Problematika Program Student Exchange UPNVJ
Program pertukaran mahasiswa UPNVJ dengan The Kazakh Ablai Khan University of International Relations and World Languages saat ini berjalan cukup efektif. Namun, kurangnya sosialisasi dan cacat administrasi nyatanya masih menjadi PR yang harus dibenahi.
Aspirasionline.com – Himbauan internasionalisasi kampus yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Tinggi (Kemendikbud Dikti) menjadi alasan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) menjalankan program pertukaran mahasiswa atau student exchange dengan salah satu universitas di Kazakhstan.
Tepatnya pada Januari 2022, UPNVJ bekerjasama dengan The Kazakh Ablai Khan University of International Relations and World Languages untuk merealisasikan program student exchange pada salah satu Program Studi (Prodi) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPNVJ, yaitu S-1 Hubungan Internasional (HI).
Program yang diikuti oleh mahasiswa HI tahun angkatan 2021 ini, bertujuan untuk memberikan pengalaman baru, menambah wawasan, dan mempererat hubungan antar mahasiswa, khususnya mahasiswa UPNVJ dengan mahasiswa luar negeri. Beberapa mahasiswa HI merasa tertarik dan untuk ikut program ini karena menawarkan pengalaman yang dirasa baru dan menarik.
Tidak hanya mahasiswa dari UPNVJ, tetapi salah satu mahasiswi The Kazakh Ablai Khan University of International Relations and World Languages, Sabina mengaku sangat menikmati pembelajaran selama mengikuti program student exchange, terutama proses pembelajaran yang interaktif antara dosen UPNVJ dan mahasiswanya.
“Dosen di Indonesia selalu mencoba untuk melakukan interaksi kepada mahasiswanya tentang apa yang kita dapatkan, apa yang tidak dipahami, dan pandangan lain terhadap materi yang dijelaskan,” ujar Sabina saat diwawancarai ASPIRASI pada Rabu, (1/6).
Di sisi lain, Sabina juga sempat merasakan beberapa kendala selama mengikuti kelas ini. Satu hal yang menurutnya menjadi kendala utama adalah perihal perbedaan waktu. Namun, ia mengaku sudah mulai terbiasa akan hal itu.
“Sedikit berat untuk memulai kebiasaan baru (kuliah di malam hari, red.), tapi sekarang kita sudah mulai mengerti (terbiasa, red.),” lanjut Sabina.
Sabina berharap dengan adanya student exchange ini, ia bisa mengimplementasikan ilmunya untuk memajukan universitas dan negara yang ia tempati. Ia juga berharap bisa belajar secara tatap muka di Indonesia.
“Pembelajaran online memang tidak buruk untuk berkomunikasi dengan mereka (mahasiswa HI UPNVJ, red.), tetapi aku harap aku bisa belajar secara tatap muka dan betemu langsung,” harap Sabina.
Jadi Syarat Lolos, Kelengkapan Berkas Malah Dikesampingkan
Untuk dapat mengikuti program student exchange, mahasiswa HI perlu mendaftar pada tautan Google Formulir yang telah disebarkan. Sebelum mendaftar, mahasiswa diharuskan melengkapi beberapa persyaratan, salah satunya berupa sertifikasi hasil Test Of English as a Foreign Language (TOEFL).
Namun, beberapa mahasiswa HI tidak bisa mendaftar karena hasil TOEFL yang dilakukan beberapa waktu lalu di UPNVJ belum dapat diakses, sehingga syarat pendaftaran tidak dapat terpenuhi. Akibatnya, beberapa mahasiswa HI membatalkan niatnya untuk mendaftar program student exchange ini.
“Jadi dari fakultas itu sendiri ada syarat dan ketentuannya, harus mencantumkan TOEFL. Aku gak daftar namun dipilih dan aku juga cukup kaget,” terang Fariezka Safa Salsabila salah satu mahasiswa HI yang terpilih untuk mengikuti student exchange saat diwawancarai pada Rabu, (1/6).
Sejalan dengan Fariezka, Lintang Kemilau Sakti salah satu mahasiswi HI UPNVJ juga mengatakan hal yang sama. Awalnya, Lintang memang berencana untuk mendaftar program tersebut, tetapi karena nilai TOEFL masih tidak bisa diakses, ia mengurungkan niat tersebut.
“Jadinya aku gak daftar, tuh. Terus entah kenapa, pas pengumuman dari HIMAHI (Himpunan Mahasiswa HI, red.) ada nama aku yang buat ikutan exchange,” jelas Lintang kepada ASPIRASI pada Rabu, (1/6).
Tak hanya permasalahan administrasi, Lintang juga mengeluhkan masalah minimnya informasi yang diberikan mengenai program student exchange. Menurutnya, sejak awal program student exchange berlangsung, tidak ada penjelasan hal-hal mendasar mengenai program tersebut sehingga tidak jarang terjadi miskomunikasi.
“Kita lebih sering miskom ke pihak UPNVJ-nya. Kayak awal program tuh kurang dikasih tahu ke mahasiswa-mahasiswanya, kayak ini bakal berapa lama, ini dinilai atau engga, kalau pun dinilai penilaiannya gimana, SKS-nya gimana,” terang mahasiswi itu.
Tak hanya pertukaran mahasiswa, tetapi program student exchange juga melakukan pertukaran dosen demi melengkapi tujuan internasionalisasi kampus. Salah satu Dosen Pengampu Kelas Student Exchange HI UPNVJ Jati Satrio mengatakan pihak FISIP memang masih perlu tahap adaptasi.
Menurutnya, program pertukaran pelajar yang baru pertama kali dilaksanakan di lingkungan UPNVJ ini memang perlu waktu untuk melakukan penyesuaian, terlebih dari segi bahasa, baik untuk mahasiswa maupun pihak kampus.
“Saya pikir adaptasi pelajar dan siapapun pasti ada masanya, apalagi ini baru pertama kali. Kita belum terbiasa mekanisme seperti ini. Pastinya ini jadi koreksi menurut saya, sebaiknya gimana,” jelas Jati.
Tanggapan Pihak FISIP Terkait Keluhan Mahasiswa
Menanggapi berbagai kendala yang ada, Wakil Dekan (Wadek) III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Asep Kamaludin Nashir mengatakan bahwa terdapat berbagai macam metode perekrutan mahasiswa untuk mengikuti program student exchange, bukan hanya melalui persyaratan TOEFL saja.
“Itu berdasarkan hasil TOEFL dan keaktifan anak-anaknya. Dosen ikut berpartisipasi dalam memilih mahasiswa karena untuk mengawal dan jadi tuntutan juga,” jelas Asep kepada ASPIRASI pada Senin, (20/6).
Terkait miskomunikasi yang dikeluhkan mahsiswa, Asep mengaku sudah berusaha secara optimal untuk menyalurkan seluruh informasi mengenai program student exchange melalui Ketua Prodi (Kaprodi), dosen pembimbing, dan mahasiswa secara langsung.
Namun menurutnya, keefektifan penyampaian pesan memang sedikit terhalang karena pesan tersebut bisa saja tertutup dengan pesan lain yang dikirim melalui grup angkatan.
“Memang kalau via online selalu seperti ini. Saya harap, sih, bisa lebih cepat untuk penyampaian informasi. Kita optimalkan lewat BEM, HIMAHI, dan sebagainya,” lanjut Asep.
Sementara ini menurut Asep, program student exchange dinilai sudah cukup efektif dan sesuai dengan ekspektasi. Untuk kedepannya, diharapkan program ini bisa terus berjalan dengan memperluas kerjasama dengan universitas-universitas luar negeri yang lain dan membawa UPNVJ menjadi kampus yang bertaraf internasional.
“Tapi tentunya kita jangan puas dulu, ya. Tantangan kita juga harus meningkatkan kualitas diri juga. Bukan hanya bahasa, tapi materi juga,” tutup Asep.
Ilustrasi: Verena Nisa.
Reporter: Alfianti Putri, Pingkan Reza. | Editor: Miska Ithra.