetapi melalui pertemuan dirinya dengan Wiji, ia sempat jadi omongan tetangganya yang menyebut Sipon adalah seorang lonte atau Pekerja Seks Komersil. Alih-alih ingin bahagia dengan pertemuan itu, disisi lain ia sedih dengan kepulangan Wiji. Seperti yang sempat dikatakan oleh Sipon, “aku tidak pernah mau kamu pergi, tapi aku juga tidak mau kamu pulang. Aku hanya ingin kamu ada.”

Setelah pertemuan itu Wiji kembali ke Pontianak. Kemudian Wiji pergi ke Jakarta untuk ikut serta menjadi massa demonstrasi yang ingin menggulingkan Soeharto. Satu bulan sebelum Soeharto lengser, dirinya dinyatakan hilang dan sampai sekarang sosoknya belum juga ditemukan.

Sayangnya, film ini fokus pada narasi bagaimana Wiji melakukan perlawanan-perlawanan melalui puisi-puisinya. Disini hanya dijelaskan bagaimana kehidupan Wiji saat menjadi buronan yang harus mengganti identitas serta berpindah tempat tinggal. Serta bagaimana juga ketika dia mendapat intimidasi oleh anggota-anggota TNI yang bertemu dengannya. Sehingga terlihat bagaimana ketakutannya saat menjadi seorang buron, padahal seperti yang kita ketahui Wiji merupakan sosok yang pemberani dalam menentang rezim orba pada saat itu.

Menariknya, melalui film ini kita diingatkan kembali dengan kasus HAM orde baru yang belum tuntas hinga sekarang. Dimana tak banyak film yang mengangkat tentang pelanggaran kasus HAM yang sudah berlangsung 21 tahun yang lalu itu.

Penulis: Fadhila Firdasari. |Editor: Firda Cynthia

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *