
Persiapan Jurnalis dalam Meliput Konflik dan Fotografi Konflik
Hari kedua rangkaian Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa ke-37 yang bertajuk “Membingkai Konflik dalam Pemberitaan Jurnalistik”, membahas mengenai ‘Framing dalam Penulisan Konflik’ yang dilengkapi dengan pembahasan ‘Fotografi Jurnalisme Konflik’.
Aspirasionline.com – Pada Minggu (15/05), rangkaian PJM kembali diselenggarakan. Pada hari kedua ini, materi PJM terbagi menjadi dua sesi. Materi pertama dibawakan oleh Agus Sudibyo selaku Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers.
Pada awal pemaparan, Agus membawa para peserta hanyut dalam ceritanya mengenai berbagai kejadian konflik baik di kancah nasional maupun internasional. Agus memulai ceritanya melalui kejadian konflik pada tahun 2009, di India yaitu peristiwa Mumbai Boom, yang salah satunya membombardir Taj Mahal Hotel kala itu.
Ketika para teroris, sebagai pihak penyebab konflik selesai melakukan operasi dan ingin keluar, pasukan anti terror telah menghadang di depan Taj Mahal Hotel, sehingga para teroris terjebak didalamnya.
Para teroris tak lagi memiliki akses informasi apapun saat itu, namun melalui breaking news yang disiarkan oleh para wartawan India, yang membantu para teroris untuk mengkalkulasikan keadaan dan mempersiapkan serangan berikutnya.
“Media tanpa disadari dapat menjadi intensifier of conflict,” Ujar Agus pada saat pemaparan materi Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa ke-37
Lebih lanjut, Agus menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan pada peliputan konflik, dimulai dari, media massa yang harus senantiasa curiga kepada pihak yang terlihat aktif, selalu memeriksa informasi dan pernyataan, menghitung dampak berita, hingga menghindari posisi indensifier of conflict.
“Seringkali, kelompok yang memiliki kepentingan dalam konflik, memanfaatkan media sebagai sarana untuk melakukan propaganda terhadap pihak lainnya,”jelas Agus
Kemudian, agenda webinar berlanjut pada pemaparan materi sesi kedua, yang disampaikan oleh Adek Berry selaku Fotografer Agence France Presse. Pada pemaparannya, Adek menyampaikan mengenai berbagai persiapan jurnalis foto dalam meliput konflik, yang dimulai dengan mempersiapkan gears (dua atau tiga kamera body), lensa dasar, tas punggung yang kuat, alat transmisi pengirim gambar serta obat-obatan pribadi.
Baginya, Jurnalis foto tidak saja perlu mengetahui background perkembangan konflik di wilayah yang diliput. Namun, juga perlu memiliki keterampilan lapangan sebagai frontliner yang face to face ketika konflik berada di antara kelompok yang bertikai.
“Jurnalis foto memberitakan suatu konflik dengan selembar foto. Untuk itu berbagai pesiapan Jurnalis foto sangat diperlukan,” jelas perempuan berjilbab tersebut pada Minggu (15/05).
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta lantas antusias untuk mengajukan pertanyaan kepada dua pembicara yang kompeten di bidangnya masing-masing.
Salah satunya yaitu Agis Aeni yang juga menjadi penanya terbaik di hari kedua pelaksanaan PJM ke-37. Ia menanyakan perihal cara membuat berita yang menarik, tetapi tetap relevan dengan fakta di lapangan dan didasampaikan secara komprehensi dan proporsional.
Pertanyaan tersebut lantas langsung dijawab oleh Agus setelah moderator mempersilahkannya untuk menjawab. Tak hanya bertanya, Agis juga menyampaikan kesannya setelah mengikuti rangkaian PJM ke-37 selama dua hari.
“Webinar kali ini cukup berkesan bagi saya pribadi, bisa mengenal orang luar, dan mendapat ilmu dari mereka merupakan suatu hal yang patut saya syukuri,” ujar Agis saat diwawancara ASPIRASI pada Selasa, (17/5).
Setelah sesi tanya jawab selesai, moderator lantas menutup acara tersebut dengan berfoto bersama-sama.
Reporter: Rahmi Anisah. | Editor: Azzahra Dhea.