TOEFL Jadi Syarat Kelulusan, Harga Kursus di UPT Bahasa Naik Drastis
Kenaikan biaya kursus persiapan TOEFL / ELPT di UPT Bahasa UPNVJ, dari Rp500.000,- menjadi Rp850.000,- dikeluhkan mahasiswa karena kurangnya sosialisasi dan keraguan fasilitas penunjang kursus.
TOEFL (Test of English as a Foreign Language) merupakan tes bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang dibuat oleh ETS (Educational Testing Service), sebuah lembaga di Amerika Serikat. Di Indonesia, saat ini TOEFL telah menjadi tes standar bahasa Inggris bertaraf internasional yang kerap digunakan sebagai syarat administratif masuk dunia kerja.
Tes TOEFL / ELPT di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) merupakan salah satu prasyarat kelulusan bagi mahasiswa. Dalam hal ini, UPNVJ menyediakan fasilitas berupa tes TOEFL yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa sebagai pusat penyelenggara tes kemampuan bahasa Inggris mahasiswa, yang salah satu programnya adalah kursus Persiapan TOEFL / ELPT.
“Jadi di UPT Bahasa kami memiliki dua jenis ujian, yaitu TOEFL ITP (Institutional Testing Program, red.) dan ELTP (English Language Proficiency Test, red.). ELTP dan ITP itu adalah dua jenis ujian yang sama. Hanya saja, ELTP itu owned by us, dimiliki dan diselenggarakan oleh kita dan untuk mahasiswa kita,” jelas Ayunita Ajeng Dyah Saputri, Kepala UPT Bahasa UPNVJ kepada ASPIRASI, Selasa, (12/9).
Dilansir dari laman resmi UPT Bahasa UPNVJ, kursus persiapan TOEFL / ELPT adalah program yang disediakan sebagai kegiatan pembelajaran TOEFL bagi peserta yang akan mengikuti tes bahasa inggris tersebut. Kursus yang semenjak tahun 2009 mematok harga Rp500.000,- tersebut, kini mengalami kenaikan biaya sampai Rp850.000,- untuk 24 sesi pembelajaran selama total 48 jam.
PTN-BLU dan Inflasi Jadi Alasan Kenaikan Harga Kursus
Faktanya, Ayunita mengungkapkan bahwa kenaikan biaya kursus TOEFL/ELPT yang bertahan sejak 2009 dengan nominal Rp500.000,- mengalami kenaikan karena mengikuti perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Kita mengikuti perubahan dari PMK tersebut, PMK yang kita gunakan dari tahun 2009 hingga 2022 pasti mengalami perubahan. Nah, dari setiap perubahan tersebut kita pertimbangkan dan kita rapatkan dengan pimpinan, dirapatkan di depan PSPI dan tim tarif pada saat itu,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, UPNVJ yang sudah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) juga memengaruhi keputusan kenaikan harga lantaran perguruan tinggi harus mengelola anggaran dan keuangannya sendiri.
“Selain itu, yang pasti BLU, kita sudah BLU. Itu faktor yang kedua,” tanggap Ayu menambahkan.
Kemudian, peningkatan biaya tak lepas dari faktor inflasi yang ada. Pihak UPT Bahasa mengaku telah menekan angka serendah mungkin agar nantinya biaya yang ditetapkan tetap dibawah rata-rata.
“Bahwa Rp500.000,- dari tahun 2009, sedangkan kita sudah mengalami inflasi dari sepuluh tahun ini saja itu sekitar 8 persen. Kami itu ga sembarangan mempertimbangkan, dari yang harganya, tadinya sebenarnya kalau kita hitung-hitung mungkin sekitar mencapai 1,5 juta rupiah, kita cut akhirnya mencapai harga segitu,” terang Ayu.
Kendati demikian, Ayu mengklaim biaya yang ditetapkan UPT Bahasa di UPNVJ lebih murah jika dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri dan swasta lain di Jakarta.
“Jadi memang pertimbangannya adalah yang pasti harga kita jauh lebih murah dibandingkan universitas manapun,” tegasnya.
Dengan segala pertimbangan, Ayu menyebut perubahan biaya tersebut dibersamai dengan peningkatan kualitas instruktur, pelatihan instruktur, dan fasilitas di UPT Bahasa.
Namun, terdapat perbedaan yang sangat signifikan, yakni kenaikan harga kursus TOEFL justru dilaksanakan dengan metode pembelajaran secara daring setelah sebelumnya dilakukan secara luring.
“Ada fasilitas yang harus kita penuhi. Kalau dulu anak-anak harus datang ke sini, kalau sekarang online aja cukup. Modul pun akan kita perbarui, pengajarnya pun sudah kita penuhi, kalau dulu 44 jam sekarang 48 jam,” terang Ayunita yang juga sebagai dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UPNVJ tersebut.
Tak Sebanding dengan Fasilitas, Mahasiswa Akui Keberatan
Dengan biaya yang melambung dari Rp500.000,- menjadi Rp850.000,- membuat Nabil Radif Fardani, mahasiswa semester tujuh Fakultas Kedokteran UPNVJ merasa keberatan dengan perubahan biaya tersebut. Namun, karena TOEFL berperan besar sebagai persyaratan skripsi, mau tidak mau dirinya tetap mendaftarkan diri untuk mengikuti kursus tersebut.
“Tapi 850 ribu pun sudah termasuk mahal menurutku, kalau ga karena kewajiban untuk syarat skripsi aku ga bakal daftar sih,” ujar Nabil saat dihubungi ASPIRASI, Senin, (4/9).
Senada dengan Nabil, mahasiswa Prodi Informatika Fakultas Ilmu Komputer (FIK) UPNVJ angkatan 2020, Arief Nur Zaid menyebut biaya yang ditetapkan saat ini kurang sepadan jika kursus hanya dilaksanakan secara daring.
“Cukup mahal jika dilaksanakan secara online dengan harga segitu,” jelas Arief kepada ASPIRASI pada Senin, (4/9).
Lebih lanjut, harga yang dinilai cukup mahal itu membuat Arief mempertimbangkan kembali niatnya untuk mengikuti bimbingan belajar (bimbel) di UPT Bahasa, sehingga dirinya pun lebih memilih kursus di tempat lain.
“(Saya) akan menimbang ulang dan mencoba tryout TOEFL terlebih dahulu. Jika hasil tryout di atas passing grade, langsung mengambil ujian tes tanpa mengikuti les, atau belajar (mandiri) dari Youtube,” katanya seraya melanjutkan, “(Saat ini) saya mengikuti program TOEFL di luar UPT kampus karena pelayanannya dan reputasinya terkenal baik.”
Namun, berbeda dengan Arief, salah satu mahasiswi FISIP prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2020, Novyta Indryani merasa ragu untuk mengikuti bimbel ataupun tes TOEFL di luar kampus karena khawatir sertifikasinya sulit diterima sebagai syarat kelulusan di UPNVJ.
“Sempet ada kepikiran coba keluar, cuman aku gatau kalau TOEFL di luar itu di-approve gitu gak sih di skripsinya,” tutur Novyta kepada ASPIRASI, Selasa, (12/9).
Novyta mengatakan, dirinya juga belum merasa tertarik untuk bergabung dalam kursus TOEFL dan menjadikannya sebagai pilihan terakhir jika memang sangat dibutuhkan.
“Kalau untuk bimbelnya aku belum tertarik untuk ikut karena kayanya masih mau coba untuk tesnya dulu aja karena dari sepengetahuan aku, dari teman-teman dan kakak tingkat aku, kalau untuk bimbel ini emang udah otomatis bakal lulus jadi kaya last option bagi aku,” ungkap Novyta.
Merespon hal tersebut, pihak UPT Bahasa tidak mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti kursus dan tes TOEFL/ELPT. Mahasiswa diperbolehkan mengikuti tes selain di UPT Bahasa walau tidak semua hasil tes-nya dapat diterima sebagai prasyarat kelulusan UPNVJ, mengingat pernah adanya kejadian pemalsuan sertifikat TOEFL.
“Kalau di luar sertifikatnya tidak bisa kita akui, karena kita tidak bisa me-maintance, kita tidak bisa memonitoring, kita ga tau apa yang dilakukan dengan teman-temannya di luar. Kita ga tau juga ini temannya yang ikut kursus hanya sebagai formalitas atau hanya memang belajar, nah boleh di tempat lain di luar, tapi nanti ujiannya sebagai bentuk monitoring, ujiannya di kita,” kata Ayunita menerangkan.
Di sisi lain, Rafi Ferlianto, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), cukup menyayangkan adanya kenaikan tersebut. Menurutnya, biaya yang ditetapkan dapat mengurangi antusias dari para mahasiswa untuk mengikuti kursus persiapan dari UPT Bahasa.
“Tadinya awalnya tertarik ikut les di UPT Bahasa tapi karena kenaikan harganya itu aku mempertimbangkan ulang, sepertinya aku lebih cenderung belajarnya secara mandiri lewat Youtube atau media lain,” jelas mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional FISIP angkatan 2020 tersebut kepada ASPIRASI pada Rabu, (6/9).
Adanya kursus persiapan tes TOEFL/ELPT di kampus tentu memberikan kemudahan bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa tingkat akhir yang memerlukan sertifikat TOEFL sebagai syarat administratif. Namun, ketidaktahuan mahasiswa atas kenaikan harga bimbel tersebut juga memicu berbagai keluhan.
“Sejauh aku dapet informasi, aku ga dapet informasi apa-apa terkait itu, aku juga baru tau kalau harganya berubah,” tutur Rafi.
Rafi mengungkapkan, sosialisasi mengenai kenaikan harga seharusnya tidak hanya dicantumkan lewat website ataupun media sosial, tetapi penting untuk disebarluaskan lebih lanjut kepada kalangan mahasiswa agar dapat dipersiapkan lebih awal.
“Lebih baik informasinya disebarluaskan secara masif, misal lewat grup angkatan, grup fakultas, atau setiap dosen PA (pembimbing akademik, red.) ngasih infonya ke mahasiswa biar kita lebih mempersiapkan diri gitu,” katanya menyarankan.
Menanggapi persoalan tersebut, selain sudah tertera dalam website dan media sosial, Ayunita sebagai Kepala UPT Bahasa mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi terhadap pimpinan tiap fakultas.
“Jadi sudah kami sosialisasikan minimal ke wakil dekan bidang akademik atau kaprodi (kepala program studi, red.), nanti anak-anaknya diarahkan untuk melakukan pendaftaran mandiri atau kolektif,” pungkasnya.
Foto: ASPIRASI/Teuku Farrel.
Reporter: Maulana Ridhwan. | Editor: Nayla Shabrina.