Menelisik Stereotip Perempuan Berhijab di Balik Julukan “The Nuruls”

Opini

Tren julukan “The Nuruls” saat ini kerap ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat. Sebagian melihatnya sebagai stereotip negatif yang merendahkan perempuan berhijab, sementara yang lain melihatnya sebagai wujud kebebasan berekspresi bagi perempuan berhijab di era media sosial.

Aspirasionline.com —  Sejatinya, tren fesyen saat ini terus berkembang setiap tahunnya. Salah satu yang menonjol adalah fesyen muslimah. Perempuan berhijab kini semakin memiliki akses luas untuk mengekspresikan diri mereka melalui busana.

Mengutip dari fashionlawjurnal (6/3/2024), hubungan antara fashion dan kebebasan berekspresi bisa dilihat dari berbagai sisi. Fesyen dapat digunakan sebagai bentuk komunikasi sekaligus menciptakan rasa memiliki atau diferensiasi. Namun nyatanya, kebebasan berekspresi itu terganggu sejak munculnya istilah “The Nuruls”.

Secara bahasa, “The Nuruls” diambil dari kata Nurul yang merupakan nama seseorang yang berasal dari kosakata arab, yaitu nur yang berarti cahaya. Nama Nurul sendiri memiliki arti yang mendalam, sering kali dikaitkan dengan cahaya, kecerahan, dan kebaikan. 

Tidak jelas kapan dan siapa yang mempopulerkan istilah “The Nuruls” pertama kali namun, istilah ini kembali diperbincangkan oleh konten kreator, Halda Rianta dalam sebuah acara bincang-bincang yang melibatkan Vidi Aldiano, Deddy Corbuzier, Laura Moane, dan Azka Corbuzier. Kala itu, topik menarik muncul ketika Halda menjelaskan tentang “The Nuruls”.

Menurut Halda, “The Nuruls” adalah kumpulan perempuan berhijab yang senang berkumpul di Kafe Bajawa Depok untuk menikmati musik live serta berjoget-joget. Halda menegaskan bahwa kegiatan tersebut bersifat non-alkohol. 

Labelisasi “The Nuruls” Berdasarkan Penampilan dan Perilaku

“The Nuruls” kerap diberi label untuk kelompok tertentu berdasarkan penampilan dan perilaku. Dalam konteks ini, label “The Nuruls” biasanya ditujukan kepada perempuan berhijab yang dikenali dari penampilan mereka yang dianggap khas atau mencolok, seperti gaya berpakaian yang terinspirasi dari tren tertentu, pemakaian make-up yang lebih mencolok, atau aksesoris yang tidak lazim untuk perempuan berhijab.

Namun, menurut beberapa sumber mengungkapkan bahwa “The Nuruls” bisa merujuk pada perempuan yang mengenakan hijab dengan cardigan lilac atau sage yang membeli makanan pedagang kaki lima menggunakan motor Scoopy. Di sisi lain, “The Nuruls” juga bisa dijelaskan sebagai perempuan yang mengenakan pakaian dengan gaya yang sederhana.

Istilah “The Nuruls”  mulai mencuat di tengah publik sejak menyoroti bagaimana media sosial sering kali menjadi tempat untuk menilai dan mengekspresikan stereotip terhadap perempuan berhijab.

Secara umum, “The Nuruls” menjadi penghakiman sosial, terutama di lingkungan di mana norma-norma tertentu sangat dijunjung tinggi.

Penggunaan istilah ini menunjukkan pengaruh media sosial dalam membentuk pandangan dan penilaian terhadap perilaku individu, terutama dalam konteks tertentu di media sosial.

Dengan membentuk pola pikir dan perilaku yang sering dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan dikonsumsi di platform-platform digital, penghakiman sosial dapat merajalela karena sosial media menjadi standar untuk berkehidupan sosial.

Hal itu tentu memicu opini-opini masyarakat yang berbeda dan membuat mereka saling menyerang, karena setiap orang memiliki pandangan yang dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat dan konsumsi di media sosial sehingga bisa menyebabkan ujaran kebencian.

Stereotip yang Merusak Citra Perempuan Berhijab

“The Nuruls” sering kali merujuk kepada stereotip yang belum jelas maknanya. Namun, dalam pandangan masyarakat, “The Nuruls” tidak hanya menjadi sekedar julukan, tetapi juga dianggap sebagai stereotip negatif yang merendahkan citra perempuan berhijab. 

Istilah ini tidak jarang dikaitkan dengan perempuan yang dianggap melanggar aturan agama Islam, seperti berpakaian ketat namun tetap menggunakan hijab, berpartisipasi dalam tarian atau aktivitas yang dianggap tidak pantas, serta terlibat dalam perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.  

Menurut jurnal yang berjudul Hijab: Antara Tren dan Syariat di Era Kontemporer Hijab, gaya berhijab tak lagi dikaitkan berdasarkan perintah agama, tetapi lebih dieratkan hubungannya dengan tampilan yang terkesan trendy.  Meskipun nilai-nilai agama tetap penting, tetapi tren fesyen hijab lebih condong ke arah estetika dan kekinian.

Disayangkan, tren berpakaian dan perilaku anak muda saat ini terkadang jauh dari kesadaran, terutama bagi seorang muslimah. Pemilihan pakaian merupakan aspek yang sangat penting dan haruslah sesuai dengan ketentuan agama.

Jika dilihat dari perspektif “The Nuruls”, mereka tetap berusaha menjalankan kewajiban agama mereka dengan sungguh-sungguh, sembari berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Mereka merasa hijab bukanlah penghalang untuk tetap menjadi partisipasi dalam kehidupan sosial, asalkan tetap mempertahankan identitas agama mereka.

 

Ilustrasi: Anastasya Regina

Penulis: Azzahwa, Mg. | Editor: Maulana Ridhwan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *