Kulit Kacang

Sastra

Aspirasionline.com – Disinilah cerita cinta, persahabatan, suka dan duka dimulai ketika aku menapakan kaki ini di gedung yang mereka sebut Universitas. Tanpa ada nyawa rasanya kaki ini melangkah menghampiri gadis berparas manis, dia adalah Nuke gadis asal Jogja yang merantau untuk mencari ilmu. Basa – basi percakapan ketika berkenalan dilakukan, malas rasanya berbasa basi dengan raut wajah yang mengharapkan seorang teman. Namun aku dan Nuke tipikal orang yang mudah akrab, perbincangan kami pun menggila ditambah hadirnya Joan gadis berparas arab serta Raisa gadis cantik namun berparas garang. Serta aku Asta yang sedikit cuek namun sang pemimpi besar di abad ini. Disinilah di kampus ini cerita kami dimulai.

Universitas yang katanya tempat dimana sulit mendapatkan seorang teman ini tak kurasakan, dengan mudahnya aku mendapatkan teman. Tak perduli dengan mereka yang bergaya parlente menyombongkan segudang harta orangtuanya. Jejak kaki kami berempat mewarnai gersangnya kampus ini. Tak heran banyak mahasiswa yang sirik dengan tingkah konyol kami yg menyita perhatian mahasiswa lain tak khayal pula bila banyak yang ingin berkenalan dengan kami. Namun bukan kekonyolan dan keseruan kami yang kuceritakan, melainkan pedihnya memaklumi akan makna persahabatan.

Entah aku atau duniaku yang berubah hingga tertutuplah mata ini akan sisi indah dunia ini. Namun menyedihkan aku hanya bisa melihat sisi gelap dunia ini. Suasana kelas pun kelabu perbincangan kami berempat pun tidak seasik dulu. “Laper nih gue makan yu ke?!” Ujar joan kepada nuke. “Ah males ah gue mau langsung balik aja deh” celetuk Nuke. “Yaelah ayo si makan dulu lu, jarang juga lu ikut makan sama kita” ujarku kesal. Bagaikan anak kecil yang merengek minta pulang Nuke pun pulang begitu saja. Akhir- akhir ini memang kami jarang beriringan bersamaan seperti dulu. Hanya aku serta Joan yang menyadari adanya perbedaan rasa. “Asli kesel gue ta pada ga ada tanggung jawabnya banget sama tugas tinggal nerima jadi aja, dikata bos kali doi” celetuk kesal dari Joan. “Udah biarin aja biar gue yg buat nanti mungkin mereka sibuk Jo” jawab ku menyabar. “Sibuk apaan paling pacaran kalo ga nongkrong,kesel gue ta udah pada gede tapi ga mikir”,amarah Joan semakin meledak-ledak.

Keesokan harinya aku merasa sial , kesiangan dan aku belum membuat power point untuk paparan hari ini, dengan pikiran setengah sadar aku mengerjakannya hanya dalam 10 menit selesai. Tibalah di kelas namun apa yg ku dapat bak bongkahan es balok mendentum keras di dada. Dua orang makhluk tanpa dosa yang ku bangga-banggakan dengan sebutan sahabat asik bernincang-bincang dengan teman sekelas sedangkan aku sibuk mempersiapkan bahan dan bangku untuk kami persentasi, pedih rasanya bagaikan budak saja tanpa basa-basi Raisa menghampiriku.”Eh mana tugasnya? ” dengan tampang songonnya. Sedangkan Nuke masih asik dengan gadgetnya. Entah apa yang ada di benak mereka begitu teganya melihat sahabatnya bersusah payah demi seonggok nilai namun denn centilnya mereka tertawa bercanda menunjukan kepiawaiannya dalam bergaul.

Hari-hari berlalu suasana hatiku pun muak melihat kelakuan mereka sang sahabat yang aku sayangi. Tak ada obrolan apapun aku yg biasanya duduk bersebelahan kini duduk di bangku paling depan serasa anak pintar. Senja mulai terasa akupun pulang dan tak sengaja aku melihat Raisa yang tengah asik nongkrong dengan anak-anak gaul jaman serkarang namun yang kusayangkan mereka telah menjadi bahan cibiran anak anak kampus akan pergaulan mereka. Akupun mengenal mereka dengan baik namun hanya sekedar bertegur sapa saja karena aku taku hanyut akan pergaulan mereka yang bertolak belakang dengan duniaku. Sedangkan Nuke , entahlah belakangan ini dia selalu pulang cepat dan Joan sibuk dengan usaha orangtuanya.

Beberapa hari ini teman teman sekelas mungkin mulai menyadari adanya jarak anatar kami berempat kecuali aku dengan Joan. Kami mulai tak bertegur sapa lagi kami pun tidak bertingkah konyol seperti dulu lagi kini berubah semua tak ada cinta dan tak ada lagi persahabatan yang dulu aku kenal. Rindu? Tidak sama sekali tidak namun kecewa yang ada terhadap perlakuan mereka. Beberapa minggu belakangan ini aku sering melihat Raisa nongkrong dengan teman teman gaulnya. Nuke pun sibuk dengan percintaannya. Sedangkan aku tetap dengan kelakuan konyolku asik berdua dengan Joan kami asik akan khayalan,mimpi-mimpi dan hanya meratapi tingkah laku sahabat kami yang hilang.

Raisa pun mulai jarang terlihat di kelas sedangkan Nuke ia selalu pulang lebih awal. Kebiasaan kami yang seru seruan hingga larut kini hilang, gelak tawa serta canda kami pun tak terdengar lagi di penjuru kampus ini. Beredar kabar akan Raisa yang hancur akan pergaulan bebas diluar sana, aku serta Joan tidak mengeluarkan satu katapun karena kami tidak tahu apa apa. Hilang tanpa kabar Raisa pun di kabarkan telah menjadi permainan para lelaki kampus yang sering kami sebut dengan Ayam kampus. Sedih mendengar serta melihat kelakuannya, namun aku serta Joan hanya bisa terpaku dengan berjuta pemikiran yang tak bisa kuluapkan, tak berani menegur,menyapa bahkan tersenyum kepada Raisa pun kami enggan. Hilang Raisa kami yang jenaka hilang lenyap dengan galamornya pergaulan. Aku menyesal sebagai sahabat tak bisa menjaganya aku kesal dengan diri ini yang membiarkannya terbang jauh dari dunia kekonyolan kami. Hati ini pun telah lama mengucapkan selamat tinggal kawan.

Mevi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *