Perjalanan Damar Juniarto dalam Memperjuangkan Hak-Hak Digital
Delapan tahun sudah Damar bersama rekan-rekannya mendirikan SAFEnet, memperjuangkan hak-hak dan kebebasan berkekspresi dalam dunia digital. Meskipun begitu, Damar merasa jalan perjuangannya masih sangat jauh dari kata akhir.
Aspirasionline.com – Terhitung delapan tahun lebih Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) berdiri. 23 Juni 2013, Damar Juniarto bersama ketujuh rekannya pertama kali mendirikan SAFEnet di Bali.
Awalnya, Damar dan tujuh pendiri lain SAFEnet bertemu di Bali. Pertemuan itu tidak sepenuhnya disengaja karena kedelapannya termasuk dalam tamu undangan untuk forum internet berskala global, Internet Governance Forum (IGF) pada tahun 2013.
SAFEnet sendiri muncul dari kegelisahan yang Damar dan kawan-kawannya rasakan ditengah pandangan serba positif mengenai internet. Di tengah internet yang sangat dielu-elukan sebagai bagian dari bagian demokratisasi. Mereka malah merasa ada ancaman-ancaman dalam internet yang justru melambangkan pembatasan dari kebebasan berekspresi.
“Rasa-rasanya, kalau seinget kami ya, di tahun itu bicara soal internet justru lebih banyak represi hukumnya,” jelas Damar ketika dihubungi oleh Aspirasi pada Jumat, (08/04).
Ia kemudian menjelaskan alasannya dan kawan-kawannya membentuk SAFEnet dengan lingkup yang cukup besar, Asia Tenggara. Mereka beranggapan persoalan terkait kebebasan berpendapat di internet tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Misalnya saja terkait dengan keluhan terhadap UU ITE yang ada di Indonesia dinilai memiliki kemiripan dengan keluhan di negara lain. Keluhan tehadap UU ITE tersebut sejalan dengan keluhan terhadap UU Lese Majeste di Thailand atau artikel 72 di Vietnam.
“Jadi mirip-mirip sebetulnya. Sayang sekali kalo effort atau usahanya hanya diabatasi untuk orang Indonesia.” jelas Damar.
Dia juga sempat bercerita tentang pengalaman tidak mengenakkan yang sempat ia alami terkait kebebasan berpendapat di ruang digital. Ia mengatakan sempat hampir dituntut dengan UU ITE karena tulisan yang ia tulis di laman Kompasiana.
“Ngeri banget gitu loh, hanya karena sesuatu yang kita tulis, padahal yang kita tulis itu ada dasar faktanya,” terangnya.
Kini sudah delapan tahun lebih menjadi bagian dari SAFEnet, Damar merasa masih banyak yang ingin dilakukannya. Mulai dari mencapai target anggota pelatihan keamanan digital sebanyak dua ribu orang hingga mengenai perjuangan revisi UU ITE serta pengadaan UU perlindungan data pribadi dan keamanan siber.
Damar sendiri selain mengelola laporan dari aduan dari SAFEnet dan mendampingi kasus-kasus yang terjadi, Ia juga tengah disibukan dengan beberapa kesibukan lainnya, salah satunya adalah menyiapkan platform belajar terkait hak-hak digital.
“Rasanya makin lama makin mendesak untuk memperkenalkan soal hak digital ke banyak orang, terutama di Indonesia,” ujarnya melanjutkan.
Selain itu, kesibukan lainnya yang tengah dijalankan oleh Damar adalah menggarap sebuah buku. Ia bercerita jika buku yang tengah ditulisnya ini mengambil persoalan internet dari perspektif hak-hak asasi.
Kemudian ia juga sempat mengungkapkan harapannya tentang bagaimana hak digital ini menjadi kepentingan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ia ingin gerakan ini dapat berjalan pada publik secara luas, tanpa harus membentuk organisasi-organisasi baru.
“Tantangan terbesarnya sebetulnya adalah memperluas semakin banyak orang dan organisasi yang mau memperjuangkan hak digital karena kami tidak pernah mencita-citakan ini (kebebasan berpendapat di ruang digital, red) menjadi perjuangan seorang diri,” tutup Damar.
Reporter: Novi Mg. | Editor: Vedro Imanuel.