Polemik Penarikan Dekan FK UPNVJ oleh Menkes Terawan
Komnas HAM menilai penarikan Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Prijo Sidipratomo janggal secara administrasi, serta diduga adanya intimidasi yang dilakukan oleh pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Aspirasionline.com— Kamis (23/7) lalu, Menkes Terawan mengeluarkan surat bernomor KP.02.03/2/2123/2020. Dalam surat tersebut tertulis “penempatan kembali PNS atas nama Prijo Sidipratomo”. Terawan menyatakan menarik Prijo sebagai Dekan FK lantaran Kemenkes membutuhkan dokter pendidik klinis di bidang radiologi.
Radiologi sendiri merupakan spesialisasi Prijo. Terawan menyebut Prijo akan dipindahtugaskan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenkes.
Rektor UPNVJ Erna Hernawati menjelaskan bahwa Kemenkes memiliki kewenangan untuk melakukan penarikan karena Prijo berstatus sebagai pegawai Kemenkes dan secara prinsip UPNVJ tidak keberatan.
“UPNVJ secara prinsip tidak keberatan hanya mengajukan permohonan penundaan dengan berbagai pertimbangan,” kata dia pada Selasa (2/6) lalu.
Pertimbangan yang dimaksud adalah status Prijo yang memang masih sebagai pegawai Kemenkes. ASPIRASI berupaya meminta isi surat penarikan dan surat penangguhan dari pihak universitas, tetapi Erna menolak dengan alasan surat tersebut hanya untuk kepentingan di internal rektorat.
Ketika ditanyakan mengenai langkah UPNVJ selanjutnya, ia enggan berpendapat lebih lanjut dan mengatakan akan melihat keputusan selanjutnya dari Menkes.
Menanggapi hal tersebut, Prijo menilai bahwa ada yang tidak patut atau lazim dalam surat yang diberikan oleh Menkes Terawan kepada pihak UPNVJ.
“Logika aja, apakah bisa secara mekanisme Menkes langsung mengirim surat untuk melakukan penarikan kepada pegawainya?” kata dia kepada ASPIRASI, Senin (27/7).
Mengenai statusnya, Prijo menjelaskan bahwa sebelum menjadi Dekan FK UPNVJ, statusnya memang aktif sebagai pegawai Kemenkes yang ditugaskan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan FK Univesitas Indonesia (UI). Pada masa kepemimpinan Rektor UPNVJ Eddy Siradj tahun 2017, ia juga mengikuti pemilihan Dekan FK UPNVJ.
“Saya terpilih dan dilantik pada tanggal 4 Januari 2018 dengan masa bakti sampai 4 Januari 2022. Sebelum dilantik, UPNVJ sudah mengirimkan surat kepada Kemenkes yang saat itu dipimpin Professor Nila dan kepada Rektor Universitas Indonesia yaitu Profesor Anis. Mereka kemudian mengijinkan,” terangnya.
Ia menyayangkan sikap universitas terkait kasus ini. “Jika saya menjadi rektor, siapapun yang berada di garis koordinat saya, jika ada yang menyimpang, jika ada permasalahan, pasti saya yang akan membela. Akan saya hadapi karena orang itu berada dalam yurisdiksi saya,” jelas mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut.
Prijo menegaskan bahwa hal ini bukan tanpa alasan, mengingat masa bakti Prijo yang masih berada di naungan UPNVJ sampai tahun 2022. Lantas, Prijo kemudian melaporkan kasus ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Jumat, (24/7).
Laporan Prijo Kepada Komnas HAM
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam membenarkan bahwa Komnas HAM telah menerima pengaduan umum yang dilaporkan oleh Prijo. Ia juga telah menerima bukti berupa surat dan rekaman terkait dengan kasus ini. Namun, pihaknya menemukan kejanggalan terkait surat yang diberikan Menkes Terawan kepada UPNVJ.
“Apakah lazim bahwa surat tersebut yang terkait dengan administrasi kepegawaian ditandatangani langsung oleh Menkes? Apakah tidak cukup dengan Sekjen (Sekretariat Jenderal, red)? Maka dari itu kami akan meminta keterangan dari berbagai pihak terkait kasus ini,” jelas Anam ketika dihubungi oleh ASPIRASI, Selasa (28/7).
Dirinya menjelaskan bahwa dalam rekaman telepon yang diduga terjadi antara staf Terawan dengan salah satu pejabat di UPNVJ bernuansa intimidasi. Sebab, kata dia, dari percakapan tersebut mereka membahas hal yang tidak ada hubungannya terkait surat penarikan tersebut. Anam menilai bahwa secara substantif dan adiministrasinya sudah salah.
Dikutip dari Tempo.co, dalam rekaman tersebut terdengar perkatan yang diduga staf Kemenkes:
“Saya kan udah janji, kalau ada surat situ, ada penarikan, saya akan upayakan nanti UPN itu tetap praktek di RSPAD, dan menjadi center of excellent, center untuk pendidikan spesialisasi, kan sudah bilang saya. Pak menteri sudah menyetujui, gitu loh. Gak usah ragu, gak usah takut, gak usah apa. Gitu ya, udah perintah, udah petunjuk beliau. Masa sudah berapa minggu ini, hampir satu bulan ga dilaksanakan gimana. Menteri tinggal ngomong sama Menhan (Menteri Pertahanan), selesai sudah UPN ya, tinggal ngomong aja, satu klik sudah selesai UPN.”
“Kan sudah kita diskusikan, dan itu menteri sudah minta, lah kita dasarnya kan surat itu gitu loh. Jangan sampai nanti saya sama — ke Kemhan (Kementerian Pertahanan) minta pencabutan status dikti-nya. Kita arahkan ke Kemenhan, kita kembalikan lagi nanti, kan repot nanti kalau kita kembalikan lagi.”
Anam mengungkapkan, jika setelah diselidiki ternyata memang ada penyalahgunaan kekuasaan oleh Terawan, maka Komnas HAM akan mengambil dua langkah tindak lanjut.
“Pertama, kami akan meminta Prijo untuk dipulihkan dan dapat tetap bekerja sebagai Dekan FK sampai masa baktinya habis. Kedua, akan memberikan surat kepada Presiden untuk memberikan teguran kepada Menkes Terawan dalam kabinetnya,” tutup Anam kepada ASPIRASI.
Foto: Tempo.co
Reporter: Thalitha Yuristiana, Marsya Aulia | Editor: Firda Cynthia