Urgensi Aturan Mengenai Ketentuan Penulisan Nama pada E-KTP

Nasional

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah mengesahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 terkait aturan baru dalam penulisan nama di dokumen kependudukan.

Aspirasionline.com – Pada 21 April 2022 lalu, Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah mengesahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang penulisan nama dalam dokumen kependudukan, termasuk Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Aturan baru tersebut mencakup nama penduduk yang tidak boleh lebih dari enam puluh karakter dengan minimal nama dua kata.

Tujuan aturan baru ini adalah untuk memudahkan proses administrasi dimana dalam penulisan nama di e-KTP hanya disediakan sebanyak enam puluh karakter. Seperti halnya pembuatan passpor yang juga memiliki ketentuan menggunakan nama dengan minimal dua kata.

Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, Wirdan Kurniawan, mengatakan kebijakan ini dibuat karena adanya keterbatasan pada sistem yang dimiliki maupun pada format dalam formulir yang tersedia. Selain juga meminimalisir kesalahan administrasi akibat nama yang terlalu panjang.

“Baik dalam formulir maupun sistem, kita masih kesulitan untuk mengkoordinir nama yang lebih dari enam puluh karakter, jadilah kebijakan ini dibuat,”  jelas Wirdan ketika diwawancarai oleh Aspirasi Jumat, (08/06) lalu.

Hal itu juga ditambah dengan kebiasaan masyarakat Indonesia menggunakan kata yang bermakna negatif hingga cenderung multitafsir ketika memberikan penamaan. Oleh karena itu menurut Wirdan, akhirnya dibuatlah aturan ini. 

“Masih banyak nama yang menimbulkan pertentangan di masyarakat seperti multitafsir, misalnya di daerah A nama tersebut memiliki arti yang bagus, tapi di daerah B nama tersebut memiliki arti yang negatif,”  terang Wirdan.

Namun, belum lama juga berlaku, aturan baru ini sudah menimbulkan banyak suara kontra di masyarakat. Salah satunya adalah Nurain, ia justru mempertanyakan urgensi dari lahirnya kebijakan baru ini.

“Negara terlalu ngurusin hal yang kurang penting, seharusnya saat ini fokus mereka pada harga minyak yang meroket bukan nama di ktp masyarakat,” jelas perempuan yang sehari-harinya berjualan lauk matang tersebut ketika diwawancarai pada Rabu, (01/06).

Nurain juga menolak untuk melakukan perubahan pada namanya. Selain karena dirinya tidak memiliki kepentingan untuk membuat dokumen seperti passport, dirinya juga menolak dengan alasan namanya saat ini merupakan peninggalan orang tuanya.

“Nama ini peninggalan orang tua saya, tidak mungkin saya mengubah nama saya hanya karena kebijakan pemerintah” tegas wanita yang tinggal di daerah Jakarta Timur tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Wirdan menjelaskan bahwa peraturan ini berlaku untuk ke depannya. Jadi untuk masyarakat yang namanya sudah tercatat tetapi tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan yang baru tidak diwajibkan untuk mengganti. 

“Aturan ini kan untuk ke depan ya, jadi pada setelah disahkan itu baru berlaku, sementara yang kebelakang (yang sudah tercatat, red.) boleh kita katakan ketelanjuran ya gapapa (tidak usah diganti, red.),” tegasnya.

Wirdan juga sempat mengatakan bahwa tentu ke depannya akan diadakan evaluasi dalam hal implementasi aturan ini. Ia berpendapat masih terlalu dini untuk memberikan penilaian atau kesimpulan akan lahirnya peraturan baru ini.

“Berhubung aturan ini masih baru tentu kita akan menjadi sangat terjal sangat dini kalau misalkan kita mengambil kesiumpulan apakah sudah cocok atau belum,” tutupnya.

Reporter : Fitrya Anugrah, Tiara Ramadanti. | Editor : Tegar Gempa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *