Mencari Nilai Historis dan Daya Tarik Masjid Istiqlal: Tempat Ibadah Sekaligus Destinasi Wisata Islam
Masjid Istiqlal tidak hanya menjadi tempat ibadah bagi umat Muslim, tetapi juga menjadi destinasi wisata menarik bagi pengunjung dari berbagai tempat.
Aspirasionline.com — Siang yang sangat terik di bulan puasa, aku berkunjung ke Masjid Istiqlal yang berada di jantung kota Jakarta, tepatnya di Jl. Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat, yang berhadapan langsung dengan ikon Monumen Nasional (Monas). Teriknya sinar matahari ibu kota yang bercampur dengan polusi pada hari itu, tidak mengurungkan niatku dan pengunjung lainnya untuk berkunjung ke Masjid Istiqlal.
Beribadah di Masjid Istiqlal yang merupakan Masjid terbesar se-Asia Tenggara merupakan sesuatu yang spesial bagi umat Muslim. Terlebih jika dilakukannya saat sedang berpuasa di bulan Ramadhan.
Semua rasa lapar dan dahaga terbayarkan, ketika terpampang bangunan megah nan elok di depan mataku. Aku terkagum-kagum dengan detail ornamen indah yang menghiasi keseluruhan eksterior bangunan.
Hal tersebut bukanlah rasa bangga yang berlebihan dari dalam diriku semata. Syam, salah satu pengunjung yang berasal dari selatan kota Jakarta juga merasakan hal demikian.
“Kalau sore menuju maghrib, di sini pemandangannya bagus banget ya. Kalau mau foto-foto terus di-upload ke Instagram hasilnya pasti kece,” ucap Syam takjub saat diwawancarai ASPIRASI pada Minggu, (16/4).
Masjid Istiqlal juga mengundang daya tarik wisatawan asing yang berkunjung ke Jakarta. Seorang pelancong mancanegara yang berasal dari FrankFurt, Jerman, dengan perawakan tinggi semampai, bernama Dennis juga menceritakan pengalamannya selama di Istiqlal kepadaku.
Ia mengajak anak dan istrinya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Seusai makan siang dan mengunjungi Gereja Katedral, mereka menyempatkan diri untuk mengunjungi Masjid Istiqlal yang letaknya berdekatan.
“Setelah melihat Masjid Istiqlal, arsitekturnya sangatlah menarik, kami sangat suka. Tidak ada bangunan sebesar Masjid Istiqlal. Semua itu alasan kenapa kami tertarik untuk datang ke Masjid Istiqlal,” tutur Dennis kepada ASPIRASI pada Minggu, (16/4).
Dennis bukanlah satu-satunya pengunjung yang berasal dari mancanegara. Terdapat pelancong dari berbagai negara yang terkumpul dalam satu rombongan yang sama dengannya.
Rombongan tersebut dipandu oleh Yusuf Fauzi, Staf bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Masjid Istiqlal yang menemani mereka mengitari keseluruhan bangunan Masjid Istiqlal. Aku juga mengikuti rombongan tersebut sekaligus mendengarkan penjelasan dari Yusuf mengenai nilai historis bangunan ini.
Lantunan ayat suci Al-Qur’an dan keramaian mengundangku untuk masuk ke dalam masjid agar bisa menikmati kemegahan Masjid Istiqlal yang syahdu.
Sejarah Pembangunan Masjid Istiqlal
Acap kali mendengar kata Istiqlal dalam penyebutan Masjid Istiqlal, timbul pertanyaan di benakku tentang apa arti dari “istiqlal” itu sendiri. Sebelumnya, aku menyempatkan diri bertanya perihal sejarah singkat tentang Masjid Istiqlal kepada Yusuf.
Pembangunan Masjid Istiqlal diprakarsai oleh ide dari para tokoh agama pada tahun 1950-an. KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama pada saat itu, memiliki ide untuk membuat satu monumen megah yang dapat digunakan untuk beribadah.
Pada tahun 1953, dibentuk Yayasan Istiqlal. Para tokoh bekerja sama untuk merencanakan pembangunan Istiqlal, termasuk mengadakan sayembara desain masjid pada tahun 1955 yang akhirnya dimenangkan oleh Friedrich Silaban.
Friedrich sendiri merupakan arsitektur beragama Kristen Protestan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan dibangunnya Masjid Istiqlal, membuat toleransi umat beragama di Indonesia sangat tinggi.
“Karena kebetulan Indonesia mayoritas umat muslim, jadi dibangunlah masjid yang megah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT atas kemerdekaan Indonesia. Lalu ide disampaikan ke Soekarno dan disambut baik,” kata Yusuf saat menuturkan sejarah Istiqlal kepada ASPIRASI pada Minggu, (16/4).
Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1961 oleh Ir. Soekarno, tetapi pembangunan masjid baru selesai pada tanggal 22 Februari 1978 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Sehingga pembangunan Istiqlal melewati dua rezim pemerintahan Indonesia yang berbeda, pembangunan dimulai pada rezim Orde Lama dan rampung pada rezim Orde Baru.
Hingga pada renovasi akhir yang digarap pada tahun 2020, kata Yusuf, tidak ada perubahan segi bangunan yang signifikan dari Masjid Istiqlal.
“Renovasi terakhir (itu) tempat wudhu, pembangunan area parkir dua lantai di basement yang bisa menampung 800 kendaraan, dan penataan taman. Tidak ada perubahan dari bangunan dan arsitektur lama,” terangnya.
Tradisi Tahunan dan Kegiatan Ramadhan di Masjid Istiqlal
Lantunan ayat suci Al – Qur’an yang merdu memenuhi ruangan Masjid Istiqlal. Terpantau para pengunjung mendatangi Istiqlal sedari pagi, entah untuk sekedar berkunjung, ataupun melakukan I’tikaf.
Mengunjungi Masjid Istiqlal tidaklah lengkap jika belum merasakan betapa lembutnya bersujud di sajadah ikonik berwarna merah. Bukan tanpa sebab, sajadah merah ini merupakan sajadah terlembut dan ternyaman yang pernah aku temui. Aku yang kelelahan setelah mengitari bangunan Masjid Istiqlal, merasa energiku kembali terisi ulang.
Kenyamanan yang dihadirkan dalam Masjid Istiqlal membuat pengunjung betah berlama-lama berada di sana. Terlebih lagi saat aku mengunjungi Masjid Istiqlal, bertepatan dengan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang mana pada fase inilah sangat terlihat peningkatan keramaian jamaah.
“Sangat ramai sampai ke lantai tiga, biasanya hanya sampai lantai dua,” ujar Yusuf terkait keramaian jamaah Masjid Istiqlal.
Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan merupakan malam yang diincar para umat Muslim. Pasalnya, malam ganjil pada sepuluh hari tersebut merupakan malam penentuan Lailatul Qadar, yang selalu dinantikan para umat Muslim di berbagai belahan dunia.
Peningkatan jumlah pengunjung pada sepuluh hari tersebut juga dikarenakan adanya tradisi I’tikaf di Masjid Istiqlal. Dimana pihak pengelola menyediakan tempat istirahat bagi para peserta yang telah mendaftar.
“Sepuluh hari terakhir puasa diadakan I’tikaf, kita menyediakan tempat untuk peserta I’tikaf. Kami menyediakan makanan untuk sahur dan berbuka. Kami juga menyediakan tempat istirahat bagi 400 peserta I’tikaf yang sudah mendaftar,” jelas Yusuf.
Semakin meningkatnya jumlah pengunjung Masjid Istiqlal pada bulan Ramadhan juga dipicu oleh adanya tradisi buka puasa bersama yang telah dilakukan dari tahun ke tahun. Buka puasa bersama tersebut dilakukan dari awal hingga akhir Ramadhan.
“Kita sediakan dari 3000 – 6000 kotak nasi yang dibagikan secara gratis kepada pengunjung,” ujar Yusuf secara gamblang.
Menanggapi ramainya jumlah pengunjung, Sofi, perempuan asal Jakarta Timur yang ditemui ASPIRASI mengatakan bahwa lebih khusyu dan tenang beribadah pada tahun lalu karena jumlah pengunjung pada saat itu tidak terlalu ramai.
“Saat Ramadhan tahun ini, jamaahnya terlalu ramai jadi sedikit mengurangi rasa khusyu dan ketenangan,” keluh Sofi kepada ASPIRASI pada Minggu, (16/4).
Sebelum meninggalkan Masjid Istiqlal aku menyempatkan diri untuk menemui Neneng Fatimah, Ketua Protokol Masjid Istiqlal. Pada pertemuan tersebut, Neneng berpesan kepada masyarakat untuk lebih sadar dan tertib akan peraturan yang terdapat di Masjid Istiqlal serta saling menghormati antar jamaah.
Neneng juga menambahkan pesannya kepada calon pengunjung perempuan dan laki-laki terkait busana saat masuk ke Masjid Istiqlal. Ia berpesan agar para jamaah perempuan dan laki-laki untuk berbusana rapi dan menutup aurat.
“Berpakaian rapi, tertutup untuk perempuan, dan untuk laki laki agar lebih sopan,” tutup Neneng pada Minggu (16/4).
Foto: Prima, Mg.
Reporter: Prima, Mg. | Editor: Fitrya Anugrah.