Menyoal Proses Menuju Kampus Ramah Disabilitas yang Masih Panjang

Berita UPN

Meskipun telah mendapat perhatian dari pihak kampus, upaya pengadaan fasilitas yang ramah disabilitas di UPNVJ masih perlu ditingkatkan agar dapat memberikan dukungan yang lebih baik bagi seluruh civitas akademik penyandang disabilitas.

Pengadaan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus dalam lingkungan pendidikan memerlukan realisasi yang nyata. 

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi pasal 39 ayat 1 yang berbunyi “Perguruan Tinggi harus menyediakan sarana dan prasarana yang dapat diakses oleh mahasiswa yang berkebutuhan khusus”. 

Turut melakukan upaya dalam mewujudkan kampus ramah disabilitas, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) mulai melakukan pengadaan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas di lingkungan kampus.

Wakil Rektor (Warek) II Bidang Umum dan Keuangan UPNVJ Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa UPNVJ telah mulai mengupayakan untuk menjadi kampus ramah disabilitas, terutama dengan adanya sertifikasi internasional untuk Fakultas Ilmu Komputer (FIK), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Hukum (FH), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP).

“Proses itu berjalan (ramah disabilitas). Salah satunya adalah dengan adanya FEB, FIK, FH, sama FISIP di mana fakultas ini ada sertifikasi internasional di sana. Kita harus siap dengan apa yang disebut fasilitas difabel. Itu sudah kita siapkan, berlanjut juga sekarang sudah kampus yang di Limo dengan 7 fakultas,” jelas Prasetyo langsung kepada ASPIRASI di Ruang Warek II Kampus UPNVJ Pondok Labu pada Kamis, (27/7).

Upaya ini pun dibenarkan oleh Desmintari selaku Wakil Dekan (Wadek) II Bidang Umum dan Keuangan FEB UPNVJ. Ia mengungkapkan bahwa FEB telah mengakomodasikan fasilitas disabilitas untuk memaksimalkan akreditasi Foundation for International Business Administration Accreditation (FIBAA), tepatnya pada tanggal 21 Juni lalu.

“Dengan adanya FIBAA kemarin, kita, sudah termasuk semua fakultas itu, sudah ada connecting (penghubung) untuk disabilitas. Paling tidak untuk kursi roda itu sudah ada, hanya untuk naik ke lantai dua, lantai tiga-empat itu memang belum ada ya,” ungkap Desmintari kepada ASPIRASI pada Minggu, (24/7).

Sedikit berbeda, Wadek II Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Teknik (FT) UPNVJ, Tatik Juwariyah mengungkapkan bahwa pengadaan fasilitas ramah disabilitas di FT yang berada di Kampus UPNVJ Limo masih berupa rencana pembangunan. 

Tatik menjelaskan bahwa FT sendiri ingin mengajukan akreditasi internasional sehingga pengadaan fasilitas disabilitas semakin memiliki urgensi yang tinggi.

“Rencananya (FT) ingin mengajukan akreditasi internasional. Pastinya kebutuhan akan fasilitas disabilitas sangat urgent ya, kami pastinya segera membangun ya minimal seperti merujuk (kampus) Pondok Labu,” ujar Tatik kepada ASPIRASI pada Senin, (10/7).

Sementara itu, Wadek II Bidang Umum dan Keuangan FIK UPNVJ Bambang Saras Yulistiawan menjelaskan bahwa pengadaan fasilitas disabilitas di FIK memang sudah mulai dilakukan, tetapi belum menjadi fokus utama. Hal itu Bambang tegaskan dikarenakan FIK belum memiliki stakeholder atau civitas akademik penyandang disabilitas.

“Sudah ada seperti toilet sudah kita berikan pegangan seperti standar disabilitas ya. Lalu ini masuk ke ruangan gedung kita yang Ki Hajar ini sudah kita berikan jalan (bidang miring) untuk disabilitas. Tapi karena itu, kembali, kita belum melihat ada stakeholder disabilitas jadi proses memberikan atau memprasaranainya itu tidak menjadi fokus utama,” terang Bambang kepada ASPIRASI pada Jumat, (7/7).

Masih Jauhnya Perjalanan UPNVJ Menjadi Kampus Ramah Disabilita

Mulai menjadi perhatian kampus, pengadaan fasilitas disabilitas UPNVJ nyatanya masih belum cukup untuk dapat disebut sebagai kampus yang ramah disabilitas. 

Hal itu diungkap oleh mahasiswi Program Studi (prodi) Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) UPNVJ angkatan 2021 Nur Sholihah yang menilai bahwa Kampus UPNVJ Limo belum memenuhi kriteria untuk menjadi kampus ramah disabilitas.

Hal tersebut berangkat dari bagaimana Nur melihat belum terdapatnya akses bidang miring di lingkungan Kampus UPNVJ Limo, pun akses lift di Gedung A FIKES yang memiliki empat lantai.

“Kan kadang kita aja yang biasa gitu capek banget gitu kan buat ke lantai empat, terus itu tangga aja gitu bukan khusus yang kursi rodanya gitu. Jadi ya emang belum (ramah disabilitas),” ucap Nur kepada ASPIRASI pada Senin, (10/7).

Tatik beranggapan bahwa memang di Kampus UPNVJ Limo, terutama di FT, tidak terdapat bidang miring guna membantu pengguna kursi roda untuk mengakses fasilitas di Kampus UPNVJ Limo. Namun, berbeda dengan FIKES, FT sudah memiliki akses lift yang dapat membantu pengguna kursi roda.

“Minimal yang dibutuhkan untuk disabilitas adalah bidang miring jadi akses mereka dari ground ke lantai satu itu yang (masih) minimum sebetulnya ya. Udah ada lift ya di setiap gedung (FT). Jadi kami kemarin sudah membuat lift, cuman untuk ke bidang (bidang miring) saat ini tengah kami garap,” ujar Tatik.

Berbeda dengan Kampus UPNVJ Limo, mahasiswa Prodi Hubungan Internasional FISIP angkatan 2022 Saepudin mengatakan bahwa pembangunan fasilitas disabilitas di Kampus UPNVJ Pondok Labu sudah harus mulai diapresiasi, namun masih perlu dikembangkan lebih lanjut oleh pihak kampus.

Ia menyampaikan sekiranya ada tiga persoalan yang menurutnya masih perlu dikembangkan. Mulai dari tempat parkir, akses jalan dan pejalan kaki, hingga akses menuju ke fasilitas akademik.

“Kalau kita sama-sama lihat parkir di UPN Veteran Jakarta itu masih sangat kacau gitu ya. Boro-boro menyediakan lahan parkir yang khusus untuk disabilitas, bahkan untuk mahasiswa yang istilahnya bisa dan mampu atau normal kadang kesulitan untuk mendapatkan lahan parkir,” lenguhnya kepada ASPIRASI pada Jumat, (14/7). 

Selain itu, ia turut mengungkapkan bahwa penyandang disabilitas juga masih sulit untuk mengakses fasilitas akademik. Bidang miring dianggapnya belum efektif untuk difabel.

“Bidang miring itu hanya mengantarkan mereka sampai ke ruang dekanat, ke ruang tata usaha fakultas. Misalnya untuk naik ke kelas kayak di FISIP A dan FISIP B itu kan untuk naik ke kelas ya, harus naik tangga. Jadi itu tidak ramah sama sekali buat mereka mengakses fasilitas akademik seperti kelas dan laboratorium yang ada di lantai dua, tiga, dan empat,” ungkap mahasiswa yang akrab dipanggil Sae itu.

Hal itu juga dirasakan Satria Wisal, mahasiswa FEB jurusan Manajemen angkatan 2021 yang merasa bahwa Kampus UPNVJ Pondok Labu awalnya masih kurang ramah terhadap penyandang disabilitas. Namun, dirinya menambahkan bahwa sekarang sudah mulai banyak pembangunan fasilitas disabilitas yang lebih memadai.

“Jujur masih kurang ramah pada awal itu ya, terutama kalau buat naik sama tangga-tangga gitu deh. Tapi seiring berjalannya waktu sih udah mulai ada pembangunan dan lain-lain, udah bisa dibilang lumayan ramah sih terutama untuk lantai dasarnya,” ucap Satria kepada ASPIRASI pada Sabtu, (15/7).

Bukan tanpa sebab, pernyataan tersebut Satria lontarkan karena ia sendiri memiliki teman seperangkatan yang mengalami kecelakaan hingga membuatnya mengalami keterbatasan dalam bergerak di lingkungan kampus. 

Satria menjelaskan bahwa ia dan teman-temannya sempat mengalami kendala untuk membantu mahasiswa tersebut. Hal ini dikarenakan sulitnya mobilisasi yang terjadi dengan menggunakan kursi roda. Ia dan teman-temannya perlu menggendong mahasiswa tersebut untuk mencapai kelas di lantai dua, tiga, ataupun empat.

“Paling sering (kelas) di lantai dua atau tiga sih. Ada beberapa di lantai empat, jadi kalo gitu kita gendong ke lantai atas makanya itu butuh banget upgrade fasilitas,” tambah Satria.

Salma Asla Salsabila, selaku Kepala Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB turut beranggapan bahwa akses lift menjadi sangat penting, tidak hanya untuk penyandang disabilitas, pun untuk seluruh civitas akademik yang telah lanjut usia.

“Kita perlu ada pengembangan fasilitas yang lebih memadai, yaitu kayak lift. Karena sebenarnya lift itu bukan dibutuhkan untuk penyandang disabilitas juga sih, untuk dosen-dosen kita yang udah umur, terus untuk remaja-remaja jompo juga perlu,” terangnya kepada ASPIRASI pada Minggu, (23/7).

Menanggapi hal tersebut, Desmintari mengatakan bahwa sudah ada wacana untuk membangun lift tidak hanya di FEB, tapi juga pada seluruh gedung di UPNVJ. Sejalan dengan pendapat Salma, Desmintari turut menekankan bahwa lift bukan hanya untuk penyandang disabilitas, tapi juga untuk para dosen-dosen senior yang sudah tidak mampu untuk mencapai lantai yang lebih tinggi melalui tangga.

“Jadi memang sudah ada, sudah digambarkan kok (perencanaannya). Cuman belum dilaksanakan ya, memang semua gedung di UPN itu nantinya ada lift,” ujar Desmintari.

Di sisi lain, Bambang berpendapat bahwa semua tergantung kepada skala prioritas. Belum sepenuhnya membangun fasilitas disabilitas bukan berarti tidak memberikan perhatian terhadap fasilitas tersebut. Termasuk pembangunan lift, yang mana menurutnya di FIK belum menjadi prioritas karena belum memiliki stakeholder atau civitas akademik penyandang disabilitas.

“Akan menjadi prioritas ketiga keempat, tapi di dalam perencanaan sudah harus ada. Namun, ketika kita sudah memiliki stakeholder disabilitas tidak bisa tawar-menawar, harus dilakukan,” tukasnya.

Selain itu, Prasetyo juga menyatakan bahwa pihak kampus sudah memikirkan pengembangan fasilitas disabilitas. Ia menekankan bahwa akan dibangun beberapa lift dan juga connecting untuk menghubungkan antar gedung.

“Kita sedang proses bahwa kita akan bisa menghubungkan beberapa gedung ini menjadi connecting sehingga bisa Fakultas Kedokteran connecting dengan Fakultas Ekonomi di sana. Kemudian nanti sedang kita proses Fakultas Hukum connecting dengan Fakultas Ilmu Komputer, sudah ada rencana lift akan kita pasang di Fakultas Hukum dia connect kesana (FIK). Efisiensi tetapi tetap efektif dengan adanya kebutuhan difabel,” tutur Prasetyo.

UPNVJ Tidak Menutup Peluang untuk Penyandang Disabilitas

Tempat parkir bagi penyandang disabilitas di UPNVJ Kampus Pondok Labu, Jakarta Selatan. (ASPIRASI/Teuku Farrel).
Tempat parkir bagi penyandang disabilitas di UPNVJ Kampus Pondok Labu, Jakarta Selatan. (ASPIRASI/Teuku Farrel).

Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjamin bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak memperoleh pendidikan inklusif untuk mengakses pembelajaran bermutu di seluruh tingkatan dan jenis fasilitas pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, Bambang menjelaskan bahwa UPNVJ, khususnya FIK membuka peluang terhadap calon mahasiswa baru (camaba) penyandang disabilitas.

“Kita tidak ada membatasi untuk menerima disabilitas, kita tidak ada aturan atau kebijakan yang membatasi kita tidak menerima disabilitas,” ungkap Bambang.

Tidak berhenti sampai di situ, Bambang juga menambahkan bahwa UPNVJ tidak hanya membuka peluang untuk mahasiswa penyandang disabilitas, tetapi juga karyawan, dosen, dan tenaga kependidikan juga memiliki peluang yang sama.

“Disabilitas itu tidak hanya mahasiswa. Dosen juga boleh, pegawai juga boleh,” tambah Bambang kembali.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Desmintari juga menyampaikan bahwa FEB dan UPNVJ secara keseluruhan juga membuka peluang yang sama bagi para camaba penyandang disabilitas, namun setelah melalui tes dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

“Kita membuka peluang untuk disabilitas, itu bisa diterima di UPN Veteran Jakarta dengan catatan yang syarat-syarat untuk bisa diterima itu sudah terpenuhi tesnya dan lain sebagainya,” ujar Desmintari.

Selain fasilitas akses pastinya fasilitas akademik ataupun pembelajaran juga perlu diperhatikan. Penyandang disabilitas yang tidak hanya memiliki keterbatasan gerak, tetapi juga tunanetra, tunarungu, dan lain sebagainya perlu mendapatkan perhatian lebih dan khusus dalam belajar.

Desmintari mengungkapkan bahwa jika nanti ada calon mahasiswa penyandang disabilitas selain keterbatasan dalam gerak, sudah ada beberapa dosen FEB yang dapat berbahasa tangan untuk membantu pengajaran. 

“Kalau memang ada sudah ada mahasiswanya, mau tidak mau kita harus menyiapkan. Kebetulan selama ini belum ada camaba penyandang disabilitas di luar gerak ya mungkin ringan dari mata itu belum ada ya. Memang kita kebetulan sudah ada beberapa dosen yang bisa apa ya (bahasa) bisu tuli,” jelas Desmintari kepada ASPIRASI pada, Senin, (24/7).

Namun, berbeda dengan FIK dan FEB yang secara yakin dapat menerima calon mahasiswa penyandang disabilitas, lain halnya dengan FT yang masih penuh dengan pertimbangan. Sebab, pembelajaran dan praktik yang akan dilakukan di FT, tepatnya pada Prodi Teknik Perkapalan, membutuhkan kondisi fisik yang lengkap.

“Pernah disinggung saat International Organization for Standardization  (ISO) 2001 itu ‘kan pernah ditanyakan oleh asesornya atau petugas, itu pernah menyampaikan seandainya ada camaba yang berkebutuhan khusus lalu dijawab oleh (pihak) Teknik Perkapalan, kalau Teknik Perkapalan tidak bisa karena Teknik Perkapalan itu membutuhkan mahasiswa yang tidak berkebutuhkan khusus, dia wajib normal,” jelas Tatik.

Tatik menerangkan lebih lanjut bahwa hal ini belum diatur dalam kurikulum FT, tapi ia memastikan bahwa Prodi Teknik Perkapalan memang tidak dapat menerima calon mahasiswa penyandang disabilitas.

“Walau belum diatur ya dalam teknik perkapalan kurikulumnya, syarat mahasiswanya harus normal atau tidak memang belum diatur. Kalau Teknik Perkapalan kayaknya nggak mungkin. 

Contohnya yang buta warna saja sulit karena mereka men-design suatu bangunan di mana harus memiliki kelengkapan indra,” terang Tatik lebih lanjut.

Wakil Dekan II FT tersebut menjelaskan bahwasanya tidak bisa menerima camaba penyandangan disabilitas bukan berarti menolak. Ia menjelaskan jika prodi dalam FT tidak ada pembatasan, maka FT dapat membuka peluang untuk camaba penyandang disabilitas.

Menanggapi persoalan tersebut, Prasetyo mengungkapkan bahwa hingga saat ini UPNVJ belum pernah menerima mahasiswa difabel karena memang belum ada yang mendaftarkan diri. Akan tetapi, Prasetyo menjelaskan bahwa UPNVJ akan selalu siap memfasilitasi jika memang ada camaba difabel.

“Sementara kita memang belum pernah ada pendaftar calon mahasiswa difabel. Kalau memang ada, dan dia lulus tes, pasti kita fasilitasi,” tutup Prasetyo lugas.

 

Foto: ASPIRASI/Teuku Farrel.

Reporter: Syifa Aulia. | Editor: Novi Nur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *