Hewan Dalam Lindungan Payung Hukum Indonesia
Keberadaan hewan liar di Indonesia makin terancam. Mereka diburu, diperdagangkan, dan habitatnya pun dirusak oleh tangan-tangan jahat manusia. Lalu, seberapa kuatkah hukum di Indonesia dalam melindungi nasib mereka?
Aspirasionline.com — Masih hangat dalam ingatan peristiwa pembantaian 292 ekor buaya pada Jumat (13/7) yang dilakukan warga Sorong, Papua Barat setelah seorang warga tewas dimangsa buaya. Alasan pembantaian dikarenakan warga marah dan ketakutan akibat lokasi penangkaran buaya yang berada di kawasan pemukiman. Sayangnya, polisi di tempat kejadian tidak mampu meredam emosi warga dan hanya terdiam menyaksikan mereka membantai buaya satu per satu.
Indonesia juga sempat digemparkan oleh kejadian pembunuhan Harimau Sumatera yang mati ditombak warga di Desa Bangkelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal pada Minggu (4/3) lalu. Harimau tersebut mati secara tragis dengan bagian tubuh seperti kulit kepala, kulit perut, ekor, taring, dan kuku yang telah raib. Pembunuhan sadis itu disebabkan dugaan warga bahwa harimau tersebut merupakan siluman. Bangkai harimau itu digantung dan dipertontonkan kepada khalayak ramai.
Melihat kasus-kasus itu, pecinta hewan Doni Herdaru menyayangkan lemahnya peraturan di Indonesia dalam menangani kasus-kasus yang ada. “Pasal penganiayaan hewan yang ada di Indonesia itu pasal karet,” katanya ketika ditemui Aspirasi pada Minggu (3/9).
Doni berpendapat bahwa negara ini masih sangat lalai terkait permasalahan perlindungan terhadap hewan, baik dari masyarakat maupun aparatnya. “Lapor ke polisi saja kita masih suka ditertawai,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Hukum Pidana FH UPNVJ Ali Zaidan menjelaskan bahwa sudah ada peraturan yang dibuat pemerintah untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan hewan dari tindak kekerasan manusia.
“Seperti UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU Nomor 41 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, serta Pasal 302, 406, 335, 170, 540 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” jelasnya kepada Aspirasi pada Minggu (6/8).
Ali berpendapat bahwa tidak ada kekurangan dalam peraturan yang mengatur tentang kekerasan terhadap hewan. Menurutnya, kelemahan terletak pada tataran implikasinya. “Belum ada kesadaran yang sama bagi aparatur negara dan masyarakat bahwa tindakan tersebut ada hukum positif yang mengaturnya,” kata Wakil Dekan I Bidang Akademik FH tersebut.
Kesadaran akan Kesejahteraan Hewan
Berdasarkan Indonesian Society for Animal Walfare, terdapat setidaknya empat kategori hewan yang termasuk dalam cakupan tanggung jawab manusia untuk dijamin kesejahteraannya, yaitu hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi dan laboratorium), hewan ternak dan hewan potong, hewan kerja, dan hewan kesayangan.
Menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties), kesejahteraan hewan adalah bagaimana hewan mengatasi kondisi lingkungannya. Sedangkan Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mendefinisikan kesejahteraan hewan sebagai segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Ironisnya, meskipun sudah jelas dan tegas aturan mengenai kesejahteraan hewan, di Indonesia masih banyak sekali ditemukan kasus-kasus hewan yang ditelantarkan dan dibuang dalam kondisi tubuh yang sangat menyedihkan.
Dari laporan kasus inilah Doni serta rekan-rekan lainnya yang tergabung di dalam Animal Defenders Indonesia bergerak untuk menyelamatkan hewan-hewan tersebut.
Namun, Doni menyayangkan sikap masyarakat Indonesia yang masih kurang peduli terhadap hewan yang ada di sekitarnya. “Masyarakat kita masih terbiasa melihat hewan sebagai hewan saja, hanya sebagai pelengkap manusia,” katanya.
Pria berambut gondrong tersebut menceritakan bahwa di Indonesia animal aware masih dianggap aneh. Pemandangan kambing yang dibawa menggunakan motor dan dimasukkan ke dalam karung hingga ayam yang dibawa dengan motor dalam jumlah banyak dengan cara dibalikkan tubuhnya bahkan kepalanya ada yang menyentuh ban merupakan hal yang lumrah.
“Buat kami apakah itu hewan ternak, hewan dilindungi, hewan kesayangan bahkan hewan liar sekalipun, mereka punya kesamaan hak untuk hidup bebas dari rasa takut, sakit dan mendapatkan jaminan” kata Doni.
Menurut Doni aturan yang ada di Indonesia saat ini kurang detail. Ia berpendapat bahwa UU yang adal perlu diratifikasi agar bisa lebih spesifik.
“Seperti siapa saja yang boleh menjual hewan, siapa badan sertifikasinya, bagaimana pola memperlakukan hewan ternak, siapa saja yang boleh menyembelih, siapa peternak yang berlisensi, dan lain-lain,” jelasnya.
Tidak bisa hanya menunggu bantuan dari pihak pemerintah dalam menangani permasalahan ini, Doni bersama rekan-rekan dari Animal Defenders Indonesia membuat gerakan untuk meminimalisir tingkat penganiayaa hewan. Dalam aksi yang dilakukannya, ia mengnyinergikan aksi dan kampanye. “Dengan cara inilah kita bisa membuka pemikiran masyarakat bahwa menyelamatkan hewan adalah suatu kewajiban,” kata pria penggemar musik ini.
Melihat banyaknya tindakan kekerasan terhadap hewan, Ali menyampaikan bahwa hukum pada hakikatnya melindungi kepentingan masyarakat, termasuk juga benda-benda yg memiliki nilai ekonomis, cultural, maupun hayati.
“Bagi mereka yang terbukti melakukan penganiyaan hewan tanpa alasan yang dibenarkan atau memperjualbelikan secara terorganisir layak diberi hukuman berat,”katanya di akhir sesi wawancara dengan Aspirasi[.]
Reporter: Salma Decilliawati