Huru-Hara Seputar Pelaksanaan Pemira
Beberapa polemik muncul sepanjang berjalannya Pemira tahun ini. Mulai dari sosialisasi yang kurang, proses yang berjalan terburu-buru, hingga ragam pertanyaan terkait rilis presentase penilaian seluruh paslon.
Aspirasionline.com – Pemilihan Raya (Pemira), yang merupakan salah satu program kerja terbesar Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), kini sedang berlangsung di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ).
MPM sendiri telah berupaya untuk melakukan sosialisasi mengenai Pemira tahun ini dengan mengumpulkan perwakilan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), sejak pertengahan Oktober lalu. “Jadi kami kumpulkan teman-teman perwakilan mahasiswa. Itu sudah dari sekitar pertengahan Oktober kemarin,” jelas Dennis Kusuma, selaku Ketua Pelaksana Pemira tahun ini. ASPIRASI menemuinya pada Jumat, 17 November silam, di sekretariat MPM.
Selain itu, MPM juga menginformasikan perihal Pemira tahun ini lewat akun resmi Line dan Instagram yang dimulai sejak pembukaan pendaftaran Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U), hingga memperkenalkan ketiga pasangan calon (paslon).
Dari jadwal yang diagendakan oleh MPM, pendaftaran yang dibuka sejak 24 Oktober lalu berakhir pada 3 November, dengan paslon nomor 1 dan paslon nomor 2 yang mendaftar. Namun dikarenakan paslon nomor 2 belum memiliki kelengkapan berkas, MPM memutuskan untuk memperpanjang pendaftaran hingga 8 November. Lagi-lagi, ketidaklengkapan berkas oleh paslon nomor 2 membikin MPM kembali memperpanjang hingga 13 November. Dengan hasil akhir terdapat 3 paslon yang siap berkompetisi. Paslon nomor 3 mendaftarkan diri sebagai Capres dan Cawapres BEM-U pada 10 November silam.
“Sebenarnya, kami bisa memakai hak untuk aklamasi. Tapi tidak kami gunakan, karena tetap menjunjung tinggi demokrasi. Jadi kami membuka extend, dan kemudian paslon nomor 3 mendaftar,” jelas Wakil Ketua MPM Januardo Ramadhon, kepada ASPIRASI pada Selasa 21 November silam.
Pemira yang Terburu-Buru
Meski sosialisasi telah dilakukan sejak pertengahan Oktober dan pendaftaran sudah ditutup, masih terdapat mahasiswa yang tidak mengetahui bahwa Pemira 2017 sedang berlangsung. “Nggak tahu, emang ada?” tanya Marissa Dhyantirahma keheranan, ketika ditanya ASPIRASI pada Kamis, 16 November lalu. Ia adalah salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi, angkatan 2016.
Menanggapi hal tersebut, Januardo mengaku dalam sosialisasinya kali ini tidak seperti sosialisasi Pemira tahun sebelumnya, yang mana Pemira tahun lalu diadakan hingga empat kali sosialisasi. “Memang untuk sosialisasi tahun ini, kami tidak semasif sebelumnya. Karena budget dan waktu yang tidak banyak, kalau kami nggak buru-buru pihak rektorat akan menunjuk Presiden BEM secara sepihak,” jelas pria yang akrab disapa Aldo ini.
Meskipun demikian, Aldo menganggap bahwa mahasiswa UPNVJ pun masih kurang memiliki kesadaran terhadap peristiwa di kampus. “(Pemira) sebelumnya pun mahasiswa masih banyak yang nggak tahu, padahal kami udah optimal banget sampai ke ketua angkatan tiap fakultas, yang sebenarnya nggak ada garis hierarkinya,” ujarnya.
Terlepas dari sosialisasi kepada mahasiswa yang kurang optimal, Pemira tahun ini terdapat tiga paslon yang mendaftar. Aldo bercerita, Pemira tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya yang gagal, karena hanya terdapat satu paslon dan dianggap tidak capable oleh mahasiswa sehingga menyebabkan kekosongan di BEM-U periode 2017. “Saya seneng banget, animo politik di UPNVJ meningkat drastis. Mungkin mereka memang perlu dicambuk dengan kehilangan sosok BEM-U,” tutupnya.
Polemik Tanpa Kejelasan
Sebelum debat kandidat ketiga Capres dan Cawapres berlangsung pada Selasa 21 November, enam hari sebelumnya, yaitu Rabu, 15 November, MPM merilis calon Capres dan Cawapres BEM-U di akun resmi Line dan Instagram. Dalam rilisan tersebut terdapat presentase penilaian wawancara dan berkas ketiga paslon.
Alih-alih bermaksud guna transparasi kepada mahasiswa, presentase penilaian tersebut justru memunculkan polemik. Beberapa mahasiswa mempertanyakan apa indikator penilaiannya, serta kapan wawancara berlangsung. Hal tersebut terlihat dari komentar-komentar yang terdapat pada rilis yang bikin oleh MPM.
Dama Gucci, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum (FH), dengan terang-terangan mempertanyakan penilaian yang dirilis oleh MPM. “Saya melihat sebagai mahasiswa, itu bisa menggiring opini publik. Itu kan menunjukan mana paslon yang lebih siap,” ungkapnya.
Setelah muncul komentar-komentar dari mahasiswa, selang beberapa jam setelahnya, MPM menyunting rilisan dengan menghapus presentase penilaian wawancara dan berkas serta komentar-komentar dari mahasiswa. Langkah penghapusan itu diambil tanpa keterangan dan alasan yang jelas.
Menurut Dennis, penilaian yang terdapat dalam rilis dilihat dari argumen dan kesigapan Capres dan Cawapres dalam menjawab, serta memberikan solusi terhadap kasus yang diberikan oleh tim penilai pada saat proses wawancara. “Jadi kami melihat dari kesigapannya, sebagai pemimpin itu mereka kan harus memberikan argumen yang baik dalam solusinya,” ujarnya.
Hal ini kemudian dipertegas oleh Aldo. Ia mengatakan bahwa MPM memiliki berkas-berkas ketiga paslon yang menjadi indikator peniliannya. Ia juga menambahkan bahwa MPM tidak akan mengeluarkan pernyataan resmi terkait polemik yang terjadi. Hal tersebut berguna menghindari perdebatan yang tidak tentu ujung-pangkalnya. “Kalau kami melakukan secara lisan, atau sosial media, nantinya justru hanya akan menimbulkan debat kusir saja,” jelasnya kepada ASPIRASI pada Selasa, 21 November lalu[.]
Reporter : Maharani Putri Yunita |Editor : Haris Prabowo