Seni Berpikir Jernih Melalui Pemahaman Cognitive Error

Resensi

Judul Buku : The Art of Thinking Clearly

Penulis : Rolf Dobelli

Tahun Terbit : 2013

Penerbit : An Imprint of Harper Collins Publishers

Halaman : 630

Dalam buku The Art of Thinking Clearly, Rolf Dobelli mengemas secara apik tentang apa itu cognitive error. Sebagai suatu kegagalan berpikir secara jernih yang umum dialami banyak orang.

Aspirasionline.com − The Art of Thinking Clearly merupakan buku yang mengajarkan para pembacanya untuk dapat memilih dan mengambil keputusan dengan jernih. Buku ini ditulis oleh Rolf Dobelli, seorang novelis dan pengusaha yang memiliki latar belakang di bidang filsafat ekonomi. Secara garis besar, buku ini membahas mengenai seni berpikir jernih melalui pemahaman cognitive error dalam kehidupan sehari-hari.

Cognitive error merupakan sebutan ilmiah untuk kegagalan berpikir secara jernih yang umum dialami banyak orang. Lebih dalam, cognitive error ialah penyimpangan logika atau akal pikir manusia menjadi irasional dan terjadi secara sistematis atau berulang. Kondisi tersebut tentunya dapat berpotensi merugikan aktivitas keseharian.

Oleh karena itu, Rolf Dobelli menulis buku ini dengan mengupas tuntas 99 bias dan ilusi pikiran yang seringkali menghambat proses pengambilan keputusan seseorang. Kemudian,  membantu pembacanya untuk tidak terjebak dengan kesalahan yang sama atau terjerumus dalam membuat kesalahan baru.

Karena pada hakikatnya, manusia ialah makhluk hidup yang tidak luput dari kesalahan dan sesat pikir. Namun, mereka diberi keistimewaan dari Tuhan, untuk dapat mengenali dan belajar menghindari kesalahan terbesar dalam berpikir.

Kendati buku ini telah menempati peringkat 1 penjualan terbaik di Eropa dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Serta turut menghadirkan berbagai perspektif dan pemikiran segar, bukan berarti 99 cognitive bias yang diuraikan dapat relevan untuk hidup semua orang.

Buku ini disajikan dengan bab-bab pendek yang dilengkapi dengan analogi dan realitas kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya. Buku ini juga dapat menjadi panduan seseorang dalam berpikir jernih dan membuat keputusan dari berbagai aspek kehidupan.

Cognitive Error dalam Kehidupan Sehari-hari

Cognitive error diartikan juga sebagai penyimpangan logika atau akal pikir manusia menjadi irasional dan terjadi secara sistematis atau berulang. Bias dan ilusi yang telah Rolf Dobelii sebutkan dalam buku ini, juga kerap ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Meliputi Survivorship Bias, Swimmer’s Body Illusion, Availability Bias, House-Money Effect, Feature-Positive Effect, dan Social Proof.

Survivorship bias ialah kekeliruan yang menyebabkan seseorang menyerah pada ilusi dan menganggap sangat kecilnya peluang kesuksesan. Dalam buku tersebut, penulis membuat pembaca menyadari, bahwa mereka tidak memiliki hak untuk sukses dengan apapun yang sedang mereka kerjakan.

Misalnya, tidak ada jaminan ketika seorang youtuber sukses dengan rutin mengunggah video blog-nya. Tetapi pada saat yang sama, satu-satunya cara untuk memiliki kesempatan sukses, dengan tidak berhenti.

Kemudian, Swimmer’s Body Illusion. Yakni, bias yang mengacaukan hubungan sifat dan hasil. Rolf Dobelli memberi analogi bahwa banyak orang yang mengira semakin sering seseorang berenang, maka tubuhnya akan terbentuk seperti perenang profesional.

Namun, pada kenyataanya, perenang mampu mencapai tingkat profesional karena lebih dulu memiliki tubuh yang ‘benar’. Dengan kata lain, lebih mudah untuk menjadi hebat dalam hal-hal yang secara alami dikuasai. Daripada hal-hal yang biasa saja, meskipun dilakukan dengan rutin.

Lebih lanjut, terdapat Availability Bias yang merupakan ilusi pikir dalam menuntun seseorang membuat keputusan berdasarkan informasi yang ada. tanpa diperiksa ulang kebenarannya. Misalnya, pesan berantai grup Whatsapp yang kerap memuat informasi hoax lebih sering digunakan sebagai basis data daripada rujukan-rujukan ilmiah yang telah terbukti kredibilitasnya.

House-Money Effect ialah suatu bias yang dapat membuat seseorang memandang remeh uang yang didapat dengan mudah atau tanpa kerja keras. Seperti dari hasil angpao, give away, sumbangan, dan sebagainya. Konsekuensinya, orang tersebut bisa dengan mudah pula menghabiskan uang itu secara tidak bijak. Hal ini seringkali terjadi berulang dan pada akhirnya hanya menyisakan rasa bersalah dan penyesalan.

Bias dan ilusi pikiran berikutnya ialah Feature-Positive Effect atau yang disebut sebagai efek fitur positif. Ialah kesulitan manusia dalam memahami sesuatu yang tidak ada. Bias ini akan membuat seseorang cenderung berfokus pada apa yang ada daripada yang tidak ada. Contoh sederhananya, orang akan mudah menyadari jika ada wabah pandemi, tapi tidak menghargai saat sedang tidak ada wabah pandemi.

Efek ini berimbas juga pada naluri manusia yang lebih terbuka dengan nasihat positif, misalnya lakukan X! daripada saran negatif, seperti lupakan Y!—meskipun saran tersebut bisa jadi membawa dampak positif.

Selanjutnya, Social proof, yakni kecenderungan manusia untuk mempercayai keyakinan atau suara mayoritas dari masyarakat atau orang-orang di sekelilingnya. Contoh dari ilusi pikiran ini ialah ketika seseorang dihadapkan dengan dua pilihan dalam pemilihan umum presiden.

Seseorang cenderung akan terpengaruh dengan pilihan orang tua, teman, guru, dan mayoritas orang di sekililingnya, tanpa mencoba untuk mempelajari terlebih dulu tentang dua pilihan tersebut. Dengan kata lain ia menganggap suara mayoritas sebagai kebenaran mutlak.

Foto: Google.

Penulis: Sekar Ayu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *