Ancaman UU ITE Nyata, AJI Jakarta Tegaskan Kode Etik Jurnalistik Wajib Dipatuhi Pers

Berita UPN

Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang hadir di tengah masyarakat kian mengancam kebebasan demokrasi. Untuk itu, AJI Jakarta mengimbau pers harus menaati kode etik jurnalistik agar segala laporan bisa dipertanggungjawabkan.

Aspirasionline.com – Dalam rangka penyelenggaraan Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa (PJM) ke-38. LPM Aspirasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) mengadakan Seminar untuk umum dengan tema “Wajah Lain Kebebasan Pers di Indonesia” yang berlangsung di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/5).

PJM merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh LPM Aspirasi yang memberikan pelatihan jurnalistik kepada masyarakat. PJM kali ini kembali digelar secara luring dengan menghadirkan tiga pembicara yang terbagi dalam dua sesi.

Ketua Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Irsyan Hasyim hadir sebagai pembicara sesi kedua PJM ke-38 LPM Aspirasi. Dalam paparannya, Irsyan menyebutkan media massa perlu menaati kode etik jurnalisme untuk menghindari ancaman pidana UU ITE.

Sebagai perlindungan diri, katanya, pers wajib melakukan konfirmasi berlapis agar nantinya apabila laporan tersebut dilaporkan sebagai pencemaran nama baik, dan pihak pers mengadu kepada dewan pers, mereka bisa mempertanggungjawabkan laporannya.

“Ketika ditanya sama dewan pers, aku yakin dan percaya liputan temen-temen itu bakalan aman dan diverifikasi sebagai karya jurnalistik,” ungkap Irsyan, Sabtu (27/5).

Irsyan menyebutkan bahwa apabila kode etik jurnalistik ditaati oleh pers, maka pers tidak akan bisa dituntut. Namun, ada konfirmasi yang harus dilakukan pers untuk memenuhi hak jawab yang diajukan oleh pelapor sebagai penjelasan karya tulisnya.

“Kalau kita taat sama kode etik, otomatis pemberitaan kita jatuhnya hanya sebagai sengketa pers. Itu konsekuensi yang paling buruknya dan paling hanya diminta hak jawab,” katanya.

Selain itu, jika pers sudah melakukan verifikasi data secara penuh dan patuh terhadap kode etik, laporan tersebut tidak akan bisa disebut pencemaran nama baik meskipun laporan jurnalistiknya sangat menyudutkan suatu pihak.

“Itu yang tadi aku bilang bagaimana mengajak kita untuk taat dan tertib kode etik jurnalis karena itu senjata utama kita jika ada sengketa pers,” tutupnya.

 

Foto: Nabila Adifia.

Reporter: Tiara Ramadanti. | Editor: Miska Ithra.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *