Tak Dapat Respon Terkait Penolakan, Warga Wadas Masih Giat Suarakan Tuntutan
Permasalahan di Desa Wadas belum sepenuhnya selesai, IPL dan ketidakjelasan landasan untuk melakukan pertambangan hingga dampak yang dirasakan menjadi sorotan bagi warga Desa Wadas.
Aspirasionline.com — Permasalahan kegiatan pertambangan di Desa Wadas masih terus berlanjut sampai saat ini. Walaupun di sisi lain masih banyak penolakan yang terjadi dari warga desa terkait kegiatan pertambangan ini.
Berbagai protes dan aksi sudah sering dilakukan oleh warga Desa Wadas, yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) yang dibentuk untuk melakukan penolakan tambang.
Aksi yang dilakukan tidak hanya dilakukan di kawasan Desa Wadas, tetapi juga melalui media sosial hingga dilakukan di Jakarta dengan melakukan konferensi pers dan penyebaran poster. Salah satunya yaitu aksi pada tanggal 26 Juli 2023 di Jakarta yang dilakukan sebagai bentuk protes dan juga memberikan informasi bahwa di Desa Wadas masih belum baik-baik saja.
“Nah, makanya maknanya itu ya hentikan tambang di Wadas. Kalau kita hanya poster pasang di Wadas nyatanya tetap berjalan (kegiatan pertambangannya) dan nggak ada respon, oleh karena itu kesini juga (melakukan aksi di Jakarta),” ujar Siswanto perwakilan Gempadewa kepada ASPIRASI pada Rabu, (26/7).
Siswanto juga menyampaikan apabila aksi tersebut masih belum mendapat respon, maka warga Wadas bersama Gempadewa akan menggelar aksi di depan DPR sebagai pemangku kebijakan, untuk menghentikan kegiatan pertambangan di Wadas.
Roudhotul Jannah atau yang lebih akrab disapa Nana dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta juga mengungkapkan bahwa melalui aksi yang dilakukan dan poster-poster yang disebarkan merupakan simbolik bahwa Wadas masih melawan dan meminta pertanggungjawaban dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
“Jadi sebelum beliau naik jadi capres (calon presiden), ya paling nggak harus bertanggung jawab kasus di daerah, salah satunya kasus wadas, karena dia juga orang yang tanda tangan izin penetapan lokasi,” ujar Nana kepada reporter ASPIRASI pada Rabu, (26/7).
Masa IPL Habis dan Izin yang Ilegal
Habisnya Izin Penetapan Lokasi (IPL) menjadi perhatian bagi warga Desa Wadas, tetapi pada faktanya kegiatan pertambangan tersebut tidak diberhentikan. Proses pembersihan jalan hingga proses pertambangannya masih terus berlanjut.
“Nah makanya kok pemerintah tidak memberhentikan (kegiatan pertambangan) padahal perizinan sudah habis, makanya kita datang ke YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) di Jakarta ini dan menginformasikan ke publik bahwa warga wadas tidak baik-baik karena masih dalam ancaman rencana pertambangan,” ungkap Siswanto.
Terkait IPL untuk pertambangan di Desa Wadas, Nana menjelaskan bahwa masa berlakunya telah habis pada tanggal 7 Juni 2023. Oleh karena itu, seharusnya pembukaan akses jalan ke lokasi pertambangan tidak bisa dilakukan. Paling tidak Ganjar harus turun tangan dan tanggung jawab karena masa IPL tersebut sudah habis.
Lebih lanjut, izin pertambangan tersebut juga tidak jelas perihal izinnya. Penggunaan UU Pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak bisa dilakukan untuk pertambangan, maka dari itu kegiatan ini seharusnya memerlukan izin, bukan surat rekomendasi Direktorat Jenderal (Dirjen) Minerba.
Nana menjelaskan bahwa mereka telah melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait surat rekomendasi Dirjen Minerba. Tetapi disampaikan bahwa izin pertambangan di Wadas tidak memerlukan izin karena untuk kepentingan proyek pemerintah dan bukan dikomersialkan.
“Pas digugat, hakimnya mengatakan bahwa surat rekomendasi ini bukan objek PTUN, artinya bahwa putusan PTUN Jakarta mempertegas bahwa pertambangan di Wadas ini tanpa izin dan ilegal,” jelas Nana.
Tuntutan dan Dampak yang Dirasakan Warga Desa Wadas
Beberapa waktu lalu, Ganjar menyampaikan bahwa mantan Ketua Gempadewa telah mendapatkan uang ganti rugi sebesar 11 miliar. Namun hal tersebut dibantah oleh Siswanto yang mengaku bahwa uang ganti rugi tersebut hanya atas nama pribadi dan nominalnya tidak sampai sebesar itu.
Sampai saat ini tuntutan yang digaungkan oleh warga Desa Wadas melalui Gempadewa yaitu berhenti melakukan pertambangan di Wadas. Ini adalah tuntutan yang belum diloloskan dan masih banyak masyarakat yang berharap untuk diberhentikan dengan alasan yang jelas.
“Hentikan pertambangan karena itu berisiko tinggi bagi masyarakat Wadas ketika tambang itu dilakukan di Wadas,” ujar Siswanto.
Dari tuntutan tersebut masyarakat juga berharap bahwa Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah jangan lari dari tanggung jawab, apalagi dengan pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
“Walaupun kami cuma warga desa yang tidak berilmu, tidak seperti orang-orang hebat, tapi kita hidup sehari-hari disana dan kita yang tahu atas alam dan wilayah-wilayah di Wadas ini,” dalih Siswanto.
Dampak yang dirasakan bagi warga Desa Wadas juga sudah mulai terjadi. Pembukaan akses serta perubahan rural lingkungan itu terjadi dan dampak lingkungan sudah terlihat, yang dimana awalnya pepohonan kini tinggal tanah saja.
Selain itu ketika hujan, terjadi pelumpuran hingga longsor, kualitas udara yang menurun karena debu, serta kualitas air bersih yang kurang karena akses mata air sudah mulai keruh.
“Terus jalan utama (desa) ketika pelumpuran dan banjir itu jadi susah aksesnya ketika mau sekolah, warga Wadas keluar masuk desa itu susah sekali,” imbuh Nana.
Berbagai aksi dan protes yang dilakukan warga Desa Wadas terus dilakukan untuk memperjuangkan desa apalagi berisiko tinggi bukan semata-mata tidak menghargai kebijakan pemerintah.
“Bukannya kita nggak menghargai keputusan atau kebijakan, tapi ketika kebijakan dan keputusan yang membuat masyarakat itu berisiko tinggi apakah tetap akan dilanjutkan?” ujar Siswanto menutup.
Foto : YLBHI.
Reporter: Rifqy Alief | Editor: Teuku Farrel.