Mahkamah Rakyat Luar Biasa: Wujud Pengadilan Berpihak pada Rakyat

Nasional

Lahirnya Mahkamah Rakyat Luar Biasa sebagai jawaban atas nihilnya aspirasi rakyat dan ketidakmampuan para penegak hukum dalam menjalankan konstitusional di Indonesia. 

Aspirasionline.com – Peristiwa-peristiwa yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun belakangan membuat masyarakat berkaca bahwa reformasi yang begitu diagung-agungkan tampaknya tidak seindah yang dibayangkan. 

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menanggapinya melalui konferensi pers terkait Penyelenggaraan Mahkamah Rakyat Luar Biasa pada Selasa, (7/5) di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat.

Fokus diadakannya konferensi pers ini ialah nawa (sembilan) dosa di dalam rezim Jokowi, dengan gerakan-gerakan yang memelihara perlawanan secara kolektif, dengan harapan para rezim yang berkuasa akan sadar bahwa masyarakat selalu mengawasi.

Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI, Zainal Arifin mengungkapkan bahwa kerap kali aksi yang dilakukan masyarakat di berbagai kota memberikan keluhan-keluhan akibat pemerintahan rezim, namun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semestinya merepresentasikan rakyat justru tidak pernah menghiraukan.

Mahkamah Rakyat dibentuk sebagai respons masyarakat yang melihat situasi politik dan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tak sedikit kebijakan yang pada akhirnya melahirkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM), serta memundurkan demokrasi hingga mengingkari prinsip negara hukum. 

“Mahkamah rakyat ini dilaksanakan untuk merespons situasi-situasi politik dan hukum secara nasional, setidaknya selama pemerintahan rezim oligarki Presiden Jokowi,” ungkap Zainal di depan para audiens yang menghadiri konferensi pers pada Selasa, (7/5).

Zainal juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak konstitusional penting digelar oleh Mahkamah Rakyat, mengingat Mahkamah Konstitusi tidak memiliki mekanisme dan wewenang untuk memeriksa perkara yang telah rakyat ajukan sebagai bentuk komplain. 

Oleh karena itu, Mahkamah Rakyat hadir dalam memeriksa perkara ketika terjadi pelanggaran konstitusional atas kebijakan yang dilakukan oleh negara sekaligus untuk menunjukkan serta mempertegas kedaulatan rakyat. 

Nawa Dosa Perlawanan dari Nawa Cita Rezim Jokowi

Selama dua periode pemerintahan Jokowi berjalan, telah dipertontonkan secara vulgar korupsi dan konflik kepentingan. Tak sedikit kebijakan dibuat bengkok demi kepentingan oligarki atau kepentingan modal. 

Nawacita sebagai sembilan prioritas pembangunan lima tahun ke depan yang dibuat oleh Presiden Jokowi dinilai menurunkan berbagai standar perlindungan baik untuk lingkungan, pekerja, dan termasuk layanan-layanan dasar.

Ahmad Ashov Birry selaku perwakilan dari Bersihkan Indonesia (BI) menegaskan bahwa sebagai perlawanan Nawacita Jokowi, ditetapkan Nawa Dosa oleh Mahkamah Rakyat yang isinya sembilan dosa Rezim Jokowi. Tujuannya menunjukkan kemunduran pembangunan yang ternyata masih banyak ditinggalkan. 

“Kita coba untuk menunjukkan kepada publik terus menerus, bahwa di balik gegap gempita gilang gemilang berbagai infrastruktur fisik yang dibangung ternyata banyak yang ditinggalkan,” pungkas Ahmad pada kesempatan yang sama. 

Di sisi lain, perwakilan dari Transparency International Indonesia, Bagus Pradana, mengelaborasi satu dari sembilan dosa tersebut, yakni eksploitasi sumber daya alam dan solusi palsu untuk krisis iklim, ketika kepastian hukum dan bisnis dalam pemerintahan menjadi perhatian bagi Mahkamah Rakyat.

“Sumber Daya Alam yang paling berisiko ada di sektor batu bara dan sektor nikel. Praktik revolving door (Keluar-Masuk pintu pejabat dan pebisnis) pasca revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi new normal, dan ini menjadi concern bagi rekan-rekan dari Mahkamah Rakyat,” ujar Bagus.

Mendukung pernyataan Bagus, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil juga mengungkapkan data yang dicatat sejak 2011 sampai 2024 di Kalimantan Timur, terdapat lubang-lubang tambang menelan korban sekitar 47 anak-anak yang mati tenggelam. 

“Industri tambang ini tidak hanya lekat dengan praktik curang korupsi di proses perizinannya, tidak hanya menciptakan pencemaran dan kerusakan lingkungan, akan tetapi ternyata kian hari menjelma menjadi sebuah makhluk yang sangat predatorik membunuh,” tukasnya pada Selasa, (7/5).

Tidak berhenti sampai disitu, Nawa Dosa selanjutnya, menurut perwakilan dari KontraS, Dimas Bagus Arya, yakni kejahatan, kemanusiaan, dan pelanggaran impunitas yang melanggung bebas selama pemerintahan Rezim Jokowi. 

Politik impunitas ini sebagai anomali dalam negara hukum yang menghormati dan juga menghargai prosedur  hukum yang baik, yang berujung pada gagalnya perangkat institusi hukum dalam memberikan hukuman kepada pelanggar.

“Ada ruang-ruang akses kebenaran dan keadilan yang masih absen diberikan atau masih absen difasilitasi oleh rezim pemerintahan Jokowi,” ujar Dimas pada Selasa, (7/5). 

Lebih dari itu, adapun isu korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi bagian yang paling melekat di rezim Jokowi. Selama dua periode menjabat, menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi banyak terlibat dalam korupsi yang setidaknya merugikan Rp234 triliun.

Pada kesempatan yang sama, Yaser Aulia selaku perwakilan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan tidak adanya sense urgent yang dimiliki presiden dalam pemberantasan korupsi.

“Ketimbang memperkuat penegakan hukum, pemerintahan Jokowi sendirilah yang memotong taring atau taji dari pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Yaser juga menyinggung terkait konflik kepentingan yang mulai dinormalisasi, yaitu menyoal isu rangkap jabatan yang dilakukan secara terang-terangan oleh jajaran pemerintahan Jokowi.

Pembajakan legislasi juga dilakukan oleh rezim oligarki Jokowi. Tindakan yang secara substantif salah dan melanggar hukum, diubah kebijakannya seolah-olah tidak ada yang dilanggar dan dilegalkan.

“Pembentukan kebijakan, pembentukan undang-undang, dan tata kelola pemerintahan secara umum sangat tidak transparan, terkesan justru ditutup-tutupi, dan sekalinya banyak upaya-upaya publik untuk mendobrak ketertutupan itu, justru kita dihadapkan dengan serangan balik,” ungkap Yaser.

Panggilan Mahkamah Rakyat kepada Para Tergugat

Sidang Mahkamah Rakyat diselenggarakan bukan tanpa sebab, banyaknya pelanggaran yang kemudian tidak diadili telah dilakukan oleh rezim Jokowi, sehingga Mahkamah Rakyat bergerak dengan mengundang para tergugat.

Selaras dengan hal tersebut, Meila Nurul Fajriah selaku perwakilan dari YLBHI menjelaskan bahwa Mahkamah Rakyat bergerak dalam upaya memberikan perlindungan-perlindungan dan hak yang tidak bisa didapatkan secara konstitusional. 

Mahkamah Rakyat akan menyidang seluruh aduan dengan para tergugat utamanya yang tak lain dan tak bukan adalah pemerintahan yang berada dalam rezim Jokowi beserta partai politik yang tidak berpihak kepada masyarakat.

“Panitia penyelenggara Mahkamah Rakyat Luar Biasa akan memanggil para tergugat secara resmi lewat surat, yang pastinya mereka juga harus menjawab dari panggilan kami,” tegas Meila pada Selasa, (7/5).

Panggilan oleh Mahkamah Rakyat ini nantinya akan dilaksanakan pada tanggal 5 Juni dengan Jakarta sebagai titik utamanya, serta di beberapa daerah sebelumnya Mahkamah Rakyat telah diselenggarakan untuk pengambilan keterangan dari berbagai pihak saksi maupun korban.

Berbagai macam pengaduan yang diterima oleh Mahkamah Rakyat sendiri juga didapatkan dari pengaduan atau komplain masuk melalui surel yang telah disediakan oleh Mahkamah Rakyat dan terbuka untuk publik.

“Sebagai permulaan bahwa Mahkamah Rakyat Luar Biasa secara resmi diluncurkan, dan seluruh prosesnya akan dimulai dengan pemanggilan para tergugat dalam waktu dekat,” pungkas Meila.

 

Foto: ASPIRASI/Fabiana, Mg.

Reporter: Hanifah, Mg, Fabiana, Mg | Editor: Rara Siti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *