Memperjuangkan Nasib Hewan
“Alasan mendirikan JAAN awalnya karena rasa frustasi akibat kasus kekerasan terhadap hewan semakin banyak dan perdagangan ilegal satwa yang semakin marak,”kata Benfica prihatin.
Aspirasionline.com — Semenjak berdiri pada 17 Maret 2008, JAAN telah melakukan banyak gerakan massa yang menuntut upaya perlindungan dan penyelamatan satwa. Sampai saat ini, JAAN pun turut melakukan kegiatan rehabilitasi pada satwa liar di berbagai tempat, seperti monyet di Bandung, lumba-lumba di Karimunjawa, dan penyu di Nusa Tenggara Timur (NTT). JAAN juga mempunyai tempat perlindungan atau shelter bagi hewan domestik atau peliharaan seperti anjing dan kucing.
JAAN tidak hanya bergerak sendiri. Wildlife Conservation Society (WCS) turut hadir dalam upaya melindungi hak asasi hewan.
“Kami melakukan sosialisasi dan edukasi. Ini adalah poin penting. Kita perlu menyadarkan bahwa satwa liar itu punya peran penting bagi kehidupan kita,” kata Irma
WCS sering melakukan sosialisasi dan edukasi ke sekolah, universitas, dan isnstitusi seperti kepolisian dan TNI.
Kegiatan sosialisasi dan edukasi pada Polri dan aparat TNI dijalankan dengan cukup masif mengingat mereka sering ditugaskan ke tempat yang memiliki satwa liar langka. Menurut Irma, biasanya para petugas ini sering membawa oleh-oleh berupa burung kakatua, cendrawasih, dan penyu sehabis bertugas di Papua.
Untuk membantu pemerintah, WCS juga melakukan Pemantauan Spasial dan Alat Pelaporan (SMART) Patroli, menerapkan METT (Alat Pelatihan Efektivitas Pemantauan) untuk kawasan lindung, mengembangkan sistem pemantauan populasi spesies utama, dan sistem konflik mitigasi manusia-satwa liar yang berkelanjutan untuk mengurangi korban manusia dan hewan.
Adopt Don’t Shop
Di tengah gencarnya upaya memperjuangkan hak asasi hewan, ada juga gerakan yang mulai didengungkan oleh para penggiat hak-hak hewan, yaitu gerakan “Adopt Don’t Shop”. Gerakan ini dipelopori oleh Last Chance for Animals (LCA), sebuah organisasi yang berkedudukan di Los Angeles, Amerika Serikat. Lambat laun gerakan ini pun merambah ke Indonesia.
Gerakan Adopt don’t shop merupakan upaya untuk membela hak hewan, khususnya hewan peliharaan atau domestik, yang sering kali dipaksa berkembang biak untuk kemudian anak-anak hewan tersebut dijual kembali di toko hewan. Hal ini dinilai dapat meningkatkan populasi hewan peliharaan seperti anjing atau kucing yang terlantar atau dibuang oleh pemiliknya.
Dalam topik kali ini, ASPIRASI berkesampatan menggali informasi lebih jauh mengenai gerakan Adopt Don’t Shop dari pendiri JAAN Benfica.
Untuk di JAAN sendiri, setiap hewan yang telah diselamatkan dan direhabilitasi kondisinya akan ditempatkan di tempat penampungan hewan milik JAAN yang berada di daerah Sindur, Jakarta Selatan. Saat di dalam penampungan itulah para hewan menunggu untuk diadopsi oleh keluarga baru.
JAAN memiliki cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon adaptor. Hal ini dimaksudkan demi kebaikan kedua belah pihak, baik kesejahteraan hewan yang akan diadopsi maupun kesiapan dan kemampuan si adaptor.
Persyaratan tersebut antara lain seperti mengisi formulir yang tersedia di website JAAN, melakukan wawancara, dan JAAN akan melakukan kunjungan ke rumah calon pengadopsi. Semuanya dilakukan guna mengetahui apakah rumah calon pengadopsi cocok dengan jenis hewan yang akan diadopsi.
“Bisanya kan adopter maunya anjing besar tapi tempatnya membatasi kebebasan si anjing. Paling kita sarankan luasan rumah segini lebih baik mengadopsi anjing yang ukuran segini. Biasanya kita arahkan seperti itu,” ujar pria yang akrab disapa Iben ini.
Jika JAAN dan calon pengadopsi sudah sepakat maka setelah tiga bulan JAAN akan melakukan kunjungan secara mendadak ke rumah pengadopsi untuk melihat keadaan hewan yang telah diadopsi.
Selain itu, pihak JAAN juga akan mencari informasi melalui tetangga adaptor untuk memastikan apakah hewan tersebut diperlakukan dengan baik atau tidak. Apabila ditemukan perlakuan yang melanggar hak-haknya, seperti mengikat atau mengurung tanpa alasan yang jelas, maka hewan peliharaan akan ditarik kembali oleh pihak JAAN. Namun, jika terjadi kasus berat atas pelanggaran perjanjian yang telah disetujui adaptor sebelumnya, maka akan dibawa ke ranah hukum.
“Jadi, dulu aja juga beberapa yang sudah diadopsi tapi terpaksa ditarik kembali karena memang mereka diikat setiap hari tanpa alasan yang jelas. Kecuali alasannya yang jelas, misalnya ada tamu dan tamunya takut anjing,” ungkap pria yang menyukai sepak bola tersebut.
Hal ini dilakukan karena JAAN tidak mau hewan yang sudah diselamatkan akhirnya kembali terlantar.
Untuk regulasi mengenai pemeliharaan hewan domestik, Iben menjelaskan bahwa untuk di negara-negara lain seperti Amerika Serikat atau di Inggris, mereka memiliki ketentuan seperti tidak diperbolehkan memiliki lebih dari dua hewan peliharaan. Jika memiliki lebih dari dua maka akan dikenakan pajak kumulatif.
Namun, hal tersebut berbeda dari Indonesia yang belum punya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang hewan domestik dikarenakan jumlahnya yang banyak.
Menurut Iben, gerakan Adopt Don’t Shop memiliki keuntungan dibanding membeli hewan. Keuntungan pertama adalah bisa menekan angka populasi. Jika seseorang membeli hewan berarti memberi kemakmuran pada peternak hewan sehingga hewan akan terus diproduksi kemudian dijual. Hal ini akan menambah populasi hewan.
Keuntungan kedua adalah adanya ikatan kasih sayang yang lebih antara pengadopsi dengan hewan. Perbedaan emosional juga dirasakan oleh adopter dibanding membeli hewan di toko hewan. Rasa kasih sayang adopter kepada hewan yang dia adopsi akan cenderung lebih besar karena tempat penampungan hewan tersebut akan memberikan informasi mengenai kisah si hewan, dimulai dari kondisi saat diselamatkan sampai pulih kembali.
Keuntungan ketiga adalah mengurangi hewan di tempat penampungan. Penampungan mempunyai batas maksimal hewan untuk ditampung. Jika ada yang mengadopsi maka akan ada kesempatan hewan lain untuk diselamatkan.
Iben berharap agar hewan domestik juga memiliki undang-undang yang dapat melindungi hak-hak hewan tersebut. Ia juga berharap agar masyarakat dapat mengadopsi hewan hasil penyelamatan dibanding membeli di toko hewan. “Karena dengan membeli berarti mendukung breeder,” kata Iben[.]
Reporter: Firda Cynthia