Imbas PTN-BLU, Poliklinik UPNVJ Kenakan Tarif Berobat
Berbayarnya poliklinik UPNVJ nyatanya berasal dari perubahan status UPNVJ dari PTN-Satker menjadi PTN-BLU.
Poliklinik menjadi salah satu sarana dan prasarana (sarpras) yang disediakan oleh Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) sebagai penunjang kegiatan kampus.
Tentu menjadi hal yang lumrah bagi kampus untuk menyediakan fasilitas kesehatan (faskes) yang memadai bagi mahasiswanya. Sebagaimana kampus-kampus lain yang turut menyediakan faskes untuk mahasiswanya, UPNVJ sendiri memiliki poliklinik yang bertempat di kampus Limo, Depok.
Lokasinya sendiri mudah untuk diketahui karena bertepatan setelah memasuki kampus. Namun lain hal dengan lokasi, teknis dan tata cara penggunaan faskes satu ini mengundang banyak pertanyaan dari mahasiswa.
Satu hal yang menjadi pertanyaan di kalangan mahasiswa ialah adanya kebijakan baru poliklinik yang diberikan kewenangan untuk memungut biaya pengobatan pasien mahasiswa dan pegawai UPNVJ. Kebijakan tersebut merupakan Keputusan Rektor UPNVJ Nomor 520/UN61/HK.03.01/2023.
Perubahan tersebut ditanggapi oleh Wakil Rektor (Warek) II Bidang Umum dan Keuangan Prasetyo Hadi yang memberitahukan bahwa perubahan kebijakan ini merupakan hasil dari perubahan UPNVJ yang semulanya merupakan Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker), menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU).
Ia menjelaskan bahwa pemungutan biaya yang dilakukan oleh klinik UPNVJ bertujuan untuk meningkatkan sarpras serta layanan yang diberikan oleh poliklinik sebagai bentuk tanggung jawab kampus sebagai PTN-BLU.
“Sekarang kita ini menjadi Badan Layanan Umum. Ini banyak hal yang kita harus biayai karena subsidi dari pemerintah berkurang,” ungkap pria yang akrab disapa Pras itu ketika ditemui ASPIRASI pada Kamis, (27/7).
Terkait pentingnya pembayaran di poliklinik ini, kata Pras, memang ditujukan pada pembiayaan operasional poliklinik. Sebab, penggunaan alat suntik, obat-obatan, serta kebutuhan lainnya di klinik akan membebani kas kampus jika hanya bertumpu pada dana milik kampus itu sendiri.
“Kita harus punya pemasukan untuk operasional, kalau tidak, kita tidak punya pendapatan tapi keluar biaya, kan menjadi membebani,” kata Pras.
Tak Semua Layanan Dikenakan Tarif
Ditemui pada kesempatan yang sama, Andreas Wongso selaku dokter jaga di poliklinik UPNVJ, ikut menjabarkan terkait perubahan kebijakan yang berlaku di poliklinik UPNVJ.
“Untuk klinik sendiri itu kita memang ada tarif, tarif umum. Jadi kalau pada BLU itu prinsipnya itu kita tidak boleh murni berbisnis,” ujar Wongso, Kamis, (27/7).
Wongso juga meneruskan bahwa tarif bagi mahasiswa dan pegawai merupakan cash return. Tarif yang dihitung ialah biaya barang habis pakai seperti obat-obatan, bukan jasa. Selain itu, tarif pelayanan yang dikenakan pada mahasiswa dan karyawan akan mendapatkan potongan 50 persen.
“Kalau jasa, kita ga ngenain. Dan kalau misalkan tarif umumnya sepuluh ribu rupiah, kalau untuk mahasiswa itu ada potongan lima ribu rupiah,” ungkapnya.
Wongso melanjutkan, tidak semua pelayanan kesehatan akan dikenakan tarif. Bagi mahasiswa yang mengalami kejadian emergency dan butuh pertolongan pertama dengan cepat, klinik UPNVJ tidak akan menarik tarif. Begitu pula dengan penyakit atau kecelakaan yang menimpa keluarga besar UPNVJ saat menjalani proses perkuliahan di kampus tidak dipungut biaya.
“Lain halnya, kalau misalkan sudah pulang ke kosan, ‘kok mencret-mencret ya di kosan?’. Habis jajan misalkan di luar, daripada berobat ke klinik di luar yang otomatis akan lebih mahal dibandingkan klinik UPN, silahkan bisa datang berobat ke klinik UPN,” sebutnya.
Selain itu, kata Wongso, bagi keluarga mahasiswa dan pegawai yang ingin berobat di poliklinik UPNVJ juga akan mendapatkan potongan harga. Hanya saja harus menunjukan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
“Jadi tidak full lah. Asal kan bisa memberi tahu, ‘saya keluarganya mahasiswa UPN’, KTM-nya ini (ditunjukkan),” jelasnya.
Ketidaktahuan Mahasiswa Atas Pengadaan Tarif Berobat
Berdasarkan hasil wawancara ASPIRASI dengan Pras, rencana pengenaan tarif berobat di poliklinik UPNVJ telah mencuat sejak UPNVJ menjadi PTN-BLU yakni sekitar tahun 2020. Namun, klinik UPNVJ baru bisa memberikan pelayanan pada tahun 2021 dan mulai menerapkan tarif berbayar pada Senin, 17 Juli 2023.
