Kemerosotan Hak Aktivis, Tuntut Bebaskan Daniel dari Jeratan UU ITE

Nasional

Kemerosotan Hak Aktivis, Tuntut Bebaskan Daniel dari Jeratan UU ITE

Dijerat UU ITE buntut kritik tambak udang ilegal di sosial media, Koalisi Nasional Save Karimunjawa desak aktivis lingkungan, Daniel Tangkilisan, dibebaskan dari segala tuntutan. 

Aspirasionline.com – Buntut ulasan komentar kritis mengenai keadaan lingkungan di Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, dilaporkan oleh seorang warga yang dekat dengan petambak udang intensif ilegal di Karimunjawa. 

Salah satu aktivis ‘Save Karimunjawa’ itu dituntut Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan tuntutan 10 bulan penjara, denda 5 juta rupiah, dan subsidi 1 bulan kurungan penjara.

Melalui konferensi pers sebagai bentuk desakan pembebasan untuk Daniel, Gita Paulina selaku penasihat hukumnya mengungkapkan bahwa prosedur persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Jepara ini disinyalir tidak lazim. 

Pasalnya, prosedur yang dilakukan di Pengadilan Negeri Jepara menggunakan metode model cepat. Sementara kasus ini cukup krusial karena berbicara terkait dampak lingkungan hingga perekonomian masyarakat sekitar.

“Di mana kasus ini sebenarnya kan kasus yang krusial karena ini bukan bicara masalah cuma Daniel Tangkilisan, tapi ini juga masalah Karimunjawa,” tutur Gita dalam Konferensi Pers Koalisi Nasional Save Karimunjawa pada Kamis, (21/3).

Lebih lanjut, dengan jangka waktu yang singkat itu membuat minimnya persiapan pengadilan oleh Tim Kuasa Hukum Daniel. 

Gita menambahkan, keterangan para ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Daniel dan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak melihat adanya ujaran kebencian yang dilontarkan dari Daniel kepada pihak-pihak yang disangkakan oleh pelapor.

“Pemeriksaan saksi fakta dan ahli, sebenarnya justru kami memperoleh fakta kasus Daniel ini sangat tidak layak untuk diproses, bahkan untuk diputuskan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang ITE,” ujarnya menjelaskan. 

Pencemaran lingkungan di Karimunjawa nyata adanya. Mulai dari tambak udang yang tidak mengantongi izin usaha, lalu tambak tersebut mengalirkan air melalui pipa ke laut, atau air untuk tambak itu menyedot air dari laut. Dampak limbah tambak ilegal tersebut merugikan masyarakat. 

Turut dihadiri perwakilan dari Lingkar Juang Karimunjawa, Yarhan Ambon, menganggap kasus ini ironis. Baginya Daniel adalah seorang pejuang Karimunjawa. 

Ia juga menyayangkan tuntutan JPU yang menggiring kasus ini kepada isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), mengesampingkan persoalan utama, yakni kerusakan lingkungan. 

“Melihat pihak JPU, justru malah seolah akan membelokkan ini ke wilayah SARA dan agama, meninggalkan substansinya sendiri, permasalahan itu sendiri,” ungkap Yarhan.

Suara Kritis Terbungkam UU ITE, Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Terancam

Pasal 28E ayat 3 mengatur tentang Hak Asasi Manusia, dimana setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Namun, berkaca pada perkara ini justru berbanding terbalik dari yang diatur dalam pasal tersebut.

Tim Koalisi Nasional Save Karimunjawa sepakat perkara ini adalah bentuk tindak kriminalisasi kepada aktivis dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), Daniel merupakan korban dari upaya-upaya tersebut. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif sekaligus Sekretaris SafeNet, Nenden Sekar Arum, penggunaan UU ITE yang menjerat Daniel menjadi senjata pembungkaman. 

“Pengguna undang-undang ITE yang semua orang sudah tahu bahwa sangat banyak menjadi senjata untuk membungkam kebebasan berekspresi, membungkam upaya-upaya kritis masyarakat ataupun publik kepada pemerintah, itu pun ternyata masih banyak dilakukan,” tutur Nenden pada konferensi pers yang diadakan melalui Zoom Meeting itu pada Kamis, (21/3). 

Berangkat dari hal itu, perwakilan dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Mahmud Rezaldi juga ikut membeberkan situasi kebebasan sipil belakangan ini. 

Berdasarkan data terbaru yang dihimpun KontraS, terdapat 127 bentuk pelanggaran serangan dan ancaman terhadap praktik kebebasan sipil dengan 25 kasus kriminalisasi yang dialami oleh pembela HAM. 

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual tersebut, dijabarkan setidaknya ada 3 alasan Daniel harus dibebaskan. Alasan pertama, kritik atau kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan HAM yang dijamin konstitusi seperti Pasal 28E Ayat 2 UUD. 

“Dalam hal ini aparat penegak hukum harus patuh dan tunduk. Bila tidak, hal tersebut merupakan bentuk pembangkangan terhadap hukum dan HAM itu sendiri,” tegas Andi yang menjabat sebagai Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS itu.

Alasan berikutnya, Daniel merupakan aktivis lingkungan hidup yang melakukan kritik terkait masalah lingkungan, merujuk pada pasal 66 UU Pengelolaan Perlindungan Lingkungan Hidup, Daniel tidak dapat digugat secara perdata dan dituntut secara pidana.

Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga sudah memberikan pendapat Amicus Curiae atau pendapat pihak ketiga dalam suatu perkara. Berdasarkan amicus tersebut, Komnas HAM memberi pandangan atau penegasan bahwa Daniel tidak dapat dibenarkan.

“Majelis Hakim yang memeriksa tentunya harus mempertimbangkan pendapat Komnas HAM itu sendiri. Sehingga dari berbagai alasan tersebut, atau ketiga alasan tersebut, kami ingin kembali penegasan bahwa Daniel sepatutnya dibebaskan oleh Majelis Hakim,” kata Andi.

Kemunduran dalam Upaya Perjuangan Advokasi Lingkungan 

Kritik yang diajukan Daniel semata-mata hanyalah perlindungan untuk melestarikan Karimunjawa. Apabila tambak udang ilegal dilanggengkan, tentunya berdampak terhadap lingkungan serta kehidupan sosial masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.

Yarhan Ambon yang menemui langsung masyarakat di Karimunjawa, menuturkan terdapat 800 tanda tangan penolakan terhadap aktivitas tambak di Karimunjawa.

“Rekan nelayan sekitar yang memberi kesaksian bahwa akibat dari pencemaran lingkungan tersebut, nelayan yang tadinya dapat menangkap ikan di pesisir pantai, kini harus berlayar hingga 30 menit,” jelas Yarhan.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicaksono, menanggapi bahwa advokasi yang dilakukan Daniel merupakan cara sederhana untuk memperjuangkan Karimunjawa.

Ia menganggap, mekanisme yang dituntut kepada Daniel berupa Strategy Lawsuit Against Public Participatory (SLAP). Hal ini mematahkan semangat perjuangan lingkungan hidup di masa mendatang. 

“Padahal lingkungan hidup adalah sebuah titik yang harus kita perjuangkan saat ini, melihat dampak dari kerusakan lingkungan yang semakin parah di Indonesia,” ujar Didit.

Ancaman tersebut tidak hanya mengarah kepada Daniel, tetapi juga menjadi ancaman bagi lingkungan hidup sampai demokrasi negara. 

Sebagai konservasi cagar alam yang ditetapkan UNESCO, Didit mengatakan, keselamatan konservasi laut hingga pesisir sangat penting bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, kriminalisasi kepada Daniel dianggap sebuah kemunduran. 

“Jadi saya pikir ini adalah sebuah kemunduran, dan jika kita tidak melawan dan jika kita tidak berhasil menyuarakan suara kita kali ini, maka kitalah yang kemudian bisa menjadi dituntut dengan sistem yang sama,” pungkasnya. 

 

Foto : Youtube Safenet Voice

Reporter: Anastasya | Editor: Nabila Adelita. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *