Revitalisasi Museum Wayang menyajikan budaya wayang dengan sentuhan teknologi modern. Bangunan bernuansa klasik khas belanda dipadukan dengan interior modern, menambah nilai estetika tersendiri yang menjadi daya tarik baru bagi para pengunjung.
Aspirasionline.com – Bus Transjakarta koridor 3H membawaku ke perbatasan antara barat dengan utara Kota Jakarta. Semilir angin menyambut kedatanganku, seakan tahu aku pernah bertamu sebelumnya.
Pijakan kakiku melambat, ikut menikmati pemandangan yang lama tak ku saksikan. Sepercik kenangan dari masa kecil terus teringat, diiringi terik sang surya yang cukup menyengat siang itu.
Sepanjang mata memandang, kanan dan kiri tersajikan bangunan-bangunan tua yang dibaluti suasana kolonial khas Belanda. Tempat ini seakan menjadi saksi bisu kejayaan dari pemerintahan hindia belanda pada saat itu.
Merasa belum puas menilik kenangan, aku berbelok untuk mengunjungi salah satu museum di kawasan Kota Tua Jakarta. Menengok ke sebelah kanan dari loket, aku disambut oleh dua wayang golek raksasa yang bernama Gatotkaca dan Pergiwa.
Suasana di museum wayang sejak terakhir kali aku berkunjung banyak yang berbeda dengan bangunan bagian dalam yang tampak dipoles ulang, memberi kesan ‘baru’. Hal serupa dirasakan oleh Dinda, salah satu pengunjung yang datang untuk menemani anak muridnya.
“Dulu kan udah lupa banget ya, karena udah lama banget tapi kalau misalkan sekarang lihatnya tuh lebih modern terus tempatnya lebih nyaman, dulu kan cuman wayang-wayang sekarang lebih banyak inovasinya, lebih kreatif juga kalau aku lihat,” ucap Dinda saat diwawancarai ASPIRASI, Sabtu, (19/07).
Bak barang yang mudah rapuh, koleksi-koleksi wayang tersebut diletakkan dalam lemari kaca atau vitrin sebagai pelindung. Peletakan koleksi dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan jenis wayangnya.
Mulai menelusuri lantai satu, aku menyusuri koleksi wayang kayu dari berbagai daerah di Indonesia. Pencahayaan berwarna kuning menambah nilai estetika tersendiri dengan suasana hangat dan tenang, seakan membawaku bernostalgia ke masa lalu.
Selain itu, koleksi topeng khas Indonesia dan pertunjukan diorama kisah ramayana juga membuatku terpukau akan detail visualisasi yang disajikan. Saat pengunjung semakin ramai berdatangan, aku mulai menaiki tangga kayu menuju lantai dua untuk melihat jenis wayang lainnya.
Tiap koleksi wayang yang dipajang terdapat barcode berisikan penjelasan lengkap dari masing-masing koleksi. Peta persebaran wayang serta linimasa perkembangan wayang juga ditampilkan dalam bentuk digital. Teknologi benar-benar berperan besar di sini.
Pengunjung lain, Ismirah, mengungkapkan penggunaan teknologi sangat dibutuhkan terutama dalam pengembangan sektor budaya.
“Karena mengingat sekarang kita tidak bisa memungkiri bahwa era digital itu sangat berkembang pesat dan mendominasi di berbagai sektor terutama di sektor budaya pun tidak ketinggalan juga, dan menurut saya dengan pengaplikasian teknologi di sektor budaya terutama untuk pengenalan wayang-wayang itu akan sangat membantu pembelajaran jadi lebih efektif,” jelas Ismirah saat diwawancarai ASPIRASI pada Sabtu, (19/07).
Menjaga Tradisi di Tengah Arus Teknologi Modern
Tak hanya sekali, aku kembali mengunjungi museum ini tepat pada perayaan ke-80 tahun Indonesia. Antrean dari loket mengular sampai luar menandakan tingginya antusiasme para pengunjung.
Hal ini diakui oleh Bayu, Pengelola Museum Wayang yang mengungkapkan bahwa revitalisasi museum semakin memperkuat daya tarik bagi para pengunjung, khususnya kawula muda.
“Perubahan yang dirasakan jadi banyak anak muda yang akhirnya ke museum wayang. Emang biasanya sih anak muda ke museum wayang hanya buat foto-foto, tapi secara enggak langsung mereka mempelajari budaya wayang,” jelas Bayu saat diwawancarai ASPIRASI pada Minggu, (17/08).
Beberapa menit aku berkeliling disini, mendapati diriku kagum untuk kesekian kalinya. Bak melihat permata yang diasah ulang, tambahan teknologi modern yang disajikan tak pula menghilangkan unsur tradisional.
Pagelaran wayang dengan penambahan ruang immersif dan ruang interaktif, menjadi wujud akulturasi budaya dengan teknologi.
Sebagai salah satu staf pengelola museum wayang, Bayu berpendapat revitalisasi yang diresmikan pada 24 Januari 2025 masih kurang cukup. Selama pelaksanaanya, terdapat kendala terutama dalam hal perencanaannya, mengingat tak banyak yang dapat diubah dari museum ini.
Bayu mengungkapkan hal yang melatarbelakangi museum ini. Menurutnya, revitalisasi merupakan cara museum untuk mengubah kesan wayang itu kuno.
“Akhirnya perkembangan zaman, teknologi berkembang terus, saya berharap sih semoga museum wayang bisa mengikuti itu perkembangan zaman tersebut supaya tidak ketinggalan dan supaya budaya ini tetap dimiliki di indonesia dan ikut berkembang,” harapnya.
Foto: Fitrya
Reporter : Fitrya Putry Amanda | Editor: Ihfadzillah Yahfadzka
