Aksi Mogok Makan Hari Ke-10 Menuntut Pengesahan RUU PPRT Masih Tidak Mendapat Perhatian Anggota DPR
Aksi demonstrasi menuntut pengesahan RUU PPRT dan keadilan korban mafia tanah selama berhari-hari masih tidak dapat menemui anggota DPR.
Aspirasionline.com – Rabu (23/8) lalu, sejumlah orang melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Massa aksi menggantungkan sejumlah poster menggunakan tali dan tiang bambu yang berisi desakan kepada DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Aksi demonstrasi yang dilakukan di halaman depan gedung DPR/MPR yang berlokasi di Jalan Jenderal Gatot Subroto ini berlangsung dari jam 7 pagi dengan dikawal oleh sejumlah polisi yang berjaga di sekitar titik aksi. Demonstrasi dilakukan dengan massa yang berorasi dan berdiri memegang spanduk serta poster berisikan tuntutan pengesahan RUU PPRT.
Massa aksi yang sebagian besar merupakan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) ini melakukan aksi mogok makan yang sudah berlangsung selama 10 hari sejak awal Agustus lalu. Meski sudah berlangsung setiap hari, sayangnya hal ini belum juga membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Aang Setianingsih, anggota dari Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapu Lidi, yang datang pada aksi demonstrasi Rabu itu menyampaikan kekecewaannya atas ketidakacuhan anggota DPR atas aksi yang mereka lakukan.
“Sudah hampir ke-10 hari, tapi belum ada dari wakil rakyat itu satupun yang menanggapi,” ungkap Aang Setianingsih kepada ASPIRASI (23/8).
Aang menambahkan bahwa aksi mogok makan yang dilakukan oleh para PRT dilakukan untuk mendesak pemerintah agar PRT memiliki perlindungan serta kelayakan pekerjaan. Kelayakan tersebut meliputi jam kerja yang layak dan hak-hak PRT yang berhak untuk mereka terima sebagaimana mestinya.
“Kita minta biar kita punya perlindungan ya. Seperti apa? Pekerjaan yang layak, jam kerja yang layak. Terus mendapatkan hak hak kita sebagai pekerja rumah tangga yang selama ini belum semua mendapatkan, begitu seperti tempat tidur yang layak, makan. Tidak semua majikan memberi makan ke PRT,” tegas Aang kepada ASPIRASI.
Penjemuran Poster Sebagai Aksi Simbolik, Sindiran Untuk Anggota DPR
Demonstrasi oleh para PRT juga dilakukan dengan menjemur sejumlah poster sebagai simbol jumlah anggota DPR khususnya Komisi IX yang menangani RUU ini.
Tuntutan ini dilayangkan sebab sudah banyaknya korban dari tidak hadirnya negara dalam memberikan keadilan dan perlindungan pada PRT. Pasalnya, pengesahan RUU PPRT yang sudah tertunda selama 19 tahun itu justru menghilangkan rasa aman yang semestinya menjadi hak seluruh masyarakat Indonesia.
“Bagaimana kami merasa aman kalau negara tidak melindungi. Dan juga di Pancasila tidak ada pengecualian kan? Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada kecuali PRT, tidak ada,” lugas Misgianty.
Misgianty, salah satu anggota SPRT Sapu Lidi, memberikan penjelasan bahwa poster yang dijemur terdapat sekitar 80 poster yang merepresentasikan jumlah anggota DPR.
“Paling tidak untuk menampakan bahwa kami tahu DPR/MPR itu jumlahnya segitu, tapi kenapa tidak, belum satupun yang tergerak untuk mengesahkan undang-undang pekerja rumah tangga ini yang sudah 19 tahun dan sudah berulang kali masuk ke inisiatif, keluar lagi, mental lagi,” tutur Misgianty pada Rabu, (23/8).
Dalam demonstrasi yang telah berlangsung setiap hari dalam 10 hari terakhir, Misgianty menayangkan tidak adanya respon ataupun sikap dari DPR untuk datang dan menemui massa aksi.
Meski begitu, dalam rangkaian aksi yang telah dilakukan, ia mengaku sempat ada salah satu anggota DPR yang datang untuk menemui massa aksi dan menyatakan dukungannya terhadap aksi yang dilakukan oleh para PRT.
“Kemarin, beberapa hari yang lalu itu anggota DPR dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Ibu Lulu sempat menghadiri dan menyapa kami dan beliau juga yang memang mendukung kami untuk terus bergerak dan beraksi,” Misgianty memberikan keterangan.
Namun, Misgianty tetap menyayangkan nihilnya kehadiran serta kepedulian anggota DPR terhadap aksi yang mereka lakukan. Sepuluh hari aksi yang telah mereka lakukan nyatanya masih belum memantik gerakan maupun sorotan dari anggota DPR/MPR.
“Ya yang disayangkan DPR tidak ada yang melihat dan tidak ada gerakan sedikitpun dari dalem, itu saja. Jadi tidak ada sorotan dari dalam dari anggota DPR/MPR,” tutur Misgianty kepada ASPIRASI, Rabu (23/8).
Harapan PRT dan Tuntutan Korban Mafia Tanah
Selain PRT, massa aksi pada Rabu lalu juga terdiri dari korban mafia tanah yang juga membawa tuntutan kepada DPR terkait persoalan yang mereka hadapi.
Meski tergabung dalam aksi demonstrasi yang bersamaan dengan para PRT, tuntutan dari korban mafia tanah ini tidak termasuk ke dalam tuntutan para PRT dengan aksi mogok makan dan pengesahaan RUU PPRT.
“Tidak, kita di sini kumpulan dari orang-orang korban mafia tanah,” jelas Birma Siregar, warga Sumatera Utara yang menjadi korban mafia tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berlokasi di Sumatera Barat. Sebagai pemilik tanah, ia merasa dirugikan atas tindakan perampasan yang dilakukan oleh mafia tanah yang berkerja sama dengan BPN dan notaris.
Perampasan yang dilakukan oleh mafia tanah dalam kasus Birma dilakukan dengan upaya penggelapan dengan cara pemalsuan surat-surat sehingga Birma tidak mendapatkan bayaran atas kepemilikan tanahnya.
Bahkan, Birma menjelaskan bahwa selain mendapatkan kerugian atas perampasan tanahnya, ia juga harus menghabiskan waktunya di balik jeruji besi akibat laporan balik yang dilayangkan oleh pihak BPN kepadanya.
“Setelah kita ketahui, kita laporkan ke polisi, enggak jalan, malah mereka balik laporkan saya dan akhirnya dipenjara di Tangerang 2 tahun. Baru 4 bulan kemudian, bulan April yang lalu keluar dari penjara langsung kita berjuang seperti ini,” ujar Bima saat diwawancarai pada Rabu, (23/8).
Ia sendiri menambahkan hadir dalam aksi demonstrasi di depan gedung DPR hari itu untuk meminta bantuan kepada DPR, khususnya Komisi II dan Komisi III untuk mengawal proses hukum yang berjalan agar ia mendapatkan keadilan serta mendapatkan kembali haknya.
“Iya, intinya kalo saya, sertifikat saya digelapkan kembalikan, sejak 2012 sampai sekarang. Kemudian, kita sudah berjuang mati-matian, ganti rugi. Kemudian ketiga, tangkap. Penjarakan semua oknum, pelaku, penipuan, penggelapan, semua perbuatan melawan hukum lainnya, ya itu aja,” harap Birma.
Demonstrasi yang berlangsung hari itu kemudian membubarkan diri secara kondusif dengan merapikan kembali segala atribut demonstrasi di sekitar pukul 11.38 siang hari. Sebelum membubarkan diri, massa aksi menyampaikan bahwa mereka akan terus melakukan aksi tersebut hingga tuntutan mereka didengarkan.
“Kami akan selalu aksi dengan berbagai alat, dan mungkin semangat, dan harapan kami segera, jangan ditunda lagi, itu aja, segera disahkan,” ujar Misgianty.
Foto: ASPIRASI/Natasya Oktavia.
Reporter: Natasya Oktavia. | Editor: Rina Rustanti.