Memanggil Ingatan Tragedi Semanggi I dan II Sebagai Pelanggaran HAM

Nasional

“Dua puluh dua musim hujan telah terlewati. Hari demi hari, keluarga korban dan masyarakat masih mencari sebuah pintu dari kebenaran yang belum kunjung terkuak,” ucap Sumarsih.

Tragedi Semanggi kembali menjadi perhatian publik setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutus Jaksa Agung ST Burhanuddin terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum itu terkait pernyataan Jaksa Agung dalam forum Rapat Kerja DPR RI pada 16 Januari 2020, yang menyatakan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM.

Melalui audiensi virtual yang diadakan pada Selasa, (1/12) kita membuka lagi ingatan tentang pahitnya Tragedi Semanggi I 13 November 1998 dan Tragedi Semanggi II 24 September 1999. Audiensi virtual dihadiri oleh Anggota Komisi III DPR-RI, Arsul Sani, Musisi Tashoora, Gusti Arirang, Penggiat HAM, Sumarsih, serta Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

Mengenai penyelesaian kasus, pihak Amnesty merencanakan pengiriman surat Pesan Perubahan Tragedi Semanggi I dan II kepada DPR ataupun Kejaksaan Agung. Sampai hari Selasa (1/12) terhitung ada 1.796 surat yang masuk dan masih ada kemungkinan untuk bertambah.

Menagih Komitmen Negara

Menaggapi surat tersebut, perwakilan Komisi III DPR-RI, Arsul Sani mengatakan sebaiknya surat tersebut disampaikan secara resmi. Lebih lanjut Arsul mengtakan, nantinya akan dibentuk rapat dengar pendapat umum secara langsung antara elemen masyarakat dengan Komisi III.

“Hal ini dilakukan untuk mendesak dilakukannya rapat dengar pendapat gabungan antara Komisi III, Komnas HAM, dan Kejaksaan Agung,” respons Arsul.

Mendengar usul dari Arsul Sani, Sumarsih yang juga merupakan bagian dari keluarga korban meminta Amnesty Internasional Indonesia untuk menindaklanjuti persoalan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tersebut. Menurut Sumarsih, RDPU dapat membuka peluang dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat seperti Tragedi Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti.

“Saya meminta kepada Usman dan teman-teman Amnesty untuk menindaklanjuti saran dari Pak Arsul untuk membentuk rapat dengar pendapat umum secara langsung dengan Komisi III,” kata Sumarsih.

Sumarsih mengungkapkan sudah dua puluh dua tahun lamanya keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II menuntut keadilan pemerintah untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat. Beragam cara pun dilakukan, seperti pembuatan lagu dan puisi, hingga dilaksanakannya Aksi Kamisan.

“Sudah dua puluh dua tahun lamanya dan hingga kini, berkas dari Komnas HAM masih menggantung di Kejaksaan Agung. Sekecil apapun kami harus memelihara harapan,” tutup Sumarsih di akhir acara.

Reporter: Lawdzai Mg, Yasmin Mg. | Editor: Biancha Chairunisa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *