Aset Digital di Indonesia: Legal-kah?
Mata uang kripto atau cryptocurrency menjadi investasi modern yang dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Namun, apakah sesuai dengan peraturan di Indonesia?
Aspirasionline.com — Meski tidak diketahui siapa itu Satoshi Nakamoto, namun penemuannya mengenai Bitcoin banyak dikenal oleh orang-orang yang tertarik melakukan investasi beresiko tinggi. Bitcoin sendiri merupakan salah satu mata uang kripto (uang digital) atau cryptocurrency yang tidak diproduksi maupun dikontrol oleh suatu individu, grup, atau perusahaan.
Pertanyaan kemudian muncul, jika Bitcoin tidak diproduksi maupun dikontrol oleh individu, grup, atau perusahaan, lantas bagaimana dapat dilakukan pembelian dan penjualannya?
Jawabannya adalah Bitcoin terdesentralisasi oleh suatu jaringan yang berjalan dengan otomatis berdasarkan algoritma matematika sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun.
Sebelum dilakukannya pelarangan oleh Bank Indonesia (BI), Bitcoin dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran, seperti transaksi di online shop tertentu dan dapat dilakukan sebagai transaksi antar negara tanpa repot melakukan konversi mata uang.
Namun, saat ini BI telah melakukan pelarangan untuk melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang berbunyi, “Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah.” Karenanya, mata uang kripto kemudian disebut sebagai aset digital kripto dan digunakan sebagai investasi.
Berbicara mengenai aset digital kripto tentu berbicara mengenai sistem blockchain. Sistem ini merupakan sistem yang menghilangkan pihak ketiga atau perantara dalam melakukan transaksi sehingga penyimpanannya dilakukan oleh banyak komputer. Semua komputer itu mencatat transaksi yang telah dilakukan secara peer to peer atau dapat saling berbagi antar komputer.
Berbeda dengan transaksi yang dilakukan dengan pihak ketiga, seperti bank yang memberikan jaminan ketika melakukan transaksi, dalam sistem blockchain tidak ada pihak ketiga yang menjamin, tetapi semua orang mengetahui adanya transaksi tersebut. Keamanannya pun terjamin karena setiap orang memiliki catatan dalam komputernya ketika transaksi terjadi dan datanya selalu diperbarui setiap hari.
Orang yang ingin memiliki aset digital kripto tidak perlu memiliki satu uang, melainkan dapat dipecah menjadi 0,1, 0,01, hingga ke delapan angka desimal. Hal tersebut membuat siapa saja yang ingin memiliki aset digital kripto dapat membelinya tanpa harus membeli satu aset digital kripto.
Pembelian dan Penjualan aset digital ini dapat dilakukan melalui platform digital asset exchange atau pertukaran aset digital.
Aset digital kripto tidak memiliki bentuk fisik atau dapat disebut sebagai underlying asset. Karenanya, aset digital kripto dapat diakses melalui smartphone, personal computer (PC), maupun cloud. Selain dapat melakukan akses, pengguna harus melakukan back up akun (platform penjualan aset digital) yang dimilikinya menggunakan dompet atau wallet yang dapat diunduh pengguna smartphone Android di Google Play Store. Dompet atau wallet tersebut fungsinya sama seperti dompet atau brankas untuk menyimpan uang fisik.
Platform pertukaran aset digital juga menyajikan grafik kenaikan dan penurunan mata uang kripto, seperti Bitcoin, Etherum, Ripple, serta aset digital lainnya. Agar dapat melakukan transaksi, maka pengguna harus melakukan pendaftaran melalui surat elektronik dan melakukan berbagai macam verifikasi.
Wacana Pengaturan
Saat ini, yang menjadi platform pertukaran aset digital terbesar di Indonesia adalah indodax.com. Jumlah anggota yang terdaftar di platform tersebut hingga Sabtu (11/8) lalu berjumlah 1.359.274 orang.
Jumlah pendaftar itu membuat Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berwacana untuk memasukkan aset digital kripto sebagai komoditi. Wacana ini diperkuat dengan adanya Pasal 1 Ayat 2UU No.10 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi Mengenai Pengertian Komoditi.
Komoditi adalah semua barang, jasa, hak dan kepentingan lainnya, dan setiap derivatif dari komoditi yang dapat diperdagangkan dan menjadi subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Syariah lainnya.
Berdasarkan pengertian komoditi tersebut, aset digital kripto masuk ke dalam hak dan kepentingan lainnya, yaitu menyangkut statusnya sebagai barang intangible atau barang yang tak berwujud. Sehingga jika nanti benar disetujui, Bappebti yang akan mengatur mengenai regulasi aset digital di Indonesia.
Mengapa regulasi aset digital kripto diperlukan di Indonesia?
Kepala Bagian Pengembangan Data dan Teknologi Informasi Himawan Purwadi menjelaskan pentingnya regulasi aset digital kripto. Pertama, dari segi pengawasan agar tidak terjadi tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme. Nantinya, jika wacana Bappebti benar disetujui, pengawasan akan lebih mudah untuk dilakukan karena nasabah hanya dapat melakukan transaksi dengan pialang yang diizinkan oleh Bappebti. Selain itu, proses perizinan baik dari pialang maupun nasabah akan dilakukan secara ketat dengan melakukan verifikasi dan validasi data. Karenanya, seluruh pihak harus mematuhi mekanisme yang ada untuk dapat menambahkan aset digital sebagai subjek perdagangan berjangkanya.
Kedua adalah potensi penerimaan pajak. Karena Indonesia memiliki kapitalisasi pasar aset digital yang besar maka dapat digunakan sebagai potensi pajak. Saat ini, dari segi pialang maupun nasabah yang melakukan investasi tidak dikenakan pajak karena tidak ada regulasi yang mengatur.
Ketiga juga sebagai costumer protection atau perlindungan bagi masyarakat. “Masyarakat yang kemudian heboh jual beli cryptocurrency ini terlindungi tidak? Siapa yang melindungi kalau misalnya itu ditipu? Sudah investasi ternyata tidak jelas uangnya,” jelas Himawan pada Senin (6/8) lalu.
Selain dari regulator yang direncanakan, untuk mewujudkan regulasi aset digital kripto, Bappebti akan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, sepert BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementrian Informasi dan Komunikasi (Kominfo), Direktorat Jendral Pajak (DJP), dan pihak berwenang lainnya. Hal itu dikarenakan permasalahan aset digital di Indonesia bukanlah permasahan yang sederhana.
Karena belum ada regulasi yang mengatur, sesuai peraturan BI, maka investasi aset digital kripto diperbolehkan asalkan ia tidak dijadikan sebagai alat pembayaran. Meski demikian, investor yang melakukan investasi aset digital tersebut tidak mendapatkan perlindungan. Karenanya, Bappebti berharap agar mendapatkan peluang untuk menjadi regulator sehingga dapat mewujudknan tiga poin utama yang telah disampaikan[.]
Reporter: Ida Sapriani