Meski rencana pengenaan tarif terhitung sudah sejak tiga tahun yang lalu, penarikan tarif tersebut nyatanya hingga saat ini belum disosialisasikan dengan luas kepada keluarga besar UPNVJ.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) UPNVJ Dimas mengaku belum mendapatkan sosialisasi dari pihak kampus terkait kebijakan baru tersebut. Padahal mahasiswa FIKES angkatan 2020 itu mengatakan bahwa ia tidak akan keberatan bilamana pihak kampus telah memberikan sosialisasi jauh-jauh hari sebelumnya.
“Sangat disayangkan aja sih. Kenapa? Karena satu, perubahannya itu gak diinfoin. Misalnya, hari ini bakal bayar gitu, itu gak diinfoin. Mungkin (bisa diinformasikan) di semester sebelumnya atau beberapa bulan lalu. Enggak tiba-tiba, duar, bayar gitu,” ujar Dimas saat diwawancarai oleh ASPIRASI pada Selasa, (1/8).
Tidak hanya Dimas, beberapa mahasiswa FIKES bahkan baru mengetahui perubahan kebijakan itu ketika kami mintai kesediaannya untuk menjadi narasumber. Seperti Serli, salah satu mahasiswa FIKES tahun 2022.
“Aku malahan dari awal juga belum tau kalo misalnya itu bayar atau enggak. Nah, perubahan ini aku baru tau dari temanku kemarin katanya ada perubahan yang bakal bayar. Nah, itu aku belum tau juga sih. Belum dapat informasinya juga,” terang Serli pada Senin, (31/7).
Namun, saat dimintai konfirmasi, Pras menyanggah bahwa pihak kampus tidak melakukan sosialisasi. Ia mengaku sosialisasi tersebut sudah dilakukan sejak memasuki tahun ajaran 2020/2021 lalu. Padahal, kebijakan klinik berbayar baru ditetapkan pada tahun 2023.
“Sudah (disosialisasikan), anda (reporter, red.) yang terlambat masuk karena belum diterima (sebagai mahasiswa UPNVJ). Yang lama sudah tahu,” sanggahnya.
Mahasiswa Menyayangkan Adanya Tarif Klinik
Di sisi lain, beragam tanggapan diberikan oleh para narasumber terkait perubahan kebijakan poliklinik. Hilmy, salah satu mahasiswa FIKES tahun angkatan 2022, ikut kecewa terhadap keputusan UPNVJ untuk menjadikan poliklinik ini berbayar.
Baginya poliklinik yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan mudah oleh civitas UPNVJ menjadi tidak jauh berbeda dengan poliklinik lain di luaran sana.
“Aku kurang setuju karena gak ada bedanya ketika si mahasiswa tersebut berobat ke klinik lain. Dia harus bayar. Terus kalau misalkan dia di klinik UPN juga harus bayar gitu. Jadi tidak memudahkan dari si mahasiswa itu sendiri,” ujar Hilmy saat diwawancarai ASPIRASI pada Selasa, (25/7).
Tanggapan yang tidak jauh berbeda juga dilontarkan oleh Tika yang juga salah satu mahasiswa FIKES 2022. Menurutnya, pelayanan kesehatan seharusnya ditanggung penuh oleh pihak institusi, dalam hal ini UPNVJ.
“Lalu kebijakan ini dapat membatasi akses layanan kesehatan bagi mahasiswa yang kurang mampu secara finansial karena seharusnya kan kampus yang menyediakan akses kesehatan yang mudah dan juga terjangkau bagi semua mahasiswa dan pegawai sebagai bagian dari pelayanan kampus tersebut,” tutur Tika kepada ASPIRASI pada Minggu, (30/7).
Di sisi lain, Serli memberikan tanggapan yang berbeda. Dia merasa setuju-setuju saja terhadap perubahan yang dilakukan oleh UPNVJ ini. Alasan dari setujunya ia terhadap perubahan ini, karena ia tidak merasakan imbas perubahan klinik kepada dirinya sendiri.
Meskipun begitu, Serli memberikan saran bagi pihak poliklinik untuk memberikan kesempatan bagi pengguna fasilitasnya untuk bisa menggunakan kartu BPJS di sana.
“Karena kan namanya klinik enggak terlalu ngobatin penyakit yang berat gitu loh. Maksudnya, kayak mau berobat yang terlalu berat kan gak di klinik juga, ya. Jadi kan masih bisa lah ibaratnya dicover sama BPJS gitu,” ujar Serli saat diwawancarai pada…
Akan tetapi, Prasetyo dalam sesi akhir wawancaranya memberikan sedikit janji terkait perubahan kebijakan poliklinik ini.
“Tidak perlu serta-merta bisnis, tidak. Kita tetap memperhatikan kepentingan mahasiswa. Tetap memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mendesak mahasiswa. Tidak semuanya harus dikonversi dengan uang dan sebagainya,” tutupnya.
Foto: ASPIRASI/Teuku Farrel.
Reporter: Abdul Hamid. | Editor: Agnes Felicia.