Sidang Uji Formil UU TNI: Polemik Kedudukan Hukum Mahasiswa hingga Dugaan Proses Legislasi Inkonstitusional

CategoriesNasional

Proses gugatan uji formil UU TNI oleh gabungan mahasiswa dan KMS ke MK memicu berbagai polemik, mulai dari kedudukan hukum para pemohon hingga minimnya partisipasi publik dan dugaan cacat formil dalam Prolegnas.

Aspirasionline.com –- Gabungan mahasiswa dan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) melakukan gugatan uji formil dalam proses legislasi pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) karena dinilai tidak memenuhi prinsip keterbukaan dan partisipatif.

Di dalam sidang perdana, sidang pemeriksaan pendahuluan para penggugat menghasilkan putusan hakim dengan meloloskan lima dari empat belas perkara uji formil ke tahap sidang pleno (pembuktian), yang di antaranya, Perkara Nomor 45, 56, 69, 75, 81/PUU-XXIII/2025 perihal Gugatan Pengujian Uji Formil UU TNI.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Presiden RI dalam Sidang Lanjutan Uji Formil UU TNI di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dalam persoalan kedudukan hukum dan proses pembentukan UU TNI menilai telah memenuhi asas keterbukaan dan kedayagunaan. 

Utut Adianto, Ketua Komisi I DPR RI, meminta majelis hakim menolak atau menyatakan tidak dapat menerima seluruh permohonan karena para pemohon dinilai tidak memiliki keterkaitan langsung dengan substansi UU TNI, sehingga kedudukannya dianggap lemah secara hukum.

“Para pemohon tidak memiliki pertautan langsung dengan UU No. 3/2025 (UU TNI) karena tidak berkapasitas sebagai TNI aktif, calon prajurit TNI, bukan pegawai di instansi sipil yang berpotensi dirugikan dengan muasal jabatan sipil yang memungkinkan untuk dijabat oleh TNI, melainkan mahasiswa pelajar, karyawan swasta, dan mengurus rumah tangga,” jelas Utut dalam keterangan yang diberikannya pada Senin, (23/6).

Senada dengan itu, Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mewakili Presiden RI mengaku prosedur legislasi UU TNI dinilai telah sesuai dengan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), termasuk dalil Pemohon soal keterbukaan akses informasi, dan masukan yang terbatas.

“Penjelasan Pasal 5 Huruf G UU P3 mengenai asas keterbukaan dan pasal 96 Ayat 3 UU P3, telah jelas menyatakan bahwa masyarakat yang berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan pembentukan UU adalah orang perseorangan atau kelompok yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan RUU (Rancangan Undang-Undang),” tutur Supratman dalam Sidang Lanjutan Uji Formil pada  Senin, (23/6).

Minim Partisipasi dan Dugaan Cacat Formil, Proses Legislasi Jadi Sorotan dalam Sidang Uji Formil UU TNI

Sepanjang proses perancangan hingga pengesahan UU TNI memicu polemik di masyarakat, mulai dari minimnya partisipasi publik yang bermakna hingga dipertanyakannya supremasi hukum dalam proses legislasi. 

Hal ini dipertegas dalam pernyataan Mohammad Novrizal Bahar, Ahli Perkara Nomor 45, pada Sidang Lanjutan Uji Formil yang dilaksanakan Senin, (1/7), yang menyoroti lemahnya penegakan dan kepastian hukum dalam perencanaan UU TNI.

“Undang-Undang TNI Perubahan memiliki kelemahan dalam hal menegakkan kepastian hukum, khususnya dalam mematuhi program legislasi nasional, sebagaimana yang akan diuraikan selanjutnya,” terang Novrizal saat sidang berlangsung.

Dalam keterangannya, Novrizal menjelaskan bahwa Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah dan prolegnas prioritas tahunan menjadi dasar pengujian pembentukan RUU. Sementara itu, UU TNI yang sudah diberlakukan hanya dicantumkan dalam prolegnas jangka menengah.

Lebih lanjut, Novrizal mencetuskan pengalihan Rancangan Undang-Undang TNI dari Prolegnas jangka menengah ke dalam daftar prioritas tahunan yang didasari oleh Surat Presiden Nomor R12/Pres/02/2025 dianggap tidak sah karena tidak tunduk pada mekanisme formil yang diatur.

“Setiap perubahan terhadap agenda rapat yang telah ditetapkan, wajib melewati proses formal dalam Badan Musyawarah (Banmus) dan hasilnya harus tercermin secara eksplisit dalam agenda resmi rapat yang tercantum dalam risalah sidang,” tutur Novrizal.

Sementara itu, Abu Rizal Biladina atau yang biasa disebut Rizal, Kuasa Hukum Perkara Nomor 45 sekaligus Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) juga menyatakan akan tetap konsisten dan optimistis terkait penerimaan permohonan yang diajukan ke MK. 

“Kami tetap konsisten dengan statement (pernyataan) kami, dan kami juga tidak pesimis akan permohonan kami untuk ditolak MK. Dan kami cukup yakin untuk diterima sama MK,” tukas Rizal saat di wawancarai ASPIRASI pada Senin (23/6) tepat di depan Gedung MK setelah persidangan. 

 

Foto: Youtube/Mahkamah Konstitusi RI

Reporter: Azaliya Raysa | Editor: Ihfadzillah Yahfadzka

About the author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *