Kiprah Yesa untuk Pendidikan Bersama Komunitas ‘Kakak Asuh’
“Organisasi luar kampus merupakan salah satu cara untuk membuka pandangan mengenai dunia. Karena dunia itu luas dan tidak sebatas universitas atau apa yang ada di kampus,” ungkap Yesa.
Aspirasionline.com – Yesa Diansari Amalia Magdalena atau yang akrab disapa Yesa, merupakan salah satu penggagas Komunitas Kaka Asuh. Perempuan kelahiran 1999 ini sedari kecil tinggal dan menetap di Bekasi. Menamatkan tiga bangku sekolah di Bekasi, hingga akhirnya meneruskan pendidikan tinggi di kota hujan Bogor. Kini ia menekuni jurusan Komunikasi Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Yesa setiap harinya melewati kerumunan anak jalanan. Ia merasa terpanggil. Dilihatnya anak-anak itu hidup tanpa arah tujuan. Menghabiskan masa kecil di jalan. Menyandarkan hidup dari petikan gitar dan uluran tangan. Sebagai anak sulung di keluarga, ia membayangkan jika semua anak itu adalah adiknya.
Harapan Yesa tak begitu besar karena ia juga merasakan apa yang anak-anak itu rasakan. “Sederhana banget, gue cuma ingin banget nyelamatin mereka,” ungkap Yesa saat ditemui ASPIRASI pada Minggu, (8/3) lalu.
Tak hanya Yesa, temannya pun yang bernama Fakhri, Aldo, dan Gina pun merasa resah. Keresahan tersebut coba mereka curahkan ketika berkumpul dan melakukan obrolan kecil disela waktu kuliah. Keempatnya sama-sama memiliki mimpi untuk bisa berkontribusi dan membuat perubahan.
“Kita semua punya keresahan sendiri-sendiri yang kita ngerasa kayak okay ini alasan buat bentuk Komunitas Kaka Asuh,” terang mahasiswi semester 6 ini.
Keinginan awalnya Kakak Asuh didirikan bukan sebagai komunitas, namun sebagai sebuah lembaga memberikan beasiswa pendidikan. Namun keempatnya sadar, mereka belum memiliki kemampuan untuk hal itu. Mereka kemudian memfokuskan diri untuk membangun kepercayaan masyarakat.
“Kita cari dulu kredibilitasnya. Kalau orang-orang sudah percaya pasti orang-orang juga mau ngasih,” imbuhnya.
Perjuangan mereka berhasil, Yesa dan teman-temannya menuai hasil kerja kerasnya. Kaka Asuh berdiri di delapan wilayah, yaitu Jakarta, Depok, Bekasi, Yogyakarta, Bogor Kota, Bogor Dramaga, Jatinangor Bandung, dan Setia Budi Bandung. Jumlah pendaftar yang ingin bergabung pun cukup banyak, hingga mencapai 1300 orang.
Ruang Kontribusi yang Nyata
Kaka Asuh menurut Yesa adalah komunitas mengajar sekaligus ruang karya bagi mahasiswa. Yesa seakan menjawab pertanyaan dibenak mereka yang mempertanyakan hadirnya demo di kalangan mahasiswa. Ia kembali menegaskan kontribusi mahasiswa tak hanya melalui demo semata.
“Gue tuh pengen nunjukin kalau mahasiswa kerjanya enggak demo doang. Ya kayak lo gini juga kerjaan mahasiswa,” tambah Yesa.
Dalam pandangannya, mahasiswa adalah individu yang bebas melakukan apapun dan Kaka Asuh baginya adalah wadah untuk menuangkan hal itu. Yesa dan teman-temannya membuka pintu selebar-lebarnya dan menciptakan rasa kekeluargaan yang erat.
Pernah ia dan teman-temannya di kepengurusan Kakak Asus pusat mendapat kritik dari semua anggota. Kerja mereka dipertanyakan, padahal Yesa dan teman-temannya sampai hanya tidur dua jam untuk mengurus Kaka Asuh.
“Mereka bisa kayak gitu karena gue buka akses buat itu. Gue bikin mereka kayak ada di rumah, ketika lo ada di rumah lo bebas kan nentuin warna cat lo, barang apa yang ada di rumah lo dan ada apa di ruang tamu lo. Karena mereka berani kritik karena mereka merasa memiliki,” tutur Yesa menjelaskan.
Menurut Yesa, tantangan yang ia rasakan ketika menjalankan komunitas Kaka Asuh adalah perihal sulitnya membagi waktu. Ia juga ingin seperti mahasiswa lain yang bisa mengeksplor lebih jauh mengenai kampusnya. Yesa kemudian menjajal berbagai organisasi. Namun semua hal itu bisa ia atasi karena dukungan yang selalu diberikan oleh teman-temannya.
Yesa mengaku senang ketika dapat memiliki Kaka Asuh sebagai wadah untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. “Seneng aja, apa yang gue impi-impikan, bisa punya wadah buat mewujudkan hal itu dan sekaligus dikelilingi orang-orang baik,” tutup Yesa kepada ASPIRASI.
Reporter : Dilla Mg. | Editor : Ikhwan Agung.