Menuai Pro Kontra, Ambang Batas Parliamentary Threshold Perlu Diubah?

Opini

Perubahan ambang batas parliamentary threshold menjadi jalan untuk membuka kesempatan lebih luas bagi para partai politik yang seringkali gagal untuk mendapatkan kursi di Senayan.

Aspirasionline.com — Parliamentary threshold atau ketentuan ambang batas parlemen bagi partai politik diwacanakan akan mengalami perubahan. Nantinya, aturan ini akan menjadi konstitusional bersyarat dan akan diberlakukan pada Pemilihan umum (Pemilu) mendatang, seperti yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (29/2). 

Perubahan atas parliamentary threshold  ini dilakukan karena ketentuan ambang batas yang diatur pada pemilu 2024 yang seminimalnya empat persen dan diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 dinilai tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.

Adanya perubahan ambang batas parliamentary threshold ini ditujukan agar disproporsional atau ketidakseimbangan antara suara pemilih dengan partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat teratasi. Selain itu, agar tidak ada lagi suara pemilih yang terbuang akibat memilih partai politik yang pada hasil akhir perhitungan suara tidak mencapai ambang batas parliamentary threshold

Di sisi lain, ketika ambang batas pada parliamentary threshold diturunkan maka, akan memberikan ruang keadilan bagi partai-partai politik kecil karena adanya kemudahan dalam mencapai ambang batas. Keadilan juga nantinya akan tercapai karena perwakilan di dalam DPR tidak hanya diisi oleh dominasi partai-partai besar saja, tetapi terdiri dari berbagai keterwakilan partai kecil.

Terjadinya diversifikasi perbedaan pandangan politik dalam merumuskan kebijakan. Pada akhirnya, akan memungkinkan semua aspirasi dari beragam permasalahan dan kepentingan dapat disuarakan.

Sirkulasi kekuasaan juga menjadi salah satu dampak yang mungkin terjadi ketika ambang batas ini diturunkan. Kondisi yang seperti ini terjadi pada dunia perpolitikan Indonesia bahwa kekuasaan hanya ada pada segelintir orang saja, menjadikan negara ini hanya dipenuhi oleh kepentingan elit politik yang melegalkan berbagai cara agar dapat berkuasa.

Namun, seperti yang dituliskan oleh Adiwira (2020) dalam “Jurnal Implikasi Parliamentary Threshold terhadap Sistem Kepartaian di Indonesia”,  keberadaan parliamentary threshold menciptakan sistem pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien karena jumlah partai politik mengalami penyederhanaan sehingga dapat mengurangi ketidakstabilan politik. 

Putusan Ambang Batas Parlemen Tuai Penolakan 

Di balik perubahan penurunan ambang batas parliamentary threshold yang memang menguntungkan, baik dilihat dari prinsip kedaulatan rakyat maupun distribusi kekuasaan. Hal tersebut juga mengalami penolakan oleh partai besar dan elit politik di dalamnya.

Tentunya dengan begitu, dominasi mereka tidak akan stabil karena adanya pengaruh dari partai-partai kecil yang masuk ke parlemen nanti.

Oleh karena itu, MK melakukan mekanisme penurunan ambang batas parliamentary threshold agar tetap menghadirkan keberimbangan dan keadilan, bahwa perubahan ini haruslah menganut keberlanjutan, keterlibatan, dan keterbukaan ruang partisipasi publik serta harus dapat menjaga sistem proporsionalitas.

Serta aturan ini hanya berlaku pada pemilu 2029 dan pemilu selanjutnya. Dengan catatan, bahwa perubahan aturan harus selesai sebelum proses penyelenggaraan pemilu 2029  berlangsung.

Dengan hadirnya perubahan ambang batas ini, terlepas dari adanya pro dan kontra, akan besar kemungkinan terjadinya konflik antara partai besar dan partai kecil.

Misalnya, berupa konflik kekuasaan antara partai besar yang memungkinkan akan perlahan kehilangan dominasinya karena bersaing dengan banyaknya partai kecil. Selain itu, konflik kepentingan juga dapat terjadi karena adanya perbedaan kepentingan untuk mencapai sebuah kekuasaan dan dukungan masyarakat.

Konflik yang mungkin paling terlihat jelas juga adalah bagaimana keberadaan partai politik yang sudah mapan menggunakan cara kampanye yang tidak sesuai dengan aturan, seperti penggunaan politik uang serta penggunaan jejaring elit politik untuk melegalkan cara-cara curang.

Belum lagi, misal, hadirnya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pejabat negara untuk mendukung dan melancarkan keinginan salah satu partai besar.

Tentunya hal tersebut dapat memicu konflik persaingan yang tidak sehat serta ketimpangan antara partai besar dan partai kecil sehingga ruang keadilan bagi partai kecil tidak akan tercipta jika  konflik ini terus berlangsung dan dilanggengkan oleh oknum pejabat negara.

Dengan demikian, perubahan ambang batas parliamentary threshold ini dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan ditujukan sedari awal apabila terdapat pengendalian dan pengawasan dari berbagai pihak. Seperti berbagai lembaga pemerintahan yang harus bebas dari kepentingan kelompok tertentu, memiliki akuntabilitas, serta mengedepankan transparansi kepada publik.

 

Ilustrasi: Anastasya Regina

Penulis: Anju Mg. | Editor: Abdul Hamid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *