Menelusuri Pencampuran Nilai Budaya di Petak Enam Glodok
Petak Enam menjadi salah satu pilihan wisata menarik di kawasan desa wisata Pecinan Glodok yang mengandung banyak nilai dan daya tarik.
Aspirasionline.com — Pecinan Glodok merupakan salah satu destinasi wisata sejarah yang bisa dikunjungi di Jakarta. Berlokasi di sebelah barat Jakarta, Pecinan Glodok atau yang biasa masyarakat sebut sebagai Chinatown menyuguhi banyak sekali pilihan hiburan untuk menghabiskan waktu luang.
Banyak tersimpan nilai-nilai yang dapat dilihat ketika kita berjalan-jalan di kawasan desa wisata ini. Sabtu, (26/8), ASPIRASI berkesempatan untuk berkunjung dan juga menikmati keunikan yang dimiliki oleh Pecinan Glodok.
Di tengah teriknya Jakarta pada siang hari, tidak membuat rasa penasaran dan juga rasa takjubku ini menurun. Banyak hal yang bisa dilihat sebelum sampai ke Petak Enam yang sangat sayang untuk dilewatkan. Bahkan, sepanjang jalan mataku pun tak bosan untuk menikmati keunikan pecinan ini.
Deretan toko obat China yang menyuguhkan aroma khas ketika aku melewatinya, berbagai macam jajanan pasar yang jarang aku temui, dan juga alunan lagu khas negeri tirai bambu pun turut menemani perjalananku sampai ke Petak Enam.
Ketika sampai di depan Petak Enam, aku semakin merasa takjub. Ornamen-ornamen bernuansa Tiongkok dengan lampion merah menyala di langit-langit, beberapa patung yang diletakkan di tengah seakan-akan menyambut para pengunjung, serta tak lupa alunan lagu Mandarin yang semakin mendukung suasana.
Sejarah Pembangunan Petak Enam
Dilansir dari Kompas.com, dibangunnya Petak Enam ini dikarenakan minimnya tempat bersantai dengan pendingin udara. Oleh karena itu, Rex Cokrowibowo, seorang Creative Director Petak Enam merevitalisasi gedung ini menjadi Petak Enam yang kita kenal sekarang.
Melalui Kompas.com, Rex juga menjelaskan bahwa sebenarnya tidak hanya satu budaya saja yang ada di Petak Enam ini, namun juga ada unsur Belanda dan unsur Jakarta yang terkandung di bangunan Petak Enam ini.
Ria, salah satu pengunjung yang datang bersama teman-temannya Mutia dan Gia juga menyampaikan hal yang serupa. Ria melihat bahwa keunikan perbedaan budaya yang berdampingan menjadi satu kesatuan yang cocok.
“Di sini kan mayoritas Chinese, tapi di sini bisa berdampingan juga sama yang non-Chinese,” ungkap Ria kepada ASPIRASI pada Sabtu, (26/8).
Alasan pemilihan nama Petak Enam juga bukan sembarang pilih. Pemilihan nama Petak Enam erat kaitannya dengan Petak Sembilan, kawasan yang persis berada di belakang Petak Enam. Rex bercerita melalui Kompas.com bahwa zaman dulu tidak adanya nama jalan atau nama gang.
Penamaan Petak Sembilan memiliki arti rumah petak kesembilan lalu disingkat oleh masyarakat menjadi Petak Sembilan, ketika mereka ingin bertemu mereka tinggal mengatakan untuk bertemu di Petak Sembilan.
Dari situ, Rex mengira-ngira bahwa jika petak kesembilan menjadi Petak Sembilan, maka tempat petak keenam diberi nama Petak Enam.
Tidak hanya itu, ada nilai lain dari pengambilan nama Petak Enam. Nama Petak Enam ternyata diambil karena jumlah anak dari pemilik properti kawasan tersebut berjumlah enam orang. Selain itu, angka enam juga memiliki fengsui yang bagus.
Berbagai Macam Daya Tarik yang Dinikmati oleh Pengunjung
Masuk semakin ke dalam, aku melihat banyak sekali kios makanan di sebelah kanan dan kiri dengan susunan meja dan kursi yang berkumpul di tengah dan dipisahkan oleh air mancur kecil yang menyala-nyala.
Pandanganku terkunci ketika melihat ikon utama dari Petak Enam ini, yaitu tangga Petak Enam. Tangga besar yang didukung dengan langit-langit yang tinggi memberikan rasa megah ketika memandangnya.
Keunikan dan keindahan dari bangunan di Petak Enam membuat para pengunjung tertarik dan semakin ingin berlama-lama menghabiskan waktunya di sini.
Hal serupa juga dirasakan oleh Mutia, salah satu pengunjung Petak Enam yang mengungkapkan bahwa awalnya hanya iseng dan penasaran untuk berkunjung.
“Sekalian jalan-jalanlah gitu terus kan kita belum tau nih daerah sini ada apa aja, kan dengernya Chinatown, menarik nih,” ungkap Mutia kepada ASPIRASI pada Sabtu, (26/8).
Walaupun Mutia, Ria dan Gia baru pertama kali berkunjung ke Petak Enam, mereka mengakui bahwa semua itu berawal dari rasa penasaran dan konten-konten menarik yang mereka tonton di media sosial.
“Kalau aku karena sering seliweran kan di Instagram, di YouTube gitu pada nyobain Petak Enam, hits banget kayaknya, jadi penasaran gitu di sini ada apa aja sih, terus bener enak apa nggak kayak review orang-orang,” ucap Ria.
Daya tarik budaya memang tidak pernah membuat bosan. Kentalnya budaya yang ada di Petak Enam ini menjadikan daya tarik tersendiri yang dapat menghibur para pengunjung. Mutia mengatakan bahwa budaya merupakan daya tarik utama yang membuatnya datang berkunjung untuk explore lebih jauh.
“Daya tarik mungkin lebih karena kan kalau misalnya pecinan tuh lebih ke culture kali ya, kalau di sini kan terkonsentrasi gitu kan kayak ada lokal kultur Chinese di Jakarta salah satunya kan di Glodok gitu, jadinya cukup menarik aja sih buat dieksplor,” ujar Mutia.
Tidak hanya daya tarik dari nilai budaya, terdapat juga nilai ekonomis. Gia mengatakan bahwa nilai ekonomi juga terdapat dalam Pecinan Glodok ini khususnya Petak Enam.
“Nilai ekonominya juga, kan kehidupan ekonominya bisa kelihatan dari banyaknya perdagangan. Di sini ada jualan tadi, toko obat yang sudah bertahun-tahun di sini, toko elektronik, macam-macam kuliner itu ternyata nggak cuma ditinggalin sama keturunan Tionghoa tapi juga sama pribumi, itu juga simbiosislah,” ujar Gia kepada ASPIRASI pada Sabtu, (26/8).
Selain itu, Gia juga menambahkan bahwa dirinya mengapresiasi Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta karena dapat menghidupkan kembali nilai perekonomian pada kawasan ini.
“Nilai plus buat Pemda DKI (Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, red.) juga nih, bagaimana caranya menghidupkan kembali nilai perekonomian di kawasan ini dan mengundang daya tarik buat wisatawan juga karena kita sejak pandemi 2021 kan menurun ya pastinya, ini uniknya jadinya kayak membuat suatu tempat untuk meningkatkan perekonomian,” tuturnya.
Petak Enam memang sangat ramai dikunjungi oleh para wisatawan lokal. Bahkan, tidak hanya wisatawan lokal saja, tetapi wisatawan asing juga turut meramaikan.
Adapun dari mereka yang datang secara rombongan sekaligus dengan tour guide. Melihat hal tersebut adanya perasaan bangga dalam diriku. Bahwa ternyata orang asing pun juga turut merasakan keindahan dan keunikan dari desa wisata ini.
Akulturasi Budaya melalui Banyaknya Pilihan Makanan Lokal hingga Oriental
Aku melihat banyak sekali kios makanan yang tersedia di Petak Enam ini. Di lantai pertama lebih dominan dengan makanan Chinese dan lokal, sedangkan di lantai kedua ada beberapa restoran dengan gaya Belanda.
Terdapat juga makanan-makanan yang memang cukup asing. Mutia menjelaskan ada beberapa makanan yang belum ia temukan sebelumnya.
“Banyak kuliner yang, apa ya, agak lumayan aneh gitu lho. Kayak nggak umum ya buat aku,” ungkapnya.
Banyaknya makanan yang tidak terlalu umum dan tidak semua halal, Mutia berpesan kepada pihak pengelola untuk memisahkan kios makanan yang halal dan non-halal. Menurutnya, ini dapat menghilangkan keraguan untuk membeli makanan-makanan yang kurang diketahui.
“Pengunjungnya di sini pasti lumayan diverse ya, nggak cuman pemakan yang non-halal tapi juga kan ada yang muslim ya, ada baiknya mungkin kalau tenant-tenant yang di sini lebih ketara lagi tuh makanan yang non-halal atau halal,” ujar Mutia menutup.
Foto: ASPIRASI/Syifa Aulia.
Reporter: Syifa Aulia. | Editor: Daffa Almaas.