Transformasi LPM Suara USU Menjadi BOPM Wacana

Lintas Kampus

Setelah ‘dipecat’ oleh pihak kampus, pengurus ex-Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Universitas Sumatera Utara (USU) muncul kembali dengan nama Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana

Aspirasionline.com – Pada Maret 2019 lalu, LPM Suara USU —sebuah lembaga pers mahasiswa di USU— menerbitkan cerpen dengan judul “Ketika Semua Menolak Kehadiranku di Dekatnya” yang ditulis oleh Yael Stefany di laman LPM Suara USU. Buntut dari tulisan tersebut, Rektor USU memecat seluruh pengurus LPM Suara USU lantaran menganggap cerpen ini sarat akan mendukung kehadiran orang LGBT.

Kasus ini juga sempat berlanjut ke ranah hukum. Namun gugatan LPM Suara USU atas Surat Keputusan (SK) Rektor USU mengenai pemecatan seluruh pengurus LPM Suara USU yang berjumlah 18 anggota ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (14/11/2019).

Baca juga: Jajaran Redaksi LPM SUARA USU Dipecat Rektor Usai Memosting Cerpen LGBT

Berangkat dari putusan hakim tersebut, Pemimpin Umum LPM Suara USU Yael Stefany dan kawan-kawan akhirnya berpikir untuk kembali melanjutkan perjuangan dengan kembali menghasilkan karya dan tulisan.

“Dari situ, kami membuat BOPM Wacana,” kata Yael ketika dihubungi ASPIRASI pada Senin, (18/5).

Terlahir secara de facto tanggal 3 Januari silam, Yael menyebut BOPM Wacana tidak menjadi media mahasiswa di bawah kampus sebagaimana LPM Suara USU sebelumnya, melainkan menjadi sebuah badan otonomi dan independen di lingkup kampus.

“Untuk saat ini kami adalah badan otonom, secara keorganisasian secara dana kami kelola sendiri, kami tidak dapat kucuran dana dari manapun,” jelas Yael.

Yael mengungkapkan alasannya menjadikan BOPM Wacana sebagai sebuah organisasi yang berdiri secara otonom disebabkan karena kemustahilan untuk mengajukan kembali LPM  kepada pihak kampus. Lebih lanjut, menurut Yael, pihak pengurus LPM Suara USU juga membutuhkan wadah untuk kembali menyalurkan hobi dan bakat mereka. Yael pun tak menafikan nantinya akan lebih mendapat represif ketika pers mahasiswa ini berdiri kembali.

“Ketika kami menjadi badan otonom, kami akan lebih mendapat represi, bukan dari pihak kampus semata tapi dari pihak luar kampus juga,” ungkap Yael.

Yael bercerita, awalnya BOPM akan dijadikan lembaga berbadan hukum. Namun Yael berpendapat mengingat proses hukum yang begitu lama, akhirnya niat tersebut diurungkan terlebih dahulu. Secara kepengurusan, Yael menyebut tidak ada perubahan berarti dalam susunan kepengurusan LPM Suara USU saat mereka mengubahnya menjadi BOPM Wacana.

“Hanya saja ada beberapa anggota yang memilih berhenti karena enggak tahan sama perjuangan kemarin dan enggak ada pihak luar yang masuk dalam kepengurusan ini nanti,” kata Yael.

Dalam hal redaksional, Yael juga menyebut tidak ada perubahan berarti. Pihaknya akan tetap fokus dalam penulisan berita online.  Dalam hal standar penulisan juga tak terdapat perubahan. Yael menyatakan bahwa kejadian pemecatan pengurus LPM Suara USU justru membuat BOPM Wacana semakin bersemangat untuk kembali berkarya khususnya dalam dunia penulisan.

“Kami ingin wadah ini tetap ada, dan ini menjadi tempat belajar lagi untuk menulis dan jurnalis. Biar jangan lagi ada pembungkaman-pembungkaman seperti ini,” tutupnya kepada ASPIRASI.

Foto: Google

Reporter: Satrio Mg. | Editor: M. Faisal Reza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *