Peran Lembaga Legislatif Universitas Mengenai Kebijakan Jam Malam
Peraturan yang sempat terabaikan kini kembali menjadi sorotan bagi Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Keluhan sudah disalurkan, namun mediasi belum bisa tercapai.
Aspirasionline.com – Pada gerbang keluar Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) terpasang spanduk ketertiban kehidupan kampus. Tertera dengan jelas sebuah Instruksi Rektor Nomor 1 Tahun 2016 bahwa kampus ditutup dari semua kegiatan mulai pukul 21.30 WIB dan dibuka kembali pada pukul 06.00 WIB. Hal tersebut dinilai menjadi pembatas gerak mahasiswa secara sepihak.
Mengenai pemberlakuan jam malam, mantan ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Muhammad Rifqi berpendapat bahwa sidak yang dilakukan pihak keamanan ketika waktu menunjukan pukul 22.00 WIB berlebihan. Karena tak hanya satpam yang ikut telibat dalam pengusiran mahasiswa, tetapi bagian kemahasiswaan hingga wakil dekan beberapa fakultas ikut hadir didalamnya.
“Seharusnya yang diusir itu bukan orang-orang yang di dalam UKM maupun Ormawa, tapi orang-orang yang bukan mahasiswa yang gak tau mau ngapain,” tutur Rifqi yang saat diwawancarai ASPIRASI masih menjabat sebagai ketua MPM pada Senin (27/11).
Menurut Rifqi, pihak rektorat kembali menegaskan tentang peraturan jam malam karena kekhawatiran akan pengedaran barang-barang ilegal seperti narkoba. “Kebanyakan stigma negatif rektorat terhadap anggota UKM maupun Ormawa itu, merekalah orang-orang yang ngedarin miras, narkoba, dan sebagainya,” jelas pria kelahiran Bogor tersebut.
Beberapa pihak UKM pun mengeluh perihal jam malam yang diberlakukan kembali setelah keluarnya Surat Edaran Nomor SE/098/UN61.2/2017 pada 20 November lalu. Salah satunya UKM Girigahana, Budi Ramadhan selaku ketua mengaku kurang setuju dengan adanya peraturan yang dikeluarkan secara sepihak oleh pihak rektorat ini. “Kemarin sempat izin ke warek (wakil rektor, red) III untuk persiapan acara menanam pohon diatas jam sepuluh malam, tapi tidak diizinkan,” keluh pria berbadan jangkung itu.
MPM sebagai satu-satunya lembaga legislatif tingkat universitas setelah mendapat keluhan dari beberapa mahasiswa langsung menghubungi wakil rektor (warek) II untuk mengadakan mediasi. Pada Selasa, 5 Desember kemarin, pihak MPM mengaku baru bisa menentukan tanggal dilaksanakan mediasi setelah Musyawarah Besar (Mubes) usai tanggal 7 Desember nanti.
Pria yang berstatus mahasiswa hukum itu pun menjelaskan bahwa pihak rektorat akan menyetujui diadakannya mediasi ini selama tidak mendadak. “Dari pihak warek II nya sendiri bilang kalau itu tergantung dari kita, beliau bisa-bisa aja. Yang penting kita tetapin tanggal berapa, jangan mendadak,” jawabnya ketika ditemui seusai Mubes pada Selasa (5/12). Ia menambahkan bahwa rencananya mediasi ini akan melibatkan perwakilan dari UKM dan Ormawa.
Rifqi berharap agar hasil mediasi nantinya tidak membebani mahasiswa dalam berorganisasi. Dengan adanya mediasi diharapkan tidak ada pembubaran secara paksa dari pihak keamanan ketika ada acara sampai malam. Kelak, yang akan mengadakan mediasi ini adalah MPM dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U) Periode 18. “Yang lebih bertanggungjawab itu periode selanjutnya. Untuk masalah birokrasi akan tetap saya lanjutkan,” tutupnya sore itu.
Reporter : Jovanka Mg. |Editor : Nadia