Kaprodi Ilmu Politik Masih Plt, Dekan FISIP: Semoga Sebelum UAS
Ditengah aturan tata cara pemilihan kaprodi yang masih samar, Dekan FISIP tetap menargetkan Kaprodi Ilmu Politik sudah tidak diduduki oleh Plt sebelum UAS.
Sudah lima bulan berlalu posisi Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Politik dilimpahkan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Kaprodi Ilmu Politik Siti Maryam. Rabu (22/5), ASPIRASI meminta kejelasan mengenai ini kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Dudy Heryadi.
Dudy mengaku sejak kehadirannya sebagai Dekan FISIP yang baru dilantik pada bulan Mei lalu, jabatan kaprodi Ilmu Politik sudah ditanggung oleh Plt. Namun ia mengatakan mundurnya kaprodi Ilmu Politik disebabkan karena kondisi kesehatan yang bersangkutan. “Bahkan beliau pernah bertemu dengan saya di tempat pengobatan karena kebetulan saya juga mempunyai penyakit yang mirip dengan beliau,” kata Dudy saat ditemui di ruang Dekan FISIP.
Proses pemilihan kaprodi yang memakan waktu cukup lama ini disebabkan adanya aturan baru dari pihak universitas mengenai tata cara pemilihan kaprodi baru. Namun aturan tersebut tak kunjung diterbitkan sehingga Dudy memutuskan untuk menggunakan aturan lama.
“Karena ini kebutuhan yang mendesak, saya sudah bicara dengan senat fakultas perihal aturan baru yang belum keluar. Kami memutuskan menggunakan aturan lama, yaitu dekan boleh menunjuk calon kaprodi untuk diusulkan kepada Rektor,” katanya. Sambil menunggu proses tersebut, pelaksana tugas kaprodi Ilmu Politik pun dipilih untuk mengisi kekosongan jabatan sementara. Mekanisme pemilihannya ditentukan oleh rektor melalui usulan dari dekan fakultas.
“Plt bertugas sampai menunggu ada kaprodi baru karena tidak mungkin ada kekosongan,” kata Dudy.
Dalam hal ini, tugas dan wewenang Plt tetap terbatas. Plt tidak dapat menetapkan keputusan yang bersifat strategis seperti merevisi kurikulum. Plt hanya dapat melakukan tugas-tugas rutin kaprodi seperti penandatanganan berkas keperluan mahasiswa.
Selain itu, kekosongan kursi dekan FISIP pada awal semester genap ini, juga menjadi salah satu penghambat proses pemilihan kaprodi Ilmu Politik.
“Karena kondisinya pada bulan Januari pun dekannya Plt, saya baru dilantik bulan Maret. Nah begitu saya duduk kan gak mungkin langsung menunjuk orang. Saya juga perlu tengok-tengok dulu dan berbicara dengan teman-teman politik,” kata Dudy.
Ia mengatakan, tidak dapat mengambil keputusan penunjukan kaprodi langsung, namun perlu melalui rapat dengan dosen-dosen Ilmu Politik dan senat fakultas sebelum diusulkan kepada rektor. Meskipun terdapat banyak persyaratan lain dalam memilih kaprodi, namun dalam kondisi dan situasi mendesak seperti ini, ia hanya memiliki dua kriteria utama untuk calon kaprodi ilmu politik, yaitu kemampuan dan kemauan.
“Orangnya harus memiliki kemampuan dalam memahami ilmu politik karena tugas prodi itu mengembangkan ilmu. Kedua yang paling penting syaratnya dia mau,” kata pria berusia 54 tahun itu.
Di samping dua kriteria tersebut, ketentuan dan syarat formalitas lainnya masih menungu keputusan peraturan rektor mengenai tata cara pemilihan kaprodi.
Melihat kehadiran kaprodi yang sangat vital untuk menghadapi, penerimaan mahasiswa baru, serta revisi kurikulum, Dudy berharap kaprodi Ilmu Politik yang baru tetap berasal dari lingkungan Ilmu Politik, dan dapat segera terpilih sebelum pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS) berlangsung.
Reporter: Sekar Ayu. |Editor: Syifa Aulia.