
May Day 2023, Ribuan Buruh Turun ke Jalan Demi Suarakan Tuntutan
Barisan buruh melakukan aksi unjuk rasa memperingati hari buruh 2023 di sekitar kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat.
Aspirasionline.com – Senin, (1/5) aksi unjuk rasa oleh kalangan buruh untuk memperingati May Day atau Hari Buruh Internasional kembali digelar. Aksi ini diikuti oleh Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), juga serikat-serikat buruh lain serta mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK).
Salah satu perwakilan SEMPRO yang hadir hari itu, Ricky, menjelaskan bahwa urgensi aksi turun ke jalan pada peringatan May Day 2023 ini berangkat dari ketertindasan kaum buruh di mana masih ada skema-skema penindasan. Hal ini menandakan jika eksploitasi terhadap buruh masih ada.
Berfokus protes pada UU Cipta Kerja, Ricky sepakat jika UU yang telah disahkan itu memang bermasalah, baik secara substansial maupun prosedural. Meski protes-protes sudah ramai dilayangkan, negara seolah tutup mata pada undang-undang cacat yang seakan-akan membodoh-bodohi rakyat.
“UU Cipta Kerja itu bukan untuk kepentingan buruh, bukan untuk kepentingan rakyat, tapi sebaliknya, ada agenda terselubung yang sengaja disusupkan supaya mereka bisa meraup akumulasi modal sebesar-besarnya,” tambah Ricky atas persoalan Omnibuslaw saat diwawancarai pada Senin, (1/5).
Pada aksi ini, banyak serikat buruh yang tersebar ke dalam beberapa kubu. Terdapat komunitas yang mulai melaksanakan aksinya pada pukul 10.00, ada juga yang memulainya pada pukul 13.00. Bahkan, ada serikat buruh yang turut memperluas aksinya di Istora Senayan.
Sayangnya, aksi barisan buruh terpaksa dibatasi hanya sampai di kawasan Monumen Nasional (Monas), khususnya di area Patung Kuda, lantaran arah menuju Istana Presiden diblokade oleh pihak kepolisian dengan beton dan juga kawat berduri.
Kelayakan Upah Masih Jadi Masalah Utama Yang Dihadapi Buruh
Alih-alih menjadi jawaban dari permasalahan para buruh, UU Ciptaker justru melahirkan berbagai masalah baru yang bahkan kian buruk.UU yang disahkan pada tahun 2020 ini ditetapkan inkonstitusional bersyarat hingga akhirnya kembali disahkan menjadi UU dari Perppu Cipta Kerja. Dengan kata lain, peraturan tersebut hanya mengganti kulit luarnya dengan isi substansi yang sama.
Ketua Umum KASBI, Unang Sunarno, secara gamblang memaparkan jika secara prinsip, UU tersebut bermasalah bagi buruh khususnya pada pengurangan upah. Baik upah minimum kota, upah minimum kabupaten provinsi, maupun upah sektoral; ketiganya dihapuskan sejak tiga tahun lalu.
“Selain itu juga hak atas pesangon kaum buruh yang mendapatkan efisiensi dari perusahaan atau pensiun itu hak pesangonnya juga dikurangi,” ujar Sunarno kepada ASPIRASI saat ditemui pada aksi May Day tersebut, Senin, (1/5).
Sunarno menyatakan jika ada banyak prinsip yang perlu terus diperjuangkan oleh para buruh seperti perluasan sistem kerja yang lebih fleksibel, seperti sistem kerja kontrak, outsourcing, polemik karyawan dan sistem kerja magang, serta harian lepas bagi teman-teman buruh.
UU Cipta Kerja dan politik perburuhan sekarang dianggap bermasalah karena dinilai hanya memfasilitasi kepentingan oligarki saja. Hal ini menurutnya bisa dilihat dari para penyusun UU Cipta Kerja sendiri yang merupakan bagian dari para oligarki.
“Kita lihat kursi eksekutif para menteri, presiden, mereka berlatar belakang pebisnis, begitupun lembaga legislatif, 50 persen dari mereka adalah pebisnis,” ujar Citra Referandum selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ) saat ditemui ASPIRASI pada Senin, (1/5).
Selain itu, pengesahan Perppu menjadi UU Cipta Kerja menjadikan pasar tenaga kerja menjadi lebih fleksibel, hal inilah yang semakin diadopsi dan legitimasi oleh undang-undang. Berbagai bentuk dari hal tersebut contohnya adalah negara yang memangkas hak-hak normatif buruh seperti hak untuk mendapatkan upah yang layak dan pekerjaan yang berkelanjutan.
Menurut keterangan Citra, LBHJ setidaknya menerima sekitar 155 pelaporan kasus pada tahun 2022 di mana kasus tertinggi berpusat pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. Hal ini lantas menunjukkan bahwa tren PHK massal jauh lebih besar di mana pelanggaran PHK sepihak ini juga diikuti dengan para buruh yang tidak menerima hak-hak pasca PHK mereka seperti pesangon.
Selain itu, kasus tertinggi kedua yang dilaporkan adalah terkait dengan upah di bawah rata-rata minimum. Kasus ini diperparah dengan ketidakhadiran hukum yang mampu memfasilitasi persoalan ini.
“Jika membayar upah dibawah minimum seharusnya bisa dipidana, bisa masuk pidana, tapi tidak diproses karena tidak adanya subdit khusus (dalam perburuhan),” ucap Citra menambahkan.
Berbagai Tuntutan yang Diteriakkan Buruh dalam Aksi
Tuntutan pencabutan UU Cipta Kerja masih terus disuarakan oleh massa pada aksi Senin lalu. Pasalnya, sudah terjadi penolakan terhadap UU tersebut secara terus menerus, tetapi belum didapat hasil yang diinginkan oleh massa aksi.
“Di May Day ini memang ada secara khusus kita menyikapi soal Undang-Undang Cipta Kerja karena ini sudah dari tahun 2020 masih kita lawan terus sampai dengan sekarang, dan sampai sekarang juga belum berhasil,” jelas Sunarno.
Tak hanya itu, Sunarno juga mengatakan bahwa aksi massa yang dilakukan di Patung Kuda hari itu juga merupakan bagian dari konsolidasi dari aksi pemogokan umum dengan berbagai elemen gerakan rakyat.
“Buruh, tani, mahasiswa, pelajar, miskin kota dan juga teman-teman masyarakat adat ini dalam waktu yang akan datang akan melakukan konsolidasi untuk menseriusi perlawanan terhadap undang-undang cipta kerja tadi dengan cara pemogokan, mudah-mudahan nanti bisa kita laksanakan dengan penyatuan dari kekuatan tadi,” lanjutnya.
Selain itu, terdapat juga pihak LBHJ yang turut memberikan tuntutan yang selaras dengan apa yang menjadi tujuan para buruh dalam aksi tersebut.
Lebih lanjut, mereka memberikan beberapa tambahan serta rincian terkait tuntutan tersebut. Di antaranya adalah perlindungan buruh perempuan, struktur hukum yang memadai, dan kultur hukum yang saling mendukung.
Citra selaku pihak LBHJ juga berharap semua masyarakat, termasuk buruh, tani, mahasiswa, pelajar untuk bersama-sama bergandengan tangan memperjuangkan hak-hak bersama dan bersolidaritas untuk menghadapi kasus-kasus yang dihadapi kedepannya.
Foto: Prima Mg.
Reporter: Rifqy Mg., Natasya Mg., Abdul Mg.| Editor: Nayla Shabrina.