Kriminalisasi Jurnalis CAKA: Upaya Penghalangan Kebebasan Pers di Unhas

CategoriesLintas Kampus

Usai menerbitkan sejumlah pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual yang ada di kampus, UKPM CAKA diintimidasi oleh pihak Universitas Hasanuddin dan aparat kepolisian. Hal ini memunculkan aksi solidaritas hingga kecaman keras dari berbagai elemen dan juga memantik perubahan UU Pers yang lebih inklusif terhadap pers mahasiswa.

Aspirasionline.com – Terjadinya kriminalisasi jurnalis Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Catatan Kaki (CAKA) di Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 28 November lalu merupakan buntut dari diterbitkannya rangkaian berita mengenai kasus pelecehan seksual yang dilakukan salah satu dosen dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, Firman Saleh, yang mendapatkan hukuman ringan. 

Pimpinan Redaksi UKPM CAKA, Anisa, mengatakan bahwa sanksi yang diterima pelaku hanyalah pemecatan sebagai ketua gugus penjaminan mutu dan skorsing selama dua semester sebagai dosen. Sanksi ringan ini memicu aksi yang menuntut untuk dilakukannya pemecatan terhadap pelaku sebagai dosen Unhas. 

Aksi berlangsung selama tiga hari berturut-turut, dari tanggal 19 hingga 21 November. Namun, meskipun dialog terbuka diadakan pada 22 November, hasil yang diharapkan belum juga tercapai. 

Akibatnya, mahasiswa kembali menggelar aksi pada Kamis, 28 November, yang berujung dilakukan pada penangkapan jurnalis CAKA serta beberapa mahasiswa lainnya di malam hari setelah aksi tersebut usai.

“(Aksi) itu berakhir dengan, ya damai saja begitu. Terus kita tidak tahu, tiba-tiba pas malam itu ada orang-orang yang tidak dikenal dan mulai melakukan perusakan dan ada pembakaran, ada mading (majalah dinding) yang pecah dan sebagainya,” jelas Anisa kepada ASPIRASI melalui Google Meet pada Kamis, (5/12).

Tuduhan Pencemaran Nama Baik atas Publikasi Jurnalistik CAKA

Kriminalisasi dengan dalih pencemaran nama baik ini diajukan oleh pihak rektorat Unhas terkait publikasi produk jurnalistik UKPM CAKA mengenai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen FIB Unhas terhadap mahasiswinya.

Anisa merupakan satu dari beberapa orang yang ditangkap dan dibawa ke Polrestabes Makassar. Sebelum penangkapan tersebut, Anisa menyatakan bahwa pihak rektorat beberapa kali berusaha melakukan identifikasi ke setiap jurnalis CAKA, termasuk dirinya yang menjabat sebagai Pimpinan Redaksi.

“Kemungkinan WR1 (Wakil Rektor 1) mengenal, mengidentifikasi saya sebagai salah satu jurnalisnya (CAKA). Terus ada namanya Amir Ilyas, itu bawahannya mengejar saya dan menanyakan ‘Siapa, mana Anisa di sini?’,” ungkap Anisa.

Penangkapan yang melibatkan lima pengurus UKPM CAKA dan beberapa mahasiswa lainnya dianggap tidak sesuai dengan prosedur hukum. Menurut pengakuan Anisa, bahkan hingga dilakukannya penggeledahan ponsel, pihak kepolisian tidak juga menunjukkan surat penangkapan resmi.

Setelah dirinya teridentifikasi sebagai salah satu jurnalis CAKA, Anisa mengaku polisi tetap menahan dirinya atas tuduhan pencemaran nama baik, sementara itu korban penangkapan lainnya telah dibebaskan. 

Pencemaran nama baik tersebut dilaporkan terhadap akun UKPM CAKA dan Serikat Mahasiswa Unhas yang diajukan oleh Ilham Prawira, anggota Pusat Bantuan Hukum Unhas, terkait publikasi jurnalistik UKPM CAKA.

Salah seorang pengurus UKPM CAKA, Abdul Sulaiman, mengungkapkan bahwa semenjak dibebaskan sampai dilakukannya wawancara pada Kamis, (5/12) belum ada mediasi yang dilakukan oleh pihak kampus terkait pelaporan tersebut. Sebaliknya, Ketua UKPM CAKA justru mendapat pemanggilan dari pihak rektorat untuk menghentikan sementara produk-produk jurnalistik. 

“Dia (Ketua CAKA) diminta sama rektor, intinya bahasanya waktu itu ke ketua kami dia bilang, kalau bisa CAKA cooldown saja dulu beritanya,” ujar Abdul kepada ASPIRASI di Google Meet yang sama pada Kamis, (5/12).

Pelanggaran Kebebasan Pers oleh UNHAS dalam Kasus Penghalangan Aktivitas Jurnalistik UKMP CAKA

Pelaporan terhadap UKPM CAKA akibat produk-produk jurnalistik yang diterbitkan dinilai sebagai bentuk upaya dari pihak Unhas untuk menghalangi dan mengganggu kebebasan jurnalistik.

Hal tersebut bertentangan dengan pasal 18 ayat 1 Undang-Undang (UU) No 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang membahas bahwa tindakan yang menghambat dan menghalangi kerja pers, seperti penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran dapat dipidana sesuai UU yang berlaku.

Kasus-kasus yang melibatkan UKPM CAKA mendorong banyaknya aksi solidaritas, yang salah satunya dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Jakarta, dan berbagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) lainnya  pada Kamis, (5/12).

Konsolidasi tersebut mendorong pengimplementasian produk hukum berupa perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Dikti) tentang Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi. Hasil pertemuan tersebut sepakat untuk menetapkan target utamanya berupa perubahan UU Pers yang lebih inklusif.

Staf Advokasi dan Riset LBH Pers, Chikita Edrini Marpaung mengungkapkan salah satu yang saat ini didorong banyak pihak untuk diimplementasikan pada kasus ini adalah Pasal 3 ayat b, yaitu untuk memfasilitasi dan membantu menyelesaikan sengketa yang timbul dari aktivitas jurnalistik di perguruan tinggi.

“Karena hanya itu satu-satunya produk hukum yang menyediakan perlindungan yang cukup komprehensif, seperti yang tadi aku sebutin, ada klausul yang memang memandatkan perlindungan yang harus disediakan dan diberikan oleh Dewan Pers dan Ditjen Dikti,” ungkapnya di hadapan audiens pada Kamis, (5/12).

Sementara itu, Anisa yang tertuduh atas pencemaran nama baik yang turut hadir dalam konsolidasi tersebut menyayangkan tindakan yang diambil pihak rektorat dalam menanggapi pemberitaan yang dilakukan CAKA. Dituntutnya CAKA atas produk yang dihasilkan tentu dirasa sebagai kekangan berekspresi dan bersuara bagi UKPM CAKA.

“Rektorat malahan mereka mengumpul tulisan-tulisan kami atau liputan-liputan kami dan dilaporkan begitu. padahal kayak kami membutuhkan juga saran atau ya inilah pentingnya hak jawab dan hak koreksi,” pungkas Anisa. 

 

Ilustrasi: Fabiana Amhnun

Reporter: Fabiana Amhnun | Editor: Rara Siti

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *