Kopi Olahan Republik Jengkol
Jengkol lazimnya terkenal sebagai sayuran penghasil bau menyengat. Namun, hal ini tidak berlaku di restoran Republik Jengkol yang menyajikan menu olahan jengkol tanpa perlu mengkhawatirkan bau yang timbul dari jengkol itu sendiri.
Aspirasionline.com – Republik Jengkol namanya, restoran yang hanya menyajikan olahan jengkol terletak di bilangan Kramat Jati, Jakarta Timur milik Fatoni ini sudah berdiri sejak 27 Maret 2012 lalu. Bersama kedua temannya, Bejo Suyarno dan Godam Antasena, mereka membuka cabang Restoran Republik Jengkol yang terletak di Jalan Raya Bogor km 24 No.27. Fathoni mengatakan bahwa awal mulanya tercetus Republik Jengkol ini karena istrinya yang sangat menyukai jengkol tetapi ketika mengeluarkan eksresi menyebabkan bau. “Kebetulan memang saya dari kecil suka mengotak-atik herbal, dengan pengetahuan yang ada pada saya ini bisa seharusnya menghilangkan bau dengan rempah yang ada pada Indonesia” tuturnya ketika ditemui ASPIRASI, Kamis (20/04).
Menurutnya, untuk menghilangkan bau saja itu mudah dengan air kapur bau tersebut bisa hilang. “Cara tersebut dapat merusak rasanya. Kalo dengan cara saya itu pakai lengkuas, sereh, daun salam, dan jeruk. Itu aman,” tuturnya sembari tertawa. Pria kelahiran tanah yogyakarta ini mengatakan bahwa racikan bumbu pada menu di Republik Jengkol memiliki kunci utama pada dirinya, tetapi ia kerap tidak merahasiakan dan mengajarkan karyawannya agar bisa menjadi penerus dirinya, “saya percaya yang namanya masak, kalau beda tangan beda rasa,” lanjutnya.
Pemilihan jengkol pun dilakukan untuk bisa mendapatkan kualitas makanan terbaik. Ia pun tak segan membagikan ciri jengkol yang diolah. “Bentuknya bulet, gendut, dan warna kulitnya tuh mengkilat. Cokelat mengkilat seperti berminyak. Kalau gede gepeng udah pasti ada paitnya,” jawab pria yang memakai peci tersebut. Jengkol yang dipilihnya berasal dari Jepara ataupun Bengkulu, tergantung daerah mana yang sedang musim panen jengkol.
Dalam sehari restoran unik ini membutuhkan 50-70 kg jengkol. Dibuka mulai dari jam 11 siang hingga 10 malam, restoran dengan tagline makan jengkol tanpa bau, bisa menghasilkan kurang lebih 9 juta per harinya. “Antusiasnya sangat luar biasa. Karena dari kalangan bawah, menengah, sampai atas tuh suka jengkol,” tuturnya sambil tersenyum. Harga yang ditawarkan untuk makanan di Republik jengkol ini berkisar dari Rp. 21.000 sampai Rp. 27.000.
Salah satu menu yang menyorot perhatian adalah Kopi Jengkol. “Saya ingin membuat menu apa ya, yang berikutnya bisa saya suguhkan. Yang kepikiran, kalau dibikin kopi kok kayaknya bisa,” tutur pria yang hobi melukis ini. Ia menceritakan perjalanan dalam pembuatan kopi jengkol ini sejak tiga bulan lalu, melalui beberapa kegagalan seperti tidak kering jengkolnya ataupun tidak bisa menjadi keras. Akhirnya saya beli cetakan martabak manis, saya potong-potong lalu sangrai, saya coba berhasil.
Lebih lanjut, Fatoni menjelaskan proses pembuatan dari kopi jengkol. Pertama-tama ia akan memotong-motong jengkol yang telah lulus kriterianya, lalu disangrai sampai kering dan gosong. Setelah itu dilanjutkan dengan menghaluskan jengkol tersebut pada blender. Kemudian jengkol yang sudah menjadi bubuk tersebut dicampurkan pada kopi. “Takarannya itu, kalau kopi satu sendok teh bubuk, jengkolnya setengah sendok teh,” tambahnya. Menurutnya rasa yang dihasilkan kopi jengkol ini khas, “Ketika dicium sih engga begitu, setelah masuk ke mulut rasa jengkolnya ada,” tutur pria kelahiran bulan Maret ini.
Harga yang ditawarkan untuk secangkir kopi jengkol ini adalah Rp. 10.000. Walau biaa dikategorikan sebagai menu baru, pria yang sudah mempunyai dua anak ini mengatakan bahwa banyak yang mencoba karena penasaran. “Tapi masih ada yang ragu-ragu, yang suka jengkol juga pasti pengen tau rasanya seperti apa,” jawabnya sebagai presiden Republik Jengkol. Ia menuturkan bahwa menurut orang-orang yang sudah mencoba, kopi jengkol ini mempunyai manfaat untuk meningkatkan stamina laki-laki. “Waktu itu olahan jengkol pernah diuji lab, dan hasilnya gaada yang negatif. Karena dalam pengolahannya pun saya berusaha untuk memakai bahan alami,” tambah pria kelahiran 1970 ini.
Ia berharap kedepannya jengkol tidak lagi dipandang sebelah mata karena menghasilkan bau. Menurutnya, banyak sekali yang suka makan jengkol sehingga dirinya tidak menjadi pesimis dalam mengelola republik jengkol ini. “Buat yang ingin mengelola jengkol itu, harus apik. Suatu pekerjaan kalau dilandasi dengan rasa suka,senang, cinta pasti berhasil,” tutupnya sore itu.
Reporter : Nadia Mg. |Editor : Donal