Penutupan STMIK Tasikmalaya: Permasalahan Internal Kampus, Mahasiswa Jadi Tumbal

Lintas Kampus

Penutupan mendadak Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Tasikmalaya meninggalkan banyak keresahan dan kerugian bagi para mahasiswa. 

Aspirasionline.com — Permasalahan STMIK Tasikmalaya sempat membuat gempar dunia maya, khususnya pada platform media sosial Twitter. Sebuah thread yang diunggah oleh salah seorang mahasiswa STMIK Tasikmalaya melalui akun Twitter @sunflowna_ pada Rabu, (5/4), menjelaskan masalah-masalah yang terjadi perihal penutupan STMIK Tasikmalaya.

Penutupan kampus ini berdampak besar terhadap mahasiswa karena mereka tidak dapat melanjutkan perkuliahan hingga diharuskan pindah ke kampus lain. Sikap ketidakjelasan dari pihak yayasan dan rektorat membuat mahasiswa merasa digantung dan terkesan tidak ada pertanggungjawaban. 

“Pihak STMIK Tasikmalaya sekarang seolah-olah lepas tangan dari mahasiswa, karena yang saya rasakan sekarang para mahasiswa ini ditelantarkan oleh semua pihak,” keluh mahasiswa baru STMIK Tasikmalaya Muhammad Eksha Oktaviani kepada ASPIRASI pada Selasa, (2/5).

Kasus yang saat itu mulai diketahui mahasiswa semenjak September hingga Oktober 2022 terus menerus bertambah rumit dan menjadi besar. Apa yang menjadi titik utama permasalahan terus dicari tahu oleh mahasiswa.

Permasalahan tersebut mulai diketahui ketika adanya kejanggalan saat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STMIK Tasikmalaya mengkaji apa yang sebenarnya terjadi dan menemukan kejanggalan terkait status kampus saat ini.

“Dari sana kita tidak diberi tahu bahwa (status) kampus pembinaan. Ternyata terdapat beberapa masalah mulai dari orientasi pendidikan, lalu upgrading, langsung ketika kita kaji seluruhnya dan ternyata resiko terburuknya itu penutupan kampus,” ujar Ketua BEM STMIK Fikri Anwar Rafdillah saat dimintai keterangan oleh ASPIRASI pada Minggu, (16/4).

Fikri juga menjelaskan bahwa BEM STMIK sempat melakukan audiensi secara berkala dengan pihak kampus dan yayasan. Audiensi dilakukan mulai pada bulan November dengan mencari kejelasan terkait masalah yang terjadi. Namun, hingga kampus ditutup pada 20 Maret 2023 lalu, belum menemukan titik terang. 

Awal Mula Penutupan STMIK

Wiranti, mahasiswi tingkat akhir STMIK Tasikmalaya menjelaskan bahwa semua ini berawal dari pengecekan status yang dilakukan oleh mahasiswa di laman Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).

Awalnya itu kampus sebelum status tutup yaitu status pembinaan, dan itupun pihak kampus tidak langsung memberitahu, tetapi ada salah satu mahasiswa yang cek status di laman PDDikti dan mulai ketahuan,” ucap Wiranti kepada ASPIRASI pada Senin, (17/4).

Setelah berita tersebut menyebar ke mahasiswa lain, barulah pihak kampus memberi penjelasan. Menurut Wiranti, alih-alih memberikan penjelasan yang jelas kepada mahasiswa, pihak kampus justru memberikan penjelasan yang tidak jelas dan tidak transparan.

Wiranti juga menjelaskan bahwa awalnya para mahasiswa tidak mengetahui perihal permasalahan kampus yang sebenarnya sudah dari lama terjadi. Para mahasiswa pun belajar seperti biasa tanpa tahu adanya kesalahan data mahasiswa di laman PDDikti. 

Pihak BEM STMIK Tasikmalaya saat itu melihat status kampus di laman PDDikti sedang dalam pembinaan. Saat mencoba konfirmasi ke lembaga tersebut ternyata memang sudah berjalan selama satu bulan pembinaan. 

Alasan yang sempat dilontarkan bahwa yang menjadi permasalahan itu adalah administrasi. Diketahui bahwa ada data yang tidak konkret dan valid mengenai beberapa mahasiswa dan alumni. Dapat dikatakan bahwa terdapat masalah administrasi internal oleh kampus. 

Selain itu, pihak lembaga juga menginfokan bahwa terdapat 14 instrumen masalah dari pembinaan kampus. Namun pihak mereka enggan menyebutkan lebih rinci apa saja masalah-masalah tersebut.

“Karena banyak kejanggalan, dan lakukan kajian dan diskusi dengan kawan-kawan mahasiswa dan stakeholder yang memang dapat membantu menyelesaikan masalah,” ujar Fikri. 

Selain itu, berdasarkan kajian tersebut, terdapat instrumen lain yang menjadi masalah yang krusial, yaitu jual beli ijazah. Banyak orang-orang yang membeli ijazah dari STMIK Tasikmalaya dengan harga sekitar 30-40 juta rupiah. Hal itu juga dapat dikonfirmasi oleh orang-orang yang bersangkutan.   

“Ketika wisuda ternyata banyak yang gak kenal dan ketika ditanya kuliah di mana, kelas sore atau pagi tapi jawabannya seolah-olah bingung,” sambung Fikri.

Sementara itu, permasalahan lain terdapat pada biaya kuliah di STMIK Tasikmalaya. Eksha, sebagai mahasiswa baru, merasa kaget dan tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sampai kampus akan ditutup.

“Adem ayem aja seperti tidak terjadi apa-apa, bahkan kami terus ditagih masalah biaya, terutama ke teman saya yang belum lunas dan kabarnya tidak akan bisa mengikuti UTS dan UAS jika belum bayar. Tau-tau pas kita baru masuk sekitar satu minggu dua hari di semester dua, kami dengar kampus kita ini ditutup pada laman PDDikti,” ungkap Eksha kepada ASPIRASI melalui Zoom Meeting.

Setelah dikulik lebih dalam ternyata dari pihak PDDikti menjelaskan masalah STMIK Tasikmalaya sudah terjadi sejak tahun 2018. Pihak PDDikti memberikan waktu dari 2018 kepada pihak kampus untuk membereskan masalah tetapi permasalahan tersebut justru semakin memburuk.

Mahasiswa Masih Tuntut Kejelasan

Adanya permasalahan juga muncul respon dari mahasiswa dan BEM STMIK. Konsolidasi mahasiswa hingga audiensi dengan yayasan dan rektorat belum menemukan kejelasan. 

Mahasiswa juga terus melakukan aksi dan mengkaji hal-hal janggal untuk menuntut haknya, sementara dari yayasan dan rektorat terlihat tidak bertanggungjawab penuh atas apa yang terjadi.

“Sebelum kampus ditutup itu sempet dari kawan mahasiswa menyebarkan masalah ke media melalui media. Akan tetapi disalahkan oleh pihak kampus bahkan ada ucapan ingin dilaporkan ke polisi atas pencemaran nama baik,” ucap Fikri.

Fikri juga mengungkapkan bahwa untuk pergerakan akan terus dilakukan untuk menagih janji kepada yayasan bukan hanya dengan pihak rektorat. Dirinya berharap permasalahan ini diselesaikan baik itu secara pembiayaan atau keberlangsungan perkuliahan mahasiswa menemukan titik terang.

Wiranti yang juga merupakan mahasiswa tingkat akhir itu pun mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap pihak PDDikti yang dianggap tidak dapat melindungi para mahasiswa.

“Contohnya saya seharusnya tinggal semester 8 tetapi yang terdaftar di PDDikti saya baru sampai semester 5 kan itu sangat dirugikan sekali. Lalu,  kebijakan dari PDDikti juga menurut saya sangat ugal-ugalan karena mereka berbicara ingin menyelamatkan mahasiswa tetapi kita sangat dirugikan karena data kita yang tidak sesuai lalu seenaknya menutup kampus dan kita tidak dilindungi sama sekali,” ungkap Wiranti dengan tegas.

Wiranti berpesan semoga masalah ini cepat diselesaikan dan para mahasiswa bisa mendapatkan hak-hak mereka kembali. Ia juga berpesan kepada para petinggi yang memiliki kuasa untuk melihat dan membantu menyelesaikan masalah ini.

Perpindahan mahasiswa juga terasa membingungkan dan terdapat beberapa kejanggalan seperti kesepakatan antar kampus, pertanggungjawaban dari yayasan untuk mahasiswa, dan perihal pembiayaan. 

Seperti halnya pemindahan para mahasiswa yang niatnya akan dipindahkan oleh pihak kampus ke Universitas Perjuangan (UNPER) dan juga STMIK DCI Tasikmalaya. 

Bukti chat dosen STMIK kepada mahasiswa yang akan dipindahkan ke Universitas Perjuangan (UNPER) di grup WhatsApp pada Selasa, (2/5).
Gambar 1. Bukti chat dosen STMIK kepada mahasiswa yang akan dipindahkan ke Universitas Perjuangan (UNPER) di grup WhatsApp pada Selasa, (2/5).

Awalnya, mahasiswa dijanjikan akan dibantu soal biaya pemindahan kampus. Namun, yang terjadi adalah para mahasiswa tidak mendapat bantuan dari pihak kampus dan cenderung mengurus semua urusan sendiri. Sementara penutupan kampus telah dilakukan terhitung pada 20 Maret 2023 lalu.

Gambar 2. Tangkapan layar pesan Eksha yang meminta konfirmasi langsung kepada salah satu dosen STMIK melalui WhatsApp pada Selasa, (2/5).

“Untuk sosialisasi juga saya katakan dengan tegas sangat buruk, seolah-olah mereka (pihak STMIK Tasikmalaya) santai-santai saja, buktinya sampai sekarang tidak ada berita positif kepada mahasiswa,” tegas Eksha.

Eksha berpesan kepada para pihak yang bertanggungjawab untuk memenuhi kewajibannya. Ia meminta dengan hormat kepada para petinggi kampus, Ketua Yayasan sekaligus Rektor Restu Adi Wiyono dan Plt (Pelaksana Tugas) Ketua STMIK Tasikmalaya Rahadi Deli Saputra untuk segera merealisasikan apa yang telah dijanjikan.

“Waktu itu ada yang bilang tidak akan ada yang dirugikan. Buktinya mana ya, Bapak Rahadi dan Bapak Restu?” sindirnya.

 

Foto: Akun Twitter @tigaahuruf

Reporter: Rifqy Alief, Syifa Aulia. | Editor: Alya Putri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *