Tiga Tahun Tanpa Kejelasan, Penanganan Kasus Kematian Anggota Menwa UPNVJ Mandek
Tiga tahun setelah pembentukan Komite Disiplin (komdis) di UPNVJ untuk investigasi kematian salah satu anggota Resimen Mahasiswa (Menwa), sampai kini pihak kampus tidak menunjukkan komitmen yang kuat dalam penyelesaiannya.
Aspirasionline.com — Sudah tiga tahun berlalu sejak kampus membentuk Komdis untuk menginvestigasi kasus kematian salah satu anggota Menwa, Fauziyah Nabilah Luthfi atau yang akrab disapa Lala, namun hingga kini belum ada kejelasan.
Pihak kampus yang semula menjanjikan penyelesaian kasus ini melalui pembentukan komdis, tampaknya belum memberikan hasil konkret. Investigasi yang seharusnya menjadi langkah penting dalam mengungkap fakta di balik tragedi ini justru terlihat mandek.
Koordinator Bidang Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPNVJ Fadli Yudhistira, kembali menyoroti kurangnya keseriusan pihak rektorat dalam menangani pelanggaran yang dilakukan oleh Menwa terkait kecelakaan yang menyebabkan korban jiwa.
“Kalau dari BEM U stands-nya tetap jelas karena rektor nggak pernah memberikan satu keseriusan dalam memberikan punishment (hukuman) kepada Menwa yang sudah melakukan kecacatan persyaratannya,” ungkap Fadli kepada ASPIRASI pada Rabu (11/9).
Meski telah dibekukan, Menwa tetap menjalankan aktivitasnya secara diam-diam. Bahkan mereka secara mengejutkan muncul di acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UPNVJ dan UKM Expo tahun 2024.
Lanjutnya, Fadli menuturkan bahwa kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai keseriusan pihak kampus dalam memberikan sanksi. Bukan hanya terhadap Menwa melainkan juga terhadap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lain yang berpotensi melakukan pelanggaran serupa.
Pihak Rektorat UPNVJ Bungkam soal Tanggung Jawab Kasus Kematian Anggota Menwa
Saat diminta pertanggungjawaban, Erna Hernawati, yang menjabat sebagai Rektor UPNVJ pada saat kematian salah satu anggota Menwa tersebut, tampak seolah tidak mengingat keberadaan Komdis yang dibentuknya sendiri.
“Oh, sebentar-sebentar, oh iya kan gini ceritanya, harus inget-inget lagi juga,” ujar Erna saat dimintai keterangan oleh ASPIRASI pada Senin, (23/9).
“Harusnya Dokter Ria (Wakil Rektor III) nih yang tahu,” imbuh Erna.
Namun, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Ria Maria Theresa, justru menolak untuk diwawancarai ketika diminta tanggapan mengenai kepastian pembentukan Komdis.
Alih-alih memberikan penjelasan, Ria malah melempar tanggung jawab kepada Universitas Krisnadwipayana (Unkris).
“Dia (Menwa) kan nggak melakukan di UPN, tapi dia ikut kegiatan di Universitas Krisnadwipayana. Ditanya di sana, jangan tanya di sini kenapa bisa ada kejadian itu,” ujar Ria ketika ditemui reporter ASPIRASI pada Kamis, (19/9).
Berdasarkan pernyataan Ria, Menwa UPNVJ diduga mengadakan kegiatan tanpa izin yang mengakibatkan insiden tragis berupa meninggalnya seorang peserta.
Penanganan insiden ini sepenuhnya ditangani oleh pihak UPNVJ, sementara Universitas Krisnadwipayana belum memberikan pertanggungjawaban resmi terkait keterlibatan mereka.
“Jangan tanya sama saya, yang ngelakuin bukan kita di sini. Mereka (Menwa) ikut kegiatan di tempat orang lain, nah di sana gatau saya, tahu-tahu ada kejadian,” ungkap Ria.
Setelah tidak mendapatkan jawaban dari rektor periode sebelumnya, ASPIRASI mencoba beberapa kali menghubungi rektor saat ini, Anter Venus, melalui sekretarisnya. Bahkan mendatangi ruangannya secara langsung, namun upaya tersebut tetap tidak membuahkan hasil.
Saat ditemui, alih-alih memberikan jawaban, Venus justru mengarahkan kembali ASPIRASI untuk berkoordinasi dengan Wakil Rektor III guna mendapatkan informasi lebih lanjut.
“Dengan Warek III saja, cukup satu pintu saja dengan Warek III,” kata Venus kepada ASPIRASI sembari memasuki mobilnya pada Rabu, (26/9).
Penanganan Kasus Terhambat, Relevansi Keberadaan Menwa di Kampus Dipertanyakan
Waktu terus berlalu, namun nasib penyelesaian kasus ini tetap terperosok di balik meja. Janji-janji penyelidikan yang dulunya digembar-gemborkan kini hanya menjadi formalitas tanpa arah, seolah terabaikan dalam birokrasi kampus.
Hal ini tercermin dari keputusan UPNVJ yang mengaktifkan kembali Menwa di lingkungan kampus memicu perdebatan di kalangan Keluarga Mahasiswa (Kema) UPNVJ tentang relevansi organisasi militeristik di era modern.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menilai bahwa keberadaan Menwa di lingkungan kampus perlu ditinjau secara kritis, terutama dalam konteks sejarah. Menurut Wirya, peran Menwa di kampus cenderung problematik, khususnya dalam konteks sejarah otoritarianisme di Indonesia.
“Selama masa Orde Baru, pelatihan dan pendidikan militer digunakan sebagai alat kontrol sosial yang mewajarkan pengekangan kebebasan sipil dan menekan perbedaan pendapat,” ujar Wirya saat diwawancara ASPIRASI pada Minggu, (29/9).
Dirinya menegaskan bahwa keberadaan Menwa dalam dunia pendidikan kontemporer perlu dipertimbangkan ulang. Menurutnya, kampus seharusnya menjadi ruang yang mengedepankan kebebasan akademik.
Alih-alih memelihara militeristik, Wirya justru berpendapat bahwa hal yang lebih relevan adalah memperkuat pendidikan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di lingkungan kampus.
“(Misalnya dengan) menguatkan pendidikan HAM untuk membangun pemahaman dan pengetahuan, memberdayakan tiap-tiap mahasiswa untuk mengembangkan keberpihakan dan keterampilan untuk mempromosikan kesetaraan, martabat, dan rasa hormat kepada sesama manusia,” tutupnya.
Ilustrasi: Tiara Ramadanti
Reporter: Tiara Ramadanti | Editor: Teuku Farrel