Menunggu Aksi Parlemen Baru, dalam Perlindungan Pekerja Perempuan Migran
Aspirasionline.com – Awal Oktober nanti 560 anggota DPR terpilih periode 2014-2019 akan dilantik. Dari jumlah itu, hanya 97 orang diantaranya perempuan. Banyak agenda terkait isu-isu perempuan yang menunggu dan segera dituntaskan. Rieke Diah Pitaloka, merupakan salah satu anggota DPR perempuan yang kembali terpilih di periode 2014-2019. Rieke mengatakan saat ini yang menjadi perhatian partainya PDI Perjuangan, adalah soal perlindungan buruh perempuan, baik buruh migrant maupun buruh domestik dan pekerja rumah tangga.
“Itu legislasi yang perlu diperjuangkan termasuk soal undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga dan undang-undang penempatan TKI di luar negeri,” kata Rieke dalam program pilar demokrasi KBR, Senin (08/09).
Rieke mengatakan dalam periode baru ini, RUU perlindungan PRT dan perlindungan Pekerja Indonesia di luarnegeri harus menjadi prioritas tanpa perlu lagi diperdebatkan. Kata dia pasca dilantik nanti kedua RUU tersebut sudah menjadi undang-undang.
Dalam RUU perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri, menurut Rieke tak hanya pekerja yang mendapatkan perlindungan, tetapi juga keluarga pekerja. Selain itu dalam undang-undang tersebut pemerintah juga sudah harus memastikan pekerja yang berangkat dalam keadaan siap.
“Perlidungan pekerja Indonesia di luar negeri bahkan bukan tenaga kerja tetapi pekerja, kalau sudah dalam posisi pekerja dia terlatih dan terdidik, dan hubungannya seperti upah dan haknya,” terang Rieke.
Perempuan asal Jawa Barat itu mengatakan, saat ini rancangan kedua undang-undang itu masih terkatung-katung di parlemen. Hal ini lantaran tak ada keseriusan dari sejumlah partai untuk menuntaskan undang-undang tersebut.
“Jadi persoalan saya harus mengatakan DPR tidak independen, dia hanya perpanjang tangan partai, jadi bicara parlemen hanya soal perpestif partai bukan masyarakat, ini yang kemudian selama 5 tahun ini kita dorong itu tidak bisa,” terang Rieke.
Rieke mengatakan seharusnya persoalan legislasi sudah dibahas masing-masing partai, saat rapat kerja nasional partai. Sehingga ketika masuk ke parlemen sudah ada bekal legislasi yang dibawa.
“Saya berharap ke depannya ada gerakan parlemen, karena tidak bisa mendorong peranggota, ini ingin masuk acara nasional partai,” kata Rieke.
Sementara Koordinator Program Solidaritas Perempuan Puspa Dewi menilai banyak dinamika di parlemen ketika membahas perlindungan buruh perempuan baik di dalam dan luar negeri. Hal ini lantaran parlemen melihat persoalan tenaga kerja hanya dari sudut pandang komoditas bisnis.
“Karena kita melihat beberapa kali kita mendiskusi paradigma dari parlemen masih menganggap pekerja ini hanya komoditas jadi, sehingga persoalan penempatan lebih utama dari pada perlindungan,” terang Dewi.
Inilah yang menjadi yang perhatian Dewi agar DPR dan pemerintah tak hanya melihat aspek penempatan dalam persoalan pekerja perempuan ini.
“Paradigma ini sangat menentukan sendiri daripada isi kebijakan tersebut, salah satu kenapa terhambat kita melihat draft RUU yang dibangun belum sepenuhnya memberikan perlidungan,” ujar Dewi.
Langkah selanjutnya menurut Dewi dalam RUU tersebut, pemerintah harus didorong untuk mengambil alih persoalan TKI baik dari proses pemberangkatan hingga pemulangan. Tak seperti selama ini ruang pengurusan TKI dialihkan ke PJTKI.
“Ruang mereka sangat besar, ini yang sedang kita perjuangan, bagaimana peran swasta dibatasi, kita ingin mengembalikan peran itu ke negara dimana proses sejak berangkat dan pulang menjadi tanggung jawab negar,” kata Dewi.
Dewi masih optimis parlemen baru ini akan mampuh menghasil undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan baik domestik maupun luar negeri.
Optimis harus, kalau kita melihat peluang tetap ada, ini menjadi peluang bagaimana perlindungan terhadap buruh migran dan keluarganya dapat terpenuhi kita lihat kordinasi pemerintah dengan parlemen ada peluang, tinggal upaya itu harus lebih kuat lagi,” pungkas Dewi.
Sumber : KBR68H