Berbicara Ekonomi Biru Melalui Ekspedisi Indonesia Biru
Aspirasionline.com – Forum pembaca IndoPROGRESS bekerja sama dengan Partai Hijau Indonesia menggelar acara diskusi dengan tema Mencari Indonesia: Ekonomi Biru Masa Depan Lingkungan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (19/1) lalu.
Diskusi dimulai dengan pemutaran film dokumenter mengenai Ekspedisi Indonesia Biru menjelajahi tanah air selama 365 hari. Terhitung sejak 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015, jurnalis Dandhy Dwi Laksono bersama rekannya Ucok Suparta menjelajahi Indonesia dengan mengendarai sepeda motor. “Tujuan saya bukan berkeliling Indonesia saja, tetapi ingin mengetahui dan mempublishkan bagaimana konsep ekonomi biru diterapkan masyarakat Indonesia yang masih mempertahankan kearifan lokal dan adat istiadat guna memenuhi kelangsungan hidup,” ujar Dandhy yang juga pendiri Watchdoc Indonesia.
Ekonomi Biru merupakan konsep pengembangan sumber daya lokal dengan memanfaatkan sumber dari alam, termasuk sektor kelautan, tanpa merusak ekosistem yang diperkenalkan oleh Gunter Paulli, penulis buku Blue Economy asal Belgia. Konsep Paulli hadir sebagai pelengkap dari konsep Ekonomi Hijau. Konsep Ekonomi Hijau dipandang lebih mahal berwujud produk-produk komoditas mewah yang tidak terjangkau oleh masyarakat berpendapatan menengah kebawah dan menyebabkan konsumen harus membayar lebih mahal. Ekonomi Biru hadir untuk menjawab kekurangan-kekurangan dari Ekonomi Hijau.
Esensi dari konsep Ekonomi Biru adalah untuk belajar dari alam, mengalirkan energi tanpa emisi dan limbah untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dhandy mengatakan bahwa tawaran Paulli mengenai konsep Ekonomi Biru tak lain sebagai langkah maju untuk menyempurnakan Ekonomi Hijau sekaligus memperkaya rumusan-rumusan alternatif dalam penerapan perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Pemanfaatan dari konsep Ekonomi Biru dapat diterapkan melalui biogas, yaitu memanfaatkan kotoran hewan menjadi sebuah energi alternatif yang berguna bagi masyarakat. Dandhy menambahkan bahwa penerapan biogas cocok dilakukan oleh masyarakat yang pekerjaan utamanya adalah beternak, karena bisa lebih produktif dan hanya konsentrasi dalam urusan ternak saja. Proyek biogas tersebut tak komplemen pada masyarakat yang mempunyai substitusi besar terhadap kayu bakar di daerah yang masih memiliki hutan yang lebat, lahan luas, dan rasio kepemilikan tanah yang cukup.
Sonny Mumbunan seorang peneliti dari Research Centre for Climate Change (RCC) Universitas Indonesia, menambahkan tentang pengorganisasian ekonomi yang dapat terlihat di daerah-daerah yang mempertahankan kearifan lokal, ”skala kecil dari skema masyarakat lokal dapat diterapkan ke nasional,” ujarnya.
Sedangkan dalam sektor pendidikan, Dandhy mengatakan pembangunan sekolah di daerah-daerah tidak seimbang antara Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) menyerupai bentuk segitiga, dimana SMA berada di posisi paling atas. Dan tanpa disadari pembangunan sekolah seperti itu akan menimbulkan seleksi sejak masuk SD.
Setelah menyelesaikan perjalanan menelusuri daerah-daerah di Indonesia tanpa dana sponsor, Dandhy akan menuntaskan pembuatan film dokumenter dari hasil penjelajahan ke seluruh Indonesia dan hasil film dokumenter yang akan tayang gratis di kanal Youtube.
Reporter : Alfian Mg. |Editor : Fitri Permata S.
Foto : ASPIRASI