Ketika Menwa UPNVJ Memakan Korban Jiwa

Berita UPN

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan meninggalnya mahasiswa UNS saat mengikuti Diksar Menwa. Serupa tapi tak sama, hal serupa juga terjadi di kampus bela negara

Suswati Eko Widodo tak percaya, anak sulungnya harus meninggalkannya secara tiba-tiba. Pasalnya, putri sulungnya tersebut tidak mempunyai penyakit bawaan dan dalam keadaan sehat. Fauziyah Nabilah Luthfi, merupakan mahasiswa 2020 D3 Fisioterapi yang meninggal saat mengikuti kegiatan pembaretan Menwa pada Sabtu, (25/9). Bagai badai yang menghantam tiba-tiba, Suswati merasa lemas saat menerima kabar bahwa anaknya sudah tiada.

“Pas pertama kali saya denger kabar, langsung benar-benar blank,” ujar Suswati pada Sabtu, (27/11).

Suswati dan keluarga baru mendapatkan kabar meninggalnya Fauziyah atau yang akrab disapa Lala, kurang lebih sekitar pukul delapan malam. Baginya, Lala merupakan setengah bagian dari hidupnya. Ketika Lala tiada, ia kehilangan setengah bagian yang ada di dalam dirinya.

“Lala seperti setengah bagian hidup saya. Jadi saya merasa kehilangan banget. Sampai sekarang juga masih suka nangis kalo inget Lala,” cerita Suswati.

Bapaknya Lala, Paino juga menceritakan, bahwa anaknya berangkat dalam kondisi sehat. Ia bercerita, pada hari Kamis, almarhum masih berkunjung ke SMA-nya. Pada hari Jumat menurut Paino, almarhum masih datang ke kampus dalam keadaan sehat untuk melakukan praktikum.

“Abis isya saya pulang, kok ada hp bunyi. ‘Om om ada kabar duka, Lala udah meninggal,’ Saya kaget, saya engga percaya sebelumnya. Hari Jumat juga masih sehat, masih ke kampus,” cerita Paino kepada ASPIRASI, Sabtu, (27/11).

Hal senada juga disampaikan omnya Lala, Delvinalis Setiawan. Delvinalis saat itu merupakan pihak keluarga pertama yang datang di lokasi rumah sakit. Ia menceritakan, bahwa sehabis maghrib, ibunya Lala menelpon dirinya. “Ibunya almarhum telpon saya sambil nangis, kalau almarhum di RSUD Ciawi. Di rumah sakit ya catat. Jadi saya juga saat itu engga ada pikiran apa-apa,” kata Delvinalis kepada ASPIRASI, Minggu, (28/11).

Menurut pengakuan Delvinalis, almarhum meninggal saat di perjalanan menuju RSUD Ciawi. Delvinalis menjelaskan, saat ia sampai di rumah sakit, Lala sudah meninggal dunia.  Dokter jaga UGD sempat menanyakan kepada Delvinalis, apakah Lala mempunyai penyakit atau tidak. Ketika itu Delvi menjelaskan bahwa Lala dalam kondisi sehat.

“Saya tahu benar kondisi Lala, karena dari usia kecilnya, saya tahu saat dewasa seperti apa. Riwayat kesehatannya juga saya tahu, jadi engga pernah sakit berat,” tambah Delvinalis.

Menurut kronologi yang Delvi terima dari pihak Menwa, Sabtu, (25/11) sekitar pukul sembilan pagi, terdapat acara pembukaan melalui kegiatan upacara. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara longmarch. Saat longmarch tersebut jarak yang ditempuh sejauh 10-15 KM. Pada saat longmarch terdapat tiga-lima pos.

“Menurut keterangan dari komandan menwa, medannya itu engga berat,” tambah Delvinalis.

Delvinalis melanjutkan, sekitar pukul dua belas siang, Lala terlihat kelelahan. Saat itu Lala berada di baris paling belakang. Tepat di belakang Lala, terdapat ambulans yang siaga. Lalu setelah itu, Lala sudah terlihat kelalahan dan mengalami fisik yang drop.

Sesampainya Lala di antara pos satu atau pos dua, kaki Lala sempat mengalami keram. Saat keram, Lala sempat diminta untuk istirahat terlebih dahulu dulu. Saat di pertengahan pos satu atau dua, Lala sempat beristirahat di masjid. Ketika sampai di masjid, Lala sempat dikira kesurupan oleh pihak Menwa. Menurut Delvinalis, Lala sempat istirahat di mobil ambulans.

“Jadi sempat dibawa ke masjid untuk diobati. Sampai di sana, ada jeda waktu. Setelah itu almarhum kejang-kejang. Mungkin mereka panik, akhirnya dibawa ke rumah sakit, dan sampai sekitar pukul lima atau enam,” tambah Delvinalis.

Delvinalis menambahkan, menurut keterangan dokter saat tiba di rumah sakit, almarhum sudah meninggal dunia. Ia ditunjukan secara langsung perihal Elektrokardiogram (EKG) denyut jantung, dan kondisi pernapasan Lala.

Menurut Delvinalis, pihak keluarga terus menggali apakah terdapat tanda penganiayaan dan kekerasan terhadap Lala. Pihak keluarga akan mengambil keputusan saat mengetahui apakah ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh Lala.

Saat almarhum dimandikan, Delvinalis terus melakukan pemantauan terkait yang terjadi terhadap keponakannya. “Setelah almarhum selesai dimandikan, saya tanya ke ibunya apakah ada tanda kekerasan dan penganiayaan seperti luka memar atau luka sekecil apapun. Terus ibunya bilang tidak ada. Oke berarti memang dari sana indikasi untuk kekerasan penganiayaan itu memang tidak ada,” ujar Delvinalis.

Pihak keluarga mengungkapkan, menolak untuk melakukan autopsi. Delvinalis mengatakan, autopsi memakan waktu yang lama, sekitar satu mingguan. “Jadi keluarga enggak tega ketika almarhum nanti harus dicari-cari segala macem. Harus dibedah, harus diautopsi. Demikian dengan juga dengan orang tuanya,” tambah Delvinalis.

Hal serupa juga disampaikan Paino. “Lala kasian kalo diautopsi. Engga tega keluarga kalo sampai diautopsi. Sampai rumah jam dua pagi. Terus azan subuh dibawa ke masjid untuk disalatkan,” tambah Paino.

Lalai Dalam Pengawasan

Delvinalis sempat mempertanyakan bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh kampus. Ia juga meminta agar peristiwa yang menimpa Lala tidak terulang kembali. “Saya minta ada perbaikan dari sisi SOP penyelenggaraan kegiatan,” kata Delvinalis.

Delvinalis mengatakan mengapa di lokasi kejadian terdapat ambulans, namun tidak dilengkapi dengan tenaga medis yang profesional. Menurutnya, terdapat jeda waktu yang berharga ketika Lala terdapat gangguan kesehatan saat kegiatan. Ia memberikan contoh, “Ketika memang ada kendala-kendala seperti kaki yang kram, itu kan bisa menimbulkan macam-macam. Menunjukkan jantung lemah. Menunjukkan heat stroke serangan panas karena saat itu panas,” tambah Delvinalis.

Delvinalis sempat melihat video yang diunggah oleh teman menwa Lala melalui media sosial. Di video tersebut terlihat bahwa Lala kelelahan dan situasi lapangan yang panas. Delvinalis melihat, keponakannya seperti memaksakan diri agar tidak tertinggal dengan rombongan di depannya.

Reporter ASPIRASI juga sempat menanyakan, apakah sebelum adanya kegiatan yang dilaksanakan menwa, terdapat skrinning atau Medical Check-Up (MCU) yang dilakukan pihak menwa, keluarga menjawab tidak ada.

“Tidak ada skrinning yang dilakukan pihak Menwa. Hanya penandatanganan surat izin kegiatan,” kata Suswati.

Sumber ASPIRASI mengatakan, ketika dilakukan kegiatan, harus sesuai dengan SOP. Selain itu, terdapat Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang diharuskan untuk melakukan MCU dan surat izin orang tua terhadap peserta diksar ataupun pembaretan.

“Setau saya Menwa (tahun ini, red) tidak meminta screening MCU untuk kegiatan. Seharusnya kan seniornya tanya soal keadaan mereka dan tahu soal riwayat penyakit anak. Tapi yang saya tahu engga ada,” ungkap sumber ASPIRASI tersebut.

Sumber ASPIRASI tersebut juga mengatakan, bahwa peristiwa meninggalnya Lala berusaha ditutupi oleh Menwa. “Jujur saja memang ada perintah kalau jangan dikasih tahu kalo ada anggota menwa yang meninggal. Itu salah fatal,” kata sumber ASPIRASI tersebut.

ASPIRASI sudah beberapa kali mencoba mengonfirmasi perihal hal ini kepada Komandan Satuan Menwa UPNVJ, Cherlyn Eva. Namun, hingga tulisan ini diterbitkan, pihak menwa belum memberikan jawaban.

Apakah Terdapat Pemberian Izin?

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Ria Maria Theresa menjelaskan, kegiatan pembaretan yang dilakukan pada tanggal 25-26 September oleh menwa tidak mendapatkan izin. Ria juga menegaskan, tidak ada perwakilan kampus yang ikut dalam kegiatan pembaretan.

“Karena dari kami tidak memberikan izin,” ujar Ria.

Ketika ditanya apakah kegiatan diksar merupakan satu rangkaian dari pembaretan, ia menjawab tidak mengetahui apakah satu kesatuan kegiatan.  ASPIRASI memperoleh surat izin dari pihak kampus terkait dengan pendidikan dasar yang dilakukan menwa. Surat tersebut ditandatangani oleh Wakil Rektor III Bidang Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Ria Maria Theresa pada 3 September. Surat tersebut bernomor SI/195/UN61.3/2021.

Dalam surat tersebut disebutkan pihak kampus memberikan izin kepada Menwa untuk melaksanakan kegiatan Diksar Anggota Baru Menwa. Dalam surat tersebut dijelaskan, kegiatan Diksar dilakukan di Detasemen Bravo Paskhas dan berlangsung pada tanggal 4-12 September.

“Untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggungjawab,” bunyi surat tersebut.

Namun, di sisi lain, mahasiswa merasa heran dengan pemberian izin kepada menwa dalam kegiatan diksar. Seperti yang dirasakan Ketua BEM UPNVJ, Rama Fathurachman. Menurut Rama, kemudahan pemberian izin rektorat kepada menwa suatu keanehan. Lebih lanjut Rama mengungkapkan, hal itu menunjukan bahwa rektorat bersikap pilih kasih terhadap kegiatan keorganisasiaan mahasiswa.

“Mengapa hanya menwa yang diberikan izin kemudahan? Ormawa dan UKM seperti BEM sangat dipersulit. Seharusnya rektorat memberikan kesetaraan bagi pemberian izin kegiatan kemahasiswaan,” kata Rama.

Hal senada juga disampaikan Ketua MPM, Helmy Alkatiri. Menurutnya, izin yang diberikan oleh rektorat kepada disar menwa merupakan bentuk keistimewaan. Ia menambahkan, selama ini kegiatan luring terganjal masalah alasan pandemic. Namun, ia mempertanyakan, mengapa menwa begitu mudah mengadakan izin melakukan kegiatan luring.

Helmy juga sempat menyinggung, pihaknya sempat mengajukan kegiatan ofline di kampus berupa debat paslon pemira. Namun, pihak rektorat berdalih tidak dapat mengadakan kegiatan secara luring karena alasan pandemi.

“Bentuk keiistimewaan izin kepada menwa dapat memicu kecumburuan sosial,” tambah Helmy.

Meninggalnya Lala dalam kegiatan pembaretan menwa, menambah preseden buruk terkait meninggalnya mahasiswa saat mengikuti kegiatan menwa. Terbaru pada kasus meninggalnya Gilang Endi Saputra saat mengikuti diklat Menwa, Minggu (24/10/2021), menghebohkan dunia pendidikan, khususnya lingkungan kampus Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo. Gilang meninggal dunia diduga akibat tindak kekerasan yang dialami saat mengikuti diklat tersebut.

Setelah melakukan penyelidikan, polisi akhirnya menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan terhadap Gilang saat Diklat Menwa UNS. Ketika itu, mahasiswa UNS meminta kepada pihak kampus untuk membubarkan menwa. Sejumlah mahasiswa UNS menyalakan 100 lilin di area kampus sebagai bentuk solidaritas untuk Gilang.

Ataupun terkait dengan meninggalnya kasus mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada April lalu. Dilansir dari Gatra.com, Puluhan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar aksi demo menuntut dibubarkannya Resimen Mahasiswa (Menwa) di Halaman Kampus I UMS, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, pada Kamis (28/10). Tuntutan pembubaran Menwa itu buntut dari adanya korban jiwa saat pendidikan dasar Menwa UMS pada bulan April 2021 lalu.

Di UPNVJ sendiri, telah dibentuk Aliansi UPNVJ Bergerak, yang menuntut kampus dan menwa untuk memberikan klarifikasi dan kronologi terkait meninggalnya Lala melalui audiensi terbuka. Aliansi tersebut merupakan gabungan dari BEM Universitas dan BEM Fakultas se-Universitas, MPM Universitas dan Senat Fakultas se-Universitas, serta beberapa UKM.

Reporter: M. Faisal Reza, Rafi Shiddique | Editor: Suci Amalia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *