Kelangkaan Burung Paruh Bengkok Akibat Perburuan dan Perdagangan Gelap

Nasional

Garda Animalia bersama dengan Yayasan Auriga Nusantara menyelenggarakan talkshow pada hari Selasa (22/11) bertempat di gedung Goethe Institute Jakarta. 

Aspirasionline.com – Garda Animalia bersama Yayasan Auriga Nusantara menggelar talkshow dalam gelaran Bela Satwa Project. Pada acara tersebut dibahas mengenai laju kepunahan paruh bengkok akibat perdagangan ilegal satwa liar dengan didasari pada hasil liputan investigasi yang sebelumnya telah dilakukan. 

Talkshow yang diselenggarakan di Goethe Institut Jakarta pada Selasa (22/11) lalu mendatangkan beberapa narasumber dari berbagai bidang, diantaranya jurnalis, peneliti dan ahli burung, hingga direktorat lingkungan hidup dan kehutanan. Acara talkshow berjalan cukup kondusif dan para peserta antusias mengikuti jalannya acara dari awal sampai akhir. Acara dimulai pukul 15.00 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB.

Diawal acara, ditampilkannya sebuah film pendek dokumenter yang diproduseri oleh Garda Animalia sendiri, mengambil sudut pandang seorang mantan pemburu yang akhirnya memiliki kepedulian terhadap kelestarian hutan. Sony Sapulete, pimpinan Morite Birdwatching bercerita mengenai perburuan satwa terutama burung yang turun temurun dari generasi orang tuanya. 

Melalui video yang ditampilkan, Sony mengaku menyesali perbuatannya dan berupaya untuk ikut andil dalam perlindungan satwa liar dengan mendirikan komunitas pelindung satwa yaitu Morite Birdwatching sebagai salah satu cara untuk menebus keserakahan keluarga yang dahulunya memburu burung. 

Riuh tepuk tangan peserta talkshow mengakhiri film dokumenter tersebut, diiringi oleh alunan musik tradisional serta menampilkan beberapa jenis burung paruh bengkok dengan latar keasrian alam nusantara. Acara  kemudian dilanjutkan dengan pemaparan hasil liputan investigasi yang dibawakan oleh Abdus Somad sebagai perwakilan jurnalis.

Abdus Somad, perwakilan Tim Kolaborasi Liputan Investigasi Paruh Bengkok, mempresentasikan hasil reportase liputannya selama empat bulan mengenai praktek perdagangan paruh bengkok yang marak terjadi di wilayah Bandung, Jawa Timur, Maluku, dan Papua. Melalui cara penangkapan tradisional yaitu dengan tali yang didesain khusus, paruh bengkok berhasil ditangkap untuk kemudian dijual ke berbagai wilayah nusantara hingga mancanegara.

“Semakin langka justru malah semakin dicari, bukan semakin dipertahankan.” celetuk Abdus sembari memaparkan.

Ferry Hasudungan, Koordinator Program Konservasi Burung Indonesia mengemukakan bahwa ada sekitar 30 spesies burung paruh bengkok yang diketahui terancam punah. Saat ini, timnya tengah berupaya untuk melakukan konservasi, khususnya di wilayah pulau-pulau di Indonesia bagian tengah.

Menurut Peneliti dan Ahli Burung dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rini Rachmatika, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepunahan burung paruh bengkok, diantaranya adalah perubahan iklim, habitat, populasi, pemanfaatan yang tidak berkelanjutan, dan penyakit.

Rini mengungkapkan bahwa perubahan iklim akan sangat berdampak pada hewan terutama burung karena kompetisi akan meningkat dan pakan akan berkurang. Selanjutnya, ahli fungsi lahan sebagai habitat asal burung juga salah satu penyebab kepunahan burung paruh bengkok.

Rini juga menambahkan salah satu daya tarik Burung Paruh Bengkok menjadi incaran adalah kecerdasannya. “Karena paruh bengkok itu pintar, level kognitifnya tinggi setelah gagak. Jadi bisa berinteraksi dan bisa lebih dekat dengan manusia,” ungkap Rini.  

Menanggapi kepunahan burung paruh bengkok yang umumnya terjadi akibat adanya perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar, Hari Novianto sebagai Kepala Subdirektorat Operasi Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PP LHK) menyatakan bahwa PP LHK telah melakukan pencegahan dan juga penindakan. Mulai dari pengawasan, penyuluhan, sosialisasi, hingga tindakan represif seperti pemberian sanksi pidana dan perdata.

“Jadi memang kejahatan pemburuan satwa liar ini menjadi perhatian lebih dari kami,” tutup Hari dalam pemaparannya.

Reporter: Daffa Almaas, Teuku Farrel. | Editor: Tegar Gempa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *