Serangan Siber PDNS Terjadi Lagi, Kominfo dan BSSN Diminta Tanggung Jawab

Nasional

Berbagai layanan publik terganggu akibat serangan ransomware terhadap PDNS , Tim Advokasi Keamanan Siber untuk Rakyat (TAKSIR) ajukan  surat keberatan administratif kepada Menkominfo untuk pertanggungjawaban. 

Aspirasionline.com — Sejak 20 Juni 2024 lalu, serangan siber pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 mengakibatkan layanan publik terganggu dan mengalami kerugian. 

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum menyebut terdapat 60 aduan korban serta 12 situs layanan publik yang tidak dapat diakses sejak serangan siber PDNS 2 terjadi. 

“Hingga hari ini, kami menerima setidaknya ada enam puluh aduan dari korban terdampak PDNS tersebut dengan total sekitar 12 layanan publik yang dilaporkan,” ungkap Nenden di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika kepada ASPIRASI pada Jumat, (19/7). 

Nenden juga menyebutkan banyak jenis kerugian yang dialami korban, mulai dari kehilangan potensi tender senilai ratusan juta, hingga hilangnya kesempatan beasiswa. 

Di kesempatan yang sama, Gema Gita Persada selaku Kuasa Hukum TAKSIR mengajukan surat keberatan administratif kepada Budi Arie Setiadi selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI) dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)  sebagai langkah lebih lanjut guna menuntut pertanggungjawaban pemerintah. 

“Kami juga memasukkan surat keberatan administratif serupa kepada Kepala BSSN, yang mana surat keberatan administratif ini merupakan langkah awal untuk meminta pertanggungjawaban hukum kepada menteri Kominfo terhadap kerugian yang ditimbulkan dari adanya insiden serangan siber di PDNS 2,” kata Gema pada Jumat, (19/7). 

Gema juga menyampaikan bahwa melalui surat ini, dirinya mengharapkan agar Budi Arie memberikan pernyataan maaf kepada publik dengan mengakui kelalaian dan menjamin tidak terulangnya serangan siber di kemudian hari.

“Jadi, kami menuntut dua hal tersebut, kami menuntut adanya permintaan maaf secara terbuka yang ditunjukkan kepada publik, yang kedua adalah untuk menjamin ketidakberulangan adanya serangan siber ini,” ujarnya.

Lumpuhnya Keamanan Data Siber Akibat Kelalaian Kominfo dan BSSN 

Peretasan siber ransomware pada sistem PDNS 2 turut berdampak pula pada banyaknya kebocoran data terhadap instansi-instansi pemerintahan. 

Menurut Pengacara Publik LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan Nazwar menjelaskan regulasi mengenai PDNS, khususnya sebagai bagian dari arsitektur sistem pemerintahan berbasis elektronik, yang mana Kominfo memiliki tanggung jawab selaku  penyelenggara pusat data nasional.

Semantara itu, BSSN juga memiliki wewenang dan tanggung jawab terhadap penjaminan keamanan data dan kedaulatan siber secara makro. 

Dalam konteks ini, Fadhil menyimpulkan bahwa serangan siber tersebut timbul akibat kelalaian dari instansi-instansi terkait, sehingga patut dimintai pertanggungjawabannya atas serangan siber tersebut.

“Dalam konteks ini, kami menilai ada kelalaian dari instansi-instansi yang hari ini kami tuntut pertanggungjawabannya, sehingga menyebabkan ada serangan siber tersebut terlumpuhnya berbagai layanan publik dalam beberapa waktu kebelakang,” jelas Fadhil kepada ASPIRASI pada Jumat, (19/7).

Fadhil juga menerangkan bahwa nantinya gugatan ini akan masuk ke dalam ranah yurisdiksi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk diminta pertanggungjawaban dari kelalaian kedua instansi tersebut. 

Fadhil turut menjelaskan bahwa sebelum mengajukan gugatan administratif ke PTUN, perlu dilakukan upaya administratif terlebih dahulu kepada Menkominfo dan Kepala BSSN. 

Harapannya upaya administratif ini dapat mendorong kedua instansi tersebut untuk mengambil tindakan korektif sehingga tata kelola sistem pemerintahan berbasis elektronik dan keamanan siber menjadi lebih baik di masa mendatang. 

“(Surat) keberatan diberi waktu kepada instansi yang diberikan yang disampaikan gugatan itu 10 hari untuk menanggapi,” jelasnya.

Namun, apabila tidak ada tanggapan ataupun pemenuhan terkait tuntutan surat keberatan atau upaya administratif tersebut, maka proses ini akan berlanjut pada banding administratif yang ditujukan kepada  Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia.

“Maka, kami akan langsung melakukan upaya administratif selanjutnya, yaitu banding administratif ke atasan Kominfo dan BSSN, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia,” tambah Fadhil. 

Namun, jika presiden juga tidak menanggapi terkait tuntutan tersebut, permasalahan ini akan diteruskan dalam gugatan perkara PTUN. 

Di kesempatan yang sama, Gema juga menegaskan bahwa aduan korban serangan siber diformulasikan menjadi satu tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah selaku pejabat publik. 

“Untuk itu kami rasa yang perlu disasar adalah bagaimana dia (Kominfo) dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Jadi memang target utamanya bukan kerugian secara materil yang kami tuntut,” kata Gema sebagai penutup.

 

Foto: ASPIRASI/Anggita Dwi 

Reporter: Anggita Dwi | Editor: Abdul Hamid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *