Menjadi Relawan Edukasi dan Aksi Sosial di Tengah Pandemi Covid-19
Ketika stigma negatif terhadap pasien Covid-19 kian berkembang di masyarakat, peran relawan untuk mengedukasi dan mengentas stigma tersebut sangat diperlukan.
Aspirasionline.com − Masyarakat dunia saat ini sedang dihadapi oleh menyebarnya Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) yang semakin masif, tak terkecuali Indonesia. Hingga tulisan ini dibuat, per (16/4), dilansir dari covid19.go.id, total sudah ada 5.516 orang yang positif terjangkit Covid-19.
Hal ini menjadi tantangan bersama, termasuk bagi tenaga medis yang berjibaku di garis depan untuk mengatasi virus tersebut. Selain itu, keberhasilan untuk mengatasi virus tersebut juga dibarengi dengan dukungan masyarakat. Salah satunya dengan menjadi relawan edukasi dan aksi sosial saat pandemi Covid-19.
Lewat diskusi daring bertajuk “Bagaimana Beraksi Sosial Lewat Social Media?” yang diselenggarakan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Universitas Gajah Mada (UGM) dan tim Health Promotion University (HPU) UGM pada Selasa (7/4), Tirta Mandira Hudhi atau yang kerap disebut Dokter Tirta memberikan penjelasan terkait relawan edukasi dan aksi sosial.
Tirta menjelaskan, relawan itu ada dua jenisnya, yakni relawan medis dan non-medis. Menurutnya, tugas-tugas relawan ini harus terorganisasi satu dengan yang lainnya.
Lebih lanjut, Tirta mengatakan bahwa Covid-19 tidak bisa ditangani jika hanya memfokuskan pada kurasi atau penyembuhan semata. Sebab, yang menjadi garda terdepan dalam penangan Covid-19 terbagi dalam dua jenis. Pertama, orang-orang yang berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kedua, fasilitas kesehatan yakni tenaga medis.
“Saat ini yang paling penting adalah memutus rantai infeksi Covid-19. Pemutusan rantai infeksi tersebut yang dilakukan oleh pemerintah serta didukung oleh relawan medis dan nonmedis,” jelas Tirta.
Tirta menjelaskan bahwa relawan medis dapat bergerak di fasilitas kesehatan untuk berhadapan langsung dengan pasien yang positif Covid-19. Sedangkan untuk relawan non medis dapat berguna di bagian preventif dan edukasi.
Tugas Relawan Edukasi dan Aksi Sosial
Dalam diskusi ini, Tirta juga menyebutkan tugas relawan terbagi menjadi lima bagian. Pertama, memastikan edukasi ke masyarakat mengenai pola hidup bersih sehat.
“Jadi kalian kalau mau edukasi ke masyarakat, kalian harus hafal mengenai pola hidup bersih sehat,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM ini.
Menurut Tirta, hal ini tentunya juga berlaku bagi relawan tenaga medis maupun non medis, seperti bagaimana cara cuci tangan yang baik dan benar, etika batuk, dan larangan untuk tidak meludah sembarangan.
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah mengenai penggunaan masker kain untuk semua orang. Berdasarkan data statistik dan jurnal Centers for Disease Control and Prevention (CDC), masker kain memiliki potensi untuk mengurangi infeksi sampai 72 persen.
“Jadi semua orang yang masih di luar wajib memakai masker kain. Sedangkan untuk tenaga medis menggunakan masker N95 dan surgical mask,” ujar Tirta.
Ketiga, donasi kepada tenaga medis disarankan tidak berupa Alat Pelindung Diri (APD). Menurutnya, donasi APD dan Hazmat Suit sangat banyak, tetapi tidak memenuhi standar yang dibutuhkan. Tirta juga berkata seluruh donasi yang telah dikumpulkan bisa diserahkan ke mahasiswa kedokteran, atau tenaga dokter yang tidak praktek di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Salah satunya adalah dokter edukasi seperti Tirta.
Pada bagian keempat, Tirta juga menjelaskan bahwa kita harus memastikan nutrisi bagi para tenaga medis. Tirta menyampaikan hal itu bisa dilakukan dengan memberi makanan yang mengandung Vitamin B, B12, C, B kompleks, dan Zinc.
“Jangan memberi makanan yang cepat basi apalagi memberi minuman yang memacu adrenalin, seperti kopi,” jelas Tirta.
Yang terakhir, memastikan tidak adanya stigma negatif dalam masyarakat terhadap pasien yang terkena Covid-19.
“Kita harus mengedukasi masyarakat, bahwa mereka semua ini bukan suatu aib atau jauhkan stigma buruk, terutama jenazah (Covid-19, red),” ujar Tirta.
Foto: Google
Reporter: Dhea Mg.| Editor: Yurri Nurnazila