Perjuangkan Pendidikan Gratis, APATIS Desak Pencabutan Permendikbud Kenaikan UKT dan IPI
APATIS yang tergabung dari beberapa elemen massa menekan Mahkamah Agung (MA) RI untuk segera memproses gugatan mengenai pencabutan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang telah tertunda selama kurang lebih satu bulan.
Aspirasionline.com — Awal tahun 2024, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) mendasari kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) serta Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Hal itupun mendorong Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS) bersama 13 jaringan massa lainnya yang tergabung menggelar aksi pada Kamis, (11/7) di depan Gedung MA, Jakarta Pusat.
Berdasarkan pantauan reporter ASPIRASI, aparat kepolisian sudah menjaga barisan di depan gedung MA sekitar pukul 09.00 WIB dengan dua mobil pengangkut yang di parkir dipinggir jalan.
Mengacu pada rilis yang diterima oleh pihak kepolisian, seharusnya terdapat sekitar 300 massa yang melakukan aksi pada hari itu. Namun nyatanya, massa yang hadir kurang dari 100 orang.
Setelah melakukan orasi, agenda dilanjutkan dengan audiensi di dalam gedung MA yang diikuti oleh 6 orang perwakilan dari Tim Hukum Advokasi APATIS dan juga perwakilan media.
Salah satu perwakilan APATIS, Obie Mahendra Gande, menerangkan bahwa peraturan menteri tersebut jelas berdampak signifikan pada mahasiswa yang terbebani dengan biaya tinggi, bahkan tidak dapat melanjutkan perkuliahan akibat peraturan ini.
“Ada beberapa kampus yang naik sampai 100 persen, sehingga banyak mahasiswa, khususnya di Serang, Banten itu yang tidak melanjutkan perkuliahannya, dan ada yang baru keterima tidak bisa memulai perkuliahan akibat biaya kuliah yang dipatok sangat tinggi,” ujar Obie kepada ASPIRASI pada Kamis, (11/7).
Semantara itu, Obie menambahkan bahwa secara garis besar kegiatan yang ingin dicapai APATIS adalah pendidikan gratis di setiap level pendidikan. Hal ini dilakukan karena banyaknya generasi yang masih belum mampu mengakses pendidikan secara gratis.
“Kita melihat skema yang dipakai negara subsidi silang, yaitu orang yang perekonomian tinggi bayar lebih besar, orang yang perekonomian kecil bayar lebih sedikit, dan kita harapkan pendidikan digratiskan. Jadi gerakan menolak Permendikbud ini gerakan awal saja sebenarnya,” tegas Obie.
Sementara itu, perwakilan APATIS lainnya, Rizky Amelia Putri atau yang akrab disapa Sekar menerangkan bahwa APATIS sempat mengajukan gugatan ke MA pada 13 Juni 2024.
Namun, sempat tertunda akibat keterlambatan nomor register perkara yang baru dikeluarkan pada Rabu, 10 Juli 2024 setelah melakukan audiensi ke MA. Karenanya, aksi pun digelar guna mendesak percepatan proses gugatan
“Nomor register dari permohonan uji material kita itu baru datang kemarin, itu sudah lebih dari tenggat waktu 14 hari,” terang Sekar kepada ASPIRASI pada Kamis, (11/7).
Menanggapi tuntutan dari aksi tersebut, Hakim Spesialis Biro Hukum dan Humas MA, Deddy menjelaskan berkas sudah bisa diserahkan ke majelis melalui Ketua Kamar Tata Usaha Negara (TUN) dan akan berlangsung ke persidangan paling lama dalam jangka waktu satu bulan.
“Dalam artian, berkasnya sudah bisa diserahkan ke majelis. Tentunya lewat ketua kamar TUN. Berkas ini sedang menunjuk hakim yang akan memproses, barulah nanti akan masuk ke tahap persidangan,” tulis Deddy dalam keterangan rilisnya ketika proses audiensi.
Langkah Keberlanjutan APATIS Perjuangkan Pendidikan Gratis
Dalam perkara pencabutan Permendikbud, APATIS akan mengambil peran sebagai amicus curie yang nantinya akan menghimpun data dari berbagai lembaga atau institusi untukndiajukan sebagai rekomendasi kepada MA dalam mempertimbangkan keputusan bahwa Permendikbud layak untuk dicabut.
“Namanya Tahlilan Pendidikan, jadi kita adakan kayak Roadshow gitu untuk menyebarkan mengenai agitasi dan juga mengajak seluruh elemen mahasiswa untuk ikut berpartispasi mengirimkan amicus curiae,” ujar Sekar menjelaskan.
Data yang dimaksud dapat berupa bukti-bukti, seperti kenaikan UKT yang tidak sewajarnya bagi mahasiswa, serta kendala-kendala lain yang memberatkan mahasiswa dalam membiayai kuliah di tiap-tiap Universitas yang ada di Indonesia.
Sekar juga menambahkan bahwa kedepannya akan ada aksi-aksi jangka panjang untuk merealisasikan pemerataan pendidikan bagi semua pihak. Bukan lagi hanya perihal penurunan UKT, tetapi memastikan aksesibilitas pendidikan yang merata dan berkualitas.
Selain itu, massa aksi juga menekan pemerintah untuk tidak menjadikan pendidikan sebagai komoditas dan menghilangkan praktik korupsi yang dapat mengurangi dana pendidikan.
“Nggak ada alternatif untuk pinjaman online (pinjol), dan KIP-K itu juga bukan tujuan utama untuk pendidikan, KIP-K itu bukan solusi (untuk semua elemen). Solusinya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) yang dikonsentrasikan untuk anggaran pendidikan,” pungkas Sekar.
Foto: ASPIRASI/Alfin
Reporter: Alfin Zai | Editor: Rara Siti