
Lambatnya Penyelesaian Satgas PPKPT pada Kasus Kekerasan Seksual di BEM FEB UPNVJ
Kasus kekerasan seksual di UPNVJ yang melibatkan fungsionaris BEM FEB UPNVJ mencuat, alur birokrasi yang lambat, serta pergantian kepengurusan Satgas PPKPT menjadi kendala utama dalam penyelesaiannya.
Aspirasionline.com – Mencuatnya isu tindakan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) melibatkan salah satu fungsionaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UPNVJ. Hal itu mulai ramai diperbincangkan pada salah satu cuitan akun menfess @YUPIEN_FESS di aplikasi X pada 8 Oktober 2024 lalu.
“Ngomongin soal masalah anak FISIP, jangan kaget kalo di mene (Manajemen) 23 juga ada pelaku KS (kekerasan seksual) dari anak BEM FEB. Doi masih punya muka buat kuliah tuh sampe sekarang,” tulis cuitan di akun tersebut.
Menanggapi hal ini, Fadhil Alfarisi dan Muhammad Faturrohman Arkaan selaku Ketua BEM dan Wakil Ketua BEM FEB UPNVJ 2024 menyatakan telah menerima laporan kasus tersebut.
Berdasarkan keterangan Arkaan, kasus tersebut harus berawal pada Bulan Maret 2024, lalu mencuat kembali melalui postingan yang tersebar di sosial media.
“Awal-awal ada report di Q1 itu di (bulan) Maret, itupun masih kabar-kabar burung. Itu sudah mulai kita investigasi, tapi mencuat lagi yang paling parah itu pas menfess. Jadi dari situ baru tiba-tiba semua orang langsung ngasih tau kita informasi detail nya,” ujar Arkaan kepada ASPIRASI pada Senin, (30/12).
Tak lama setelah laporan kasus kekerasan seksual diterima, Arkaan menyatakan bahwa BEM FEB segera melakukan investigasi dan tidak ada niat untuk diperlambat. Dimulai dengan mencari tahu dugaan pelaku dan berkoordinasi bersama pihak-pihak terkait.
Di kesempatan yang sama, Fadhil menjelaskan bahwa kasus ini telah diserahkan ke Dekanat FEB UPNVJ untuk proses mediasi dan dilanjutkan kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UPNVJ.
“Maka dari itu kita berkoordinasi dengan dekanat untuk membantu korban menyelesaikan permasalahannya dengan nantinya dekanat menekan satgas PPKS agar ini (investigasi) dilanjutkan lagi gitu,” kata Fadhil kepada ASPIRASI pada Senin, (30/12).
Tak lama kemudian, Press Release BEM FEB UPNVJ pada 7 November 2024 di laman Instagram @bem_febupnvj dipublikasi mengenai pemberhentian tidak hormat kepada fungsionaris BEM FEB yang terduga sebagai pelaku tindak kekerasan seksual.
Fadhil menegaskan rilis pers yang dikeluarkan merupakan bentuk transparansi dari penanganan tindak lanjut secara tegas yang diberikan kepada terduga pelaku.
“Pemberhentian secara tidak hormat juga adalah bagian akuntabilitas dari BEM FEB sendiri dan tuntutan dari korban juga ujungnya,” jelas Fadhil.
Lambatnya Alur Birokrasi, Terdampak Pergantian Kepengurusan Satgas PPKPT
Berdasarkan penelusuran ASPIRASI, kala ini Satgas PPKS berubah nama menjadi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) setelah perubahan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024.
Sampai pada saat ini, proses penyelesaian kasus kekerasan seksual ini dengan konsiliasi antara orang tua korban dan pelaku dengan pihak dekanat terhambat sampai pada penanganan ke pihak Satgas PPKPT. Hal tersebut dibenarkan oleh Arkaan bahwa alur birokrasi yang lambat membuat penyelesaian kasus kekerasan seksual ini mandek.
“Tapi dari birokrasi kita yang menghambat itu semua, padahal pas BEM turun dan MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) turun dalam waktu seminggu, dua minggu ini bisa selesai, tapi birokrasi nya itu, dekanat nya udah gerak, tapi Satgas nya begitu lagi,” ungkap Arkaan.
Koordinator Satgas PPKPT UPNVJ, Rosalia Dika Agustanti, menuturkan bahwa penundaan penanganan diakibatkan adanya tekanan dari pihak eksternal dan momen bersamaan dengan pergantian birokrasi satgas yang baru.
“Waktu itu sempat maju mundur mungkin karena banyak tekanan atau banyak kaya campur tangan pihak-pihak eksternal yang nge-dm (direct message) dengan kata-kata yang kasar atau sampai pada akhirnya di momen pergantian satgas,” jawab Rosalia kepada ASPIRASI pada Selasa, (31/12).
Pergantian kepengurusan dan birokrasi Satgas yang berlangsung lama –kurang lebih selama dua bulan–, menyebabkan ketidakefektifan penanganan kasus ini selama masa kekosongan.
“Pergantian Satgas itu kan saya rasa cukup panjang waktunya ya. Jadi kita memang benar-benar tidak ada bekerja dalam tanda kutip ‘apapun itu’ ada mungkin dua bulanan, abis itu September kita nggak efektif,” ungkap Rosalia.
Tindak Lanjut Satgas PPKPT UPNVJ dalam Penyelesaian Kasus
Sebelumnya kasus kekerasan seksual ditangani oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) UPNVJ berdasarkan laporan dari orang tua korban. Namun, Satgas PPKPT kembali menawarkan diri untuk menangani persoalan tersebut dan melakukan investigasi pada 2024 lalu.
Berdasarkan keterangan Rosalia, Satgas memulai dengan pemanggilan ibu korban untuk mendapatkan informasi awal terkait alat bukti atau barang bukti yang tersedia. Dari keterangan tersebut, ditemukan sejumlah bukti, termasuk video yang menjadi salah satu petunjuk utama, serta hasil pemeriksaan dari rumah sakit terkait kondisi psikologis korban.
Setelah bukti awal dikumpulkan, Satgas melakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan validitas bukti yang diberikan dengan melakukan konfirmasi kepada beberapa pihak terkait, termasuk memanggil korban yang didampingi oleh ibunya. Dalam pertemuan tersebut, korban menceritakan kejadian secara rinci dari awal hingga akhir.
Setelah memperoleh informasi dari korban dan ibunya, Satgas memanggil terduga pelaku untuk dimintai keterangan. Penting untuk dicatat bahwa pada tahap ini, status yang diberikan masih sebagai terduga pelaku, mengingat belum adanya keputusan hukum terkait keterlibatannya.
“Jadi terduga pelaku kami panggil, kami tanyai berdasarkan keterangan dari ibu dan korban,” kata Rosalia.
Berdasarkan hasil investigasi dengan pemanggilan pelaku, korban, maupun saksi, pelaku kekerasan telah terbukti melanggar Peraturan Menteri No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, yang juga terindikasi kekerasan fisik dan psikis.
Melalui serangkaian proses investigasi hingga tahap pemberian rekomendasi, Satgas PPKPT menyusun dan mengajukan surat formula kesimpulan dan rekomendasi—memuat bukti dugaan hasil pemeriksaan serta rekomendasi tindak lanjut—kepada rektor pada 5 Desember 2024.
“Sudah jelas dia (pelaku) sudah memenuhi beberapa jenis kekerasan yang diatur di Permen (Peraturan Menteri) yang baru. Kita gak menindak dia karena yang memberikan sanksi hukuman kan pasti pihak perguruan tinggi,” jelas Rosalia.
Namun hingga saat ini, Rosalia menyatakan bahwa Satgas PPKPT belum menerima tanggapan dari pihak rektorat.
“Jadi kalo gak salah, kami ngajuin surat itu tanggal 5 Desember 2024, tapi sampai sekarang saya merasa belum mendapatkan hasil dari rekomendasi tersebut atau jawaban dari pimpinan,” tandas Rosalia.
Reporter : Fitrya Mg, Nazhif Mg | Editor: Azaliya.