Jalan Buntu Kebijakan Pengembalian UKT 50 Persen Mahasiswa Akhir

Berita UPN

Inkonsistensi yang berakhir dicabutnya kebijakan rektorat terkait pengembalian UKT 50 persen membuat mahasiswa harus pupus harapan akan haknya tersebut. 

Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) kembali mengalami kebingungan dan ketidakpuasan terkait perubahan dan pencabutan kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ditetapkan.

Polemik ini dimulai dengan pencabutan Pengumuman Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Nomor PENG/376/UN61/KU/2023 tentang Penurunan Uang Kuliah Tunggal Sebesar 50 persen dan pembebasan UKT semester genap tahun akademik 2022/2023. 

Kebijakan awal tersebut berlaku bagi mahasiswa tingkat akhir Program Sarjana (S1) dan Program Diploma (D3) yang memiliki sisa Satuan Kredit Semester (SKS) kurang dari atau sama dengan enam SKS. Selain itu, pembebasan UKT diberikan kepada mahasiswa yang tidak mengambil SKS sama sekali, termasuk mahasiswa yang berstatus non aktif, cuti kuliah, dan menunggu wisuda.

Namun, terdapat kebingungan di kalangan mahasiswa terkait pencabutan kebijakan ini. Thariqhat Rama Putra, mahasiswa S1 Program Studi (Prodi) Informatika Fakultas Ilmu Komputer (FIK) UPNVJ tahun angkatan 2019 mengungkapkan kekecewaannya karena minimnya informasi dan kurangnya sosialisasi terkait adanya perubahan kebijakan. 

“Kok dari pertama informasi yang ternyata dicabutnya surat edaran ini tuh nggak diumumin,” keluhnya saat diwawancarai ASPIRASI pada Senin, (4/9).

Rama menyebutkan bahwa sebelumnya ia telah melakukan pengajuan pengembalian UKT 50 persen pada awal semester kepada pihak fakultas. Sebab, pihak kampus meminta pendataan mahasiswa yang berkeinginan untuk mengajukan pengembalian UKT 50 persen.

Di tengah prosesnya, kebijakan tersebut justru dicabut dan menyatakan bahwa kebijakan ini diperuntukan bagi mahasiswa semester ganjil, yaitu mahasiswa semester sembilan.

Dalam menanggapi persoalan ini, Abyan Ariaputra Aziz, mahasiswa Fakultas Teknik (FT) UPNVJ mengatakan pihak kampus tidak melakukan sosialisasi yang kurang efektif.

“Peraturannya gak salah tapi sosialisasi sampai ke mahasiswa itu gak ada. Jadi, makanya simpang siur nih kemana-mana,” ungkap pria yang akrab disapa Abyan ini kepada ASPIRASI, Rabu, (18/9).

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPNVJ, Rifqi Adyatma, turut menjelaskan terkait perubahan kebijakan ini. Ia mengungkapkan bahwa surat edaran pertama memungkinkan mahasiswa dengan sisa enam SKS untuk mendapatkan potongan 50 persen pada UKT tanpa mempertimbangkan semester. 

Tiga hari setelah itu, setelah surat edaran kedua dikeluarkan, terdapat hal yang diperbarui, salah satunya terkait syarat-syarat dengan mencantumkan semester yang sesuai dengan sisa SKS.

“Jadi tiba-tiba ada surat edaran yang menyertakan persyaratan semester yang dimana sebelumnya tidak ada persyaratan semester di surat edaran yang pertama,” jelas Rifqi saat diwawancarai oleh ASPIRASI pada Selasa, (26/9).

Upaya Mahasiswa Menghadapi Gonta-ganti Surat Kebijakan

Sebelum pencabutan dan kebingungan terkait pencabutan surat edaran tanggal 24 Januari 2023, terdapat sejumlah perubahan kebijakan yang telah memicu kontroversi. 

Pada tanggal 4 Agustus 2023, Rektor UPNVJ mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pembayaran Biaya Pendidikan Semester Genap Tahun Akademik 2022/2023 yang menyatakan bahwa tidak ada keringanan berupa cicilan bagi mahasiswa yang membayar biaya pendidikan.

Terkait hal ini, Julian Immanuel Bonahuta, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) angkatan 2019 menganggap bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan Permendikbud 25 Tahun 2020. “Pencicilan itu adalah hak untuk mahasiswa untuk melakukan pembayaran kepada pihak kampus untuk menyelesaikan uang kuliah tunggalnya,” terangnya pada Sabtu, (16/9).

Pada tanggal yang sama, 4 Agustus 2023, surat dari Wakil Rektor Bidang Akademik nomor 115/UN61.1/2023/AKPK juga mencantumkan terkait jadwal pengisian KRS bagi mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT. Hal ini membuat mahasiswa kembali bingung karena terdapat tata cara pengisian KRS bagi mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT, padahal sebelumnya keringanan UKT telah dicabut.

Kronologi ini kemudian melibatkan peraturan baru pada tanggal 13 Januari 2023, yaitu Peraturan Rektor UPN “Veteran” Jakarta Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Penyesuaian Uang Kuliah Tunggal UPN “Veteran” Jakarta. Peraturan ini mengatur penurunan UKT sebesar 50 persen bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah kurang dari atau sama dengan enam SKS pada semester sembilan bagi mahasiswa Program S1 dan semester tujuh bagi mahasiswa Program D3.

Namun, pada tanggal 18 Januari 2023, surat tersebut dicabut melalui Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2023 Tentang Pembayaran Biaya Pendidikan Semester Genap Tahun Akademik 2022/2023. Selanjutnya, pada tanggal 20 Januari 2023, Pengumuman Rektor Nomor PENG/376/UN61/KU/2023 kembali mengesahkan peraturan baru, yang hanya mencantumkan minimal SKS tanpa persyaratan semester. 

Akan tetapi, surat tersebut kembali dicabut dengan Pengumuman Rektor Nomor PENG/2/UN61/KU/2023 yang menjadikan aturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.

Akibat keberatan atas kerugian dari kebijakan yang tidak konsisten ini, dibentuk suatu grup koordinasi antara mahasiswa bersama adkesma BEM UPNVJ untuk mengatasi masalah ini hingga melayangkan surat keberatan kepada pihak rektorat.

“Namun, sayangnya rektorat saat diberikan surat tersebut tidak ada respon atau bisa dibilang mengabaikanlah,” pungkas Abyan.

Rifqi selaku Ketua BEM UPNVJ menjelaskan upaya lain telah dilakukan oleh mahasiswa, termasuk mengundang Wakil Rektor (Warek) II Bidang Umum dan Keuangan UPNVJ Prasetyo Hadi untuk berbicara di podcast yang akan disiarkan ke mahasiswa pada 6 Agustus 2023.

Namun, menurutnya hasil dari pertemuan dengan Warek II dianggap kurang memuaskan dan tidak mendapat jawaban yang jelas. “Enggak maksimal lah, hanya putar-putar dan berdalih sana-sini,” ungkap Rifqi kecewa.

Alhasil, BEM UPNVJ mengadakan audiensi yang dihadiri oleh perwakilan dari tujuh fakultas, Prasetyo Hadi, dan Warek III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Ria Maria Theresa. Hasil dari audiensi ini mencakup beberapa poin penting, di antaranya Prasetyo Hadi bertanggung jawab untuk memastikan peraturan mengikuti Permendikbud.

Kemudian, dalam audiensi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), akan dilakukan harus melibatkan perwakilan mahasiswa dari BEM dan fakultas. Hingga pembuatan nota kesepahaman dengan jangka waktu tujuh hari bagi pihak kampus untuk menindaklanjuti perubahan kebijakan UKT.

Setelah audiensi dengan tenggat nota kesepahaman selama tujuh hari, Rifqi mengungkapkan bahwa selama periode tersebut, mereka akan terus mengikuti perkembangan dan melakukan tindak lanjut. 

“Kita follow up juga tuh selama tujuh hari, itu enggak kita biarkan gitu aja,” ujar Rifqi.

Namun, terdapat hal yang cukup mengejutkan dalam pelaksanaan audiensi bersama dengan pihak kampus saat itu. Rama, menjelaskan bahwa dalam audiensi terakhir dengan Prasetyo, mereka dijanjikan bahwa upaya akan dilakukan semaksimal mungkin untuk mencari solusi.

Akan tetapi, Prasetyo juga mengingatkan bahwa uang UKT mahasiswa langsung diserahkan kepada negara atau BPK, sehingga jika ada pengembalian, mahasiswa akan memiliki utang kepada negara. 

“Beliau mengatakan kalau misalnya pun dari UPN memaksakan untuk dikembalikan, pada akhirnya mahasiswa yang dikembalikan uangnya itu akan punya utang ke negara,” ungkap Rama.

Hal ini juga dibenarkan oleh Rifqi. Ia menyampaikan sempat ada pembahasan dari bidang Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di UPNVJ bahwa jika uang dikembalikan akan menjadi hutang negara. 

“Sempat ada bahasan bahwasannya dari bidang SPI-nya UPN mengatakan bahwasanya kita siap untuk mengembalikan. Akan tetapi, ini akan menjadi hutang, di BPK-nya itu akan mengaudit segala macamnya,” jelas Ketua BEM UPNVJ itu.

Klarifikasi Pihak Rektorat dan Ketidakpuasan Mahasiswa

Meskipun telah dilakukan berbagai upaya dan audiensi, pihak rektorat UPNVJ belum memberikan keterangan resmi atau klarifikasi terkait kelanjutan dari kontroversi UKT. Menurut Rifqi, seharusnya jika merujuk kepada nota kesepahaman yang telah disepakati bersama, persoalan pengembalian UKT 50 persen ini harus diselesaikan di semester ganjil tahun 2023 ini. 

“Dan untuk peraturan yang kurang sosialisasi tadi itu baru bisa diaktivasi atau ditekankan ke mahasiswa itu di semester depan, itu perjanjian di nota kesepahaman,” tegasnya.

Sementara, saat ditemui pada Rabu, (27/9) di ruangannya, Prasetyo Hadi memberikan keterangan bahwasanya pada hari itu ia akan melakukan pertemuan dengan pihak BPK terkait persoalan ini.

Lalu, ia mengatakan akan mengembalikan kebijakan pengembalian UKT kepada aturan pemerintah yang mendasari pemberian kebijakan, yaitu Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020.

“Risikonya kalau kita memberikan (pengembalian uang UKT 50 persen),  akan jadi temuan Dirjen (Direktorat Jenderal Kemendikbudristek, red.) ke UPN,” jelas Prasetyo saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (26/9).

Saat ditanyakan kembali terkait pelaksanaan kebijakan yang telah dikeluarkan sebelumnya, ia menanggapi bahwa kedua kebijakan tersebut dinyatakan tidak berlaku.

“Nggak, jangan itu, itu sudah nggak dipakai. Kita kembalikan kepada PP (Peraturan Pemerintah, red.) Menteri aja dan surat edaran Dirjen. Yang itu tidak kita gunakan karena memang kita diminta untuk menggunakan aturan yang telah ditetapkan Kementerian,” tutur Prasetyo.

Menurutnya, aturan Rektor tidak boleh bertentangan dengan aturan pemerintah. Ia juga mengatakan jika aturan Rektor sebelumnya tetap dilaksanakan, maka akan menjadi temuan Dirjen dan BPK di UPNVJ.

Meski begitu, hingga saat berita ini ditulis, kejelasan terkait pernyataan beliau tak kunjung disampaikan sebagai informasi publik secara resmi oleh pihak rektorat. Bahkan, pengumuman rektor yang pertama masih terdapat di website resmi UPNVJ, tetapi tidak dengan surat pencabutannya.

Muhammad Kujang Fredy, Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) 2019, mengatakan bahwa informasi yang diterima mahasiswa sebagian besar berasal dari sesama mahasiswa, bukan dari pihak kampus. 

“Aku tahu informasi itu selalu dari mahasiswa, jadi enggak ada dari kampus benar-benar melakukan audiensi terus apa hasilnya itu dikasih ke kita,” ungkap Kujang menyayangkan sikap pihak rektorat. 

Di lain sisi, Abyan menekankan bahwa pihak rektorat, sebagai pihak yang berwenang, seharusnya memberikan kejelasan dan transparansi terkait kebijakan UKT. “Harusnya rektorat nih selaku stakeholder ya, namanya penguasa, ya harusnya memberikan kejelasan, transparansi,” tutupnya. 

Sama halnya dengan Abyan, Julian juga mengkritik pihak rektorat karena kurangnya komunikasi formal dan jelas karena informasi yang disampaikan oleh pihak rektorat kepada mahasiswa hanya melalui audiensi, bukan melalui media resmi UPN atau media sosial.

“Jadi kalo dari sudut pandang gue pribadi, ini gak bisa diselesaikan dengan permohonan maaf secara, ya teman-teman mahasiswa saya mohon maaf terkait ini segala macam, ya ini harus diselesaikan juga dengan prosedur hukum yang berlaku,” harap mahasiswa FH tersebut.

 

Ilustrasi: ASPIRASI/Miska Ithra.

Reporter: Natasya Oktavia. | Editor: Alya Putri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *