Digitalisasi Data Kependudukan, e-KTP Akan Beralih Menjadi IKD
Persediaan blangko KTP elektronik (e-KTP) terbatas, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) hadirkan aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Aspirasionline.com – Agenda digitalisasi kembali digembar-gemborkan oleh pemerintah. Terhitung sejak Sabtu, (11/2), penerapan pergantian KTP elektronik (e-KTP) menjadi Identitas Kependudukan Digital (IKD) sudah digaungkan oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Kepada ASPIRASI, Kepala Bidang Penyajian Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data (PIAK) Dukcapil Kota Bogor Mugi Lastono menjelaskan bahwa IKD sendiri merupakan bentuk transformasi digital data kependudukan guna mengefisienkan anggaran pencetakan blangko e-KTP.
“IKD itu memang transformasi digital yang dilakukan oleh pemerintah pusat guna mengefisienkan anggaran dari jumlah pencetakan blanko KTP yang diterbitkan oleh pusat, kan gitu,” ungkap Mugi kepada ASPIRASI pada Rabu, (22/2).
Perbedaan mendasar e-KTP dan IKD, terang Mugi, berada pada bentuk fisiknya. E-KTP memiliki bentuk kartu fisik yang bisa dipegang, sedangkan IKD berbentuk gambar dokumen yang disertai kode respons cepat atau quick respons (QR) code bersertifikasi dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kecuali untuk KTP dan Kartu Identitas Anak.
“Dokumen selain dari KTP dan Kartu Identitas Anak itu ‘kan sudah berbentuk HVS yang ber-barcode sertifikasi di BSSN, tanda tangan elektronik dinasnya, sehingga semua masyarakat sudah bisa langsung cetak mandiri dengan ukuran HVS A4,” tuturnya.
Kedepannya, menurut Mugi, IKD bukan hanya aplikasi untuk mengakses e-KTP saja, tetapi juga berfungsi untuk penyimpanan seluruh data identitas dan dokumen kependudukan yang bisa diakses lewat smartphone.
“Ke depan, semuanya sudah dalam genggaman. Identitas kependudukan bahkan dokumen kependudukan yang dimiliki oleh masyarakat sudah berbentuk virtual, jadi misalkan ketika hilang atau rusak itu tidak harus cetak lagi,” jelasnya.
Pro Kontra Penerapan IKD: Solutif, tapi Minim Sosialisasi
Adanya kebijakan baru ini menuai berbagai pro kontra dari berbagai lapisan masyarakat. Seorang ibu rumah tangga, Ita, mengeluhkan penerapan IKD karena ia masih belum mendapatkan sosialisasi bagaimana cara menggunakan aplikasi IKD.
Lebih lanjut, menurutnya kebijakan tersebut belum bisa diterapkan dengan baik oleh seluruh masyarakat, terutama dari kalangan orang-orang lanjut usia.
“Kalau menurut saya sih, mendingan ya biasa aja, nggak usah digital kayak gitu. Kalau anak-anak sekarang sih, oke lah, dia pada ngerti ya,” keluh wanita berkepala empat tersebut kepada ASPIRASI pada Jumat, (17/2).
Permasalahan tidak meratanya kondisi internet dan melek teknologi juga disinggung oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran, Husni Ibnu Sabili.
Ia menilai, adanya kebijakan ini nantinya hanya akan membebankan masyarakat, terutama mereka yang belum memiliki gawai pintar.
“Ditambah masih banyak daerah di Indonesia yang belum memiliki kualitas internet yang baik serta banyak juga masyarakat Indonesia yang belum memiliki gawai pintar,” terang Husni kepada ASPIRASI pada Rabu, (15/2).
Namun menurutnya, digitalisasi data kependudukan juga bisa meminimalisasi pemalsuan dan potensi korupsi, serta solusi saat kekurangan blangko untuk pembuatan e-KTP.
“Sehingga menurut saya kebijakan ini harus disusun secara sistematis agar dapat terlaksana dengan baik tanpa menambah beban masyarakat yang sudah banyak,” tegas Husni.
Keamanan Masa Depan Digitalisasi Data
Sebagai bentuk inovasi dan solusi dari masalah terbatasnya blangko untuk pencetakan e-KTP, IKD lantas menjadi bagian dari langkah Indonesia dalam menuju digitalisasi data kependudukan. Namun, aspek keamanan data menjadi hal penting yang mesti diperhatikan.
Dosen Keamanan Informasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), Andhika Octa Indarso, menyoroti bagaimana nantinya aplikasi IKD akan terintegrasi dengan data-data kependudukan lain milik penggunanya, seperti Kartu Keluarga (KK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan lain sebagainya.
Andhika menilai inovasi digitalisasi data yang terintegrasi merupakan sebuah langkah yang tepat, tetapi sekaligus menjadikannya sangat rentan terhadap potensi celah risiko keamanan dari data itu sendiri.
“IKD ini harus diamankan sedemikian rupa karena tersinkronisasi terhadap data-data penting. Bayangkan kalau itu (keamanan data IKD, red.), satu celah saja terbobol, maka ya sudah,” tuturnya kepada ASPIRASI pada Rabu, (22/3).
Andhika menilai bahwa lahirnya kebijakan IKD sendiri tentunya berangkat dari riset panjang. Karenanya, uji coba untuk meminimalisasi berbagai celah keamanan data digital tersebut diharapkan sudah dilakukan dengan matang.
Ia juga berharap bahwa pagu anggaran BSSN dikelola dengan baik untuk melakukan upaya-upaya peningkatan keamanan data digital Indonesia dalam jangka waktu panjang.
Perlu diketahui, dilansir dari situs dpr.go.id, Pagu Anggaran Belanja BSSN tahun 2023 memiliki jumlah yang besar, yaitu mencapai 624 miliar rupiah.
“Ya mungkin karena ada hubungannya dengan IKD juga ya. Jadi nanti di-maintain, (agar) sejalan. Karena hal-hal seperti ini jangka panjang, jadi keamanannya harus terus ditingkatkan,” jelas Andhika menaruh harap.
Foto: Teuku Farrel.
Reporter: Novi Nur, Tiara Ramadanti | Editor: Vedro Imanuel.