Novi Hardianto: 900 Spesies Hewan Terancam Punah
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam serta keanekaragaman flora dan faunanya. Karenanya, Pusat Pengawasan Konservasi Dunia (World Conservation Monitoring Centre) menyebut Indonesia sebagai negara megadiversitas. Sayang, negara megadiversitas ini masih menyimpan sejumlah persoalan yang belum terselesaikan terkait perlindungan keanekaragaman hayatinya, terutama dalam perlindungan hewan.
Aspirasionline.com — Data menunjukkan bahwa ancaman terbesar yang dihadapi oleh hewan liar di Indonesia adalah kerusakan habitat, perburuan, dan perdagangan. Akibatnya, sekitar 900 spesies di Indonesia terancam punah. Pemerintah pun memperkirakan bahwa Indonesia mengalami kerugian sebesar sembilan triliun rupiah tiap tahunnya. Kerugian itu tentunya tak seberapa apabila dibandingkan dengan potensi kerugian ekologi, seperti ancaman kepunahan jenis spesies tertentu dan kerusakan ekosistem.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang nasib hewan liar di Indonesia, pada Jumat (3/8) lalu, dua wartawan ASPIRASI, Aprilia Zul Pratiwiningrum dan Hasna Dyas Mayastika berkesempatan untuk mewawancarai seorang aktivis hewan di Indonesia yang bekerja di World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia sebagai Law Enforcement and Wildlife Crime Specialist Novi Hardianto. Berikut hasil wawancaranya.
Bagaimana keadaan hewan liar di Indonesia?
Terdapat tiga ancaman bagi hewan liar di Indonesia, yakni kerusakan habitat, perburuan, dan perdagangan. Saat ini, habitat satwa sudah dikepung oleh perkebunan dan pemukiman. Beruntungnya, masih ada taman nasional dan suaka margasatwa yang dilindungi. Parahnya, kawasan tersebut masih diupayakan untuk dibuat kawasan penambangan.
Perburuan merupakan tindakan kriminal. Permintaan pasar yang terus meningkat menyebabkan perburuan. Perburuan yang sudah mencapai level internasional memiliki risiko kecil karena hukuman yang diterima masih rendah. Keuntungan besar pun diperoleh oleh pengepul dari perburuan. Alasan orang melakukan perburuan adalah alasan ekonomi, pengobatan, makanan, penangkal bahaya (jimat), suvenir, dan rasa bangga memiliki hewan.
Hewan pun dijual dalam keadaan hidup atau mati. Fakta menunjukkan bahwa harimau, siamang, orangutan, kakatua, dan elang merupakan jenis satwa yang paling banyak dipelihara secara illegal. Lebih dari 25 ekor harimau sumatera dibunuh setiap tahunnya untuk diperdagangkan hidup serta bagian tubuh lainnya seperti kulit, taring, tulang, dan kumisnya.
Berapakah harga hewan yang dijual?
Tidak ada patokan haga yang pasti, tetapi selalu terjadi kenaikan harga. Misalkan berat sepasang gading gajah sekitar 30-60 kg dan harga per kilogram sekitar Rp30 juta. Namun, tahun 2010-2011 harga gading gajah meningkat hingga Rp100 juta-Rp300 juta per kilogram.
Harga patung harimau juga mengalami kenaikan. Pada tahun 1990-an, harga patung harimau adalah Rp5 juta. Namun, saat ini harga patung harimau adalah Rp100 juta-Rp300 juta.
Negara manakah yang menjadi sasaran penjualan hewan?
Setiap negara punya kesukaan tersendiri terhadap jenis hewan tertentu. Misalkan, Cina dan Vietnam untuk konsumsi, Timur Tengah suka jenis-jenis burung, Amerika suka jenis kadal dan reptil, Australia suka jenis reptil, dan Rusia suka jenis amang. Penyelundupannya dapat melalui jalur darat, air, maupun udara. Hal itu dapat dilakukan karena biasanya ada orang dalam di sana.
Bagaimanakah tingkatan perlindungan hewan di Indonesia ?
Saat ini terdapat tiga tingkatan perlindungan hewan yakni animal raid, animal welfare, dan animal protection. Tingkatan paling tinggi adalah animal raid. Pada tahap ini, seseorang dilarang untuk makan dan menyakiti hewan. Contoh negara yang sudah menerapkannya adalah negara-negara di Benua Eropa. Saat ini, Indonesia masih berada di tahap animal protection.
Lembaga apakah yang berperan dalam menjaga kelestarian hewan ?
Untuk konservasi terdapat dua lembaga yang berwenang, yakni Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). KLHK berperan dalam management authority, sedangkan LIPI berperan dalam scientific auhtority.
Apa saja hewan yang terancam punah di Indonesia?
Data menunjukkan bahwa terdapat 900 spesies hewan yang terancam. Tetapi, hewan yang menjadi primadona adalah gajah, badak, trenggiling, orangutan, burung paruh bengkok, kakatua, dan nuri. Sebenarnya, banyak satwa yang bukan primadona tetapi kondisinya terancam seperti lutung di Mentawai.
Bagaimana dengan binatang yang dijadikan objek hiburan di kebun binatang dan sirkus?
Sebenarnya diperbolehkan saja mendirikan kebun binatang. Secara undang-undang, kebun binatang mempunyai izin lembaga konservasi (LK) dan izin display. Masyarakat harus diberi edukasi agar menjaga jarak dengan satwa dan jangan memberikan makanan seenaknya kepada hewan.
Sedangkan latihan sirkus sudah tidak boleh diperlihatkan di masyarakat umum. Latihan untuk hewan sirkus tergolong keras. Kami mengecek di lapangan selama sepuluh tahun dan ternyata denda yang diberikan belum sesuai dengan rata-rata. Bahkan saat ini hukuman mati pun orang tidak kapok.
Bolehkah memelihara hewan liar?
Boleh saja, asalkan membeli dari penangkaran. Jika pembeli membeli dari penangkaran akan diperoleh izin. Jadi, tidak ada syarat tertentu bagi pembeli untuk membeli hewan liar di penangkaran. Tetapi, ada syarat untuk memperjualbelikan hewan, yakni harus sudah keturunan fenotipe dua.
Bagaimana upaya perlindungan yang dilakukan WWF?
Kita bikin Wild Crime Team (WCT), yang bertujuan untuk memonitor kejahatan. Kami mengumpulkan data perdagangan, baik di pasar tradisional maupun pasar online, penanganan hukum yang efektif, mitigasi konflik, pelatihan dengan masyarat, dan kampanye.
Pandangan masyarakat terkait memelihara hewan liar pun harus diubah. Pandangan pertama adalah rasa cinta yang salah kepada hewan liar. Dengan mencintai satwa liar, bukan berarti kita harus memeliharanya. Pandangan kedua adalah rasa bangga yang salah dengan mempunyai bagian-bagian hewan, itu bukanlah kebangaan tapi merupakan tindakan kriminal. Pandangan ketiga adalah dengan membawa satwa liar ke rumah berarti membawa penyakit ke rumah, yaitu zoonosis.
WWF juga bermitra dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri). Saat ini, hewan sudah mejadi isu global. Contoh kematian gajah buntai di Aceh. Ketika peristiwa ini terjadi, seluruh dunia turut menaruh simpati. Bahkan presiden banyak menerima surat terkait peristiwa ini.
Bentuk kerjasama kami dengan Baresikrim Polri adalah membuat aplikasi dengan bernama e-Pelaporan Satwa Dilindungi. Melalui aplikasi ini, masyarakat dapat melaporkan praktek perdagangan dan perburuan satwa liar.
Bagaimanakah peran divisi law treatment and law specialist dalam pelestarian hewan?
Kerja di law treatment and law specialist itu berkaitan dengan kejahatan. Tugas kami adalah mengetahui aspek undang-undang yang dilangar dan mengatasi perburuan kucing hingga hewan liar.
Selain itu, kami juga memiliki dua fungsi, yakni melakukan kegiatan investigasi dan mengecek keadaan di lapangan, apakah benar susah untuk melihat keberadaan hewan liar di alam bebas.
Harapan kedepannya?
Sebenarnya peran utama dalam masalah pelestarian hewan adalah peran pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah sebagian kecil yang masuk peran pemerintah dalam urusan informasi dan riset. Jadi, sebenarnya urusan konservasi adalah urusan bersama. Contohnya adalah sampah dan perhatian kepada hewan